Sekarang orang ramai membahas dan mengikuti petunjuk soal imunitas, pertahanan diri untuk menangkal ancaman berbagai penyakit menular utamanya Covid19. Imunitas sejatinya dibangun dengan konsep peribahasa latin Si Vis Pacem Para Bellum, jika ingin damai bersiaplah untuk perang. Imunitas juga begitu, jika ingin sehat bersiaplah untuk sakit. Caranya perkuat pertahanan diri seakan-akan kita mau sakit. Imunitas dicapai setelah ada imunisasi dan vaksinasi yang nota bene adalah model latihan perang menghadapi berbagai ancaman virus agar tubuh kita tetap sehat wal afiat.
Kabar yang sangat dinanti dan membanggakan, kementerian pertahanan baru saja menandatangani kontrak awal pembelian 36 jet tempur Rafale buatan Perancis dan 6 kapal perang fregat Fremm dari Italia. Dan pada bulan-bulan mendatang diprediksi akan banyak lagi penandatanganan sejumlah alutsista strategis untuk militer Indonesia. Masih ditunggu finalisasi pengadaan jet tempur F15 Eagle2 dan atau F16 Viper. Dua-duanya dari AS sebagai realisasi penyeimbang program GSP (Generalized System of Preference) pemerintah AS. Seperti kita ketahui AS selama berpuluh tahun berbaik hati kepada kita dengan meringankan dan menihilkan bea masuk ribuan komoditi ekspor Indonesia ke Paman Sam sehingga kita surplus neraca perdagangan dengan AS. Program besar Kemenhan untuk segera mendatangkan sejumlah alutsista canggih dan berkelas secepat mungkin dari sejumlah negara selayaknya kita apresiasi karena sesungguhnya harus diakui bahwa imunitas pertahanan negeri ini masih lemah.
Selama ini proses pengadaan alutsista selalu membeli dengan model FFBNW (Fit For But Not With) alias beli ketengan. Contoh pengadaan 2 kapal perang light fregat Martadinata Class setelah jadi dan bisa berenang tapi belum punya senjata. Baru setelah tiga tahun berlayar dilengkapi satu persatu sistem manajemen pertempurannya untuk bisa bertarung di empat dimensi yaitu perang antar kapal permukaan, perang anti kapal selam, perang anti serangan udara dan perang elektronika. Demikian juga dengan pengadaan 24 jet tempur F16 blok 52 Id, tidak serentak dengan persenjataan rudalnya.
Model pengadaan ketengan yang seperti ini yang ingin direformasi Kemenhan dan sudah dimulai dari pengadaan 2 kapal perang fregat Iver Class made in Denmark yang dibeli secara paket lengkap termasuk program alih teknologi. Termasuk juga mengubah metode pengadaan dari B2B (business to business) menjadi G2G (government to government). Model G2G diharapkan bisa mempersingkat dan memutus mata rantai proses pengadaan yang bernama Salesman. Kemenhan sedang melakukan kerja smart dan extra ordinary untuk segera memenuhi berbagai jenis persenjataan tiga matra agar kekuatan pertahanan kita bisa memenuhi herd immunity.
Sampai saat ini kalau ada yang bertanya dari sudut militer imunkah kita di perairan Natuna. Jawabnya tidak karena kekuatan pertahanan teritori kita terhitung lemah. Memang sudah ada basis militer brigade komposit dan sejumlah alutsista disana tapi masih jauh dari kriteria memadai. Untung saja "virus" yang datang baru setingkat Coast Guard yang nota bene bukan antibiotik. Coba kalau yang datang Destroyer China, daya pukulnya bisa menghancurkan sel-sel pertahanan diri kita di Natuna. Itu sebabnya target mendatangkan 16 kapal perang fregat, 4 kapal selam penyengat, dan 48 jet tempur dalam waktu sesingkat-singkatnya adalah dalam rangka memenuhi kriteria mempunyai kekuatan pukul dan daya tangkal yang setara.
Kalau mau berjaya dan disegani maka kekuatan pertahanan diri negeri kita tidak bisa tidak, mau tidak mau, suka tidak suka harus diperkuat secara kuantitas dan kualitas. Segera dan tidak pake lama. Contoh, apakah pulau Sumatera punya kekuatan pukul yang diandalkan Angkatan Darat untuk pertahanan pulau. Jawabnya tidak. Bagaimana mungkin punya kekuatan daya gebuk kalau batalyon Kavalerinya hanya punya tank tua AMX 13, dan batalyon Arhanud masih mengandalkan "Simbah" S60. Belum lagi kalau melihat kekuatan Angkatan Laut di pantai barat Sumatera, kekuatan pelindung teritori laut masih lemah. Lantamal Padang mestinya disediakan secara permanen minimal 3 kapal perang jenis korvet.
Untuk merealisasikan doktrin militer berani masuk digebuk (pre emptive strike) maka syarat utamanya realisasikanlah ketersediaan kapal perang striking force kelas fregat keatas, kapal selam serbu dan jet tempur penggentar semacam Sukhoi SU35, Rafale dan F15 dalam waktu singkat dan dalam jumlah yang mencukupi. Angkatan laut dan Udara harus memiliki kekuatan pukul yang menyengat untuk memenuhi syarat berani masuk digebuk. Ini yang disebut punya imunitas yang kuat dan disegani, untuk pertahanan negeri bukan untuk mengancam dan menyerang negara lain. Si Vis Pacem Para Bellum sejatinya untuk merawat kesehatan perdamaian dengan memperkuat pertahanan diri sekaligus mengingatkan negara lain untuk tidak macam-macam. Anda sopan kami santun, anda melotot kami kepal otot.
***
Jagarin Pane / 12 Juni 2021