Berharap ada kabar bagus dari kunjungan Presiden Jokowi
ke Rusia soal pembelian jet tempur Sukhoi SU35 ternyata belum sebagus berita
promosinya. Jadilah seperti kabar kapur barus, wanginya sudah kemana-mana. Adalah
pihak Kemhan sendiri yang berulang kali memberitakan tentang rencana beli itu
termasuk metode pemberitaannya yang membuat pihak produsen sono besar kepala
dan lalu menjadi jual mahal.
Berita promosi itu antara lain bahwa Sukhoi SU35 adalah
jet tempur penggentar yang mampu mewibawakan teritori negeri ini termasuk dari
ancaman maling ikan, karena Sukhoi SU35 mampu menjaga perairan Indonesia yang
luas. Sukhoi SU35 juga adalah alutsista
yang harus dimiliki Indonesia sebagai kekuatan pemukul strategis. Sukhoi SU35
adalah pilihan satu-satunya yang tak bisa ditawar lagi, dan lain-lain
pernyataan. Berita promosi ini tentu membuat pihak pabrikan merasa over
confidence bahwa barangnya akan dibeli.
Sehingga mereka yakin dengan harga premium barang itu pasti akan dibeli.
Yang digadang-gadang itu |
Belum lagi bicara soal TOT sebagaimana persyaratan
pembelian alutsista dari luar negeri.
Belum lagi bicara soal ketangguhan bernegosiasi, belum lagi bicara soal
pernyataan yang hari senin cerah tapi selasa pagi mendung dan tak ada matahari. Padahal posisi Indonesia sebagai pembeli
sangat kuat, dimana-mana pembeli itu adalah raja, sebuah sebutan bahwa posisi
pembeli atau konsumen sangat menentukan.
Tetapi untuk mendapatkan Sukhoi SU35 ini kekuatan cara beli kita tidak
mampu memenuhi target waktu. Target itu adalah momen kunjungan RI-1 ke Rusia.
Mula-mula beritanya mau beli 1 skuadron (16-18 pesawat)
lalu dikoreksi lagi jadi 10 saja, lalu berkurang lagi jadi 8 unit dengan alasan
perkembangan teknologi, jadi gak perlu banyak-banyak karena kita gak punya
musuh katanya. Lalu ketika Natuna
dilecehkan si lidah Naga baru-baru ini yang jelas-jelas ngobrak abrik teritori
kita, ada kabar kapur barus yang beredar bahwa kuantitas pembelian Sukhoi dinaikkan
lagi jadi 18 unit. Pertanyaannya, ini
pembelian berdasarkan rencana matang, setengah matang atau pembelian
berdasarkan motif emosi.
Anggaran pertahanan republik ini ke depannya akan semakin
bagus, kinclong dan mampu memenuhi kebutuhan alutsista strategis. Tetapi cara mengelola, cara ngomong, cara
tampil dihadapan publik, cara beli, tata kelola anggaran, tata prioritas
kebutuhan harus juga semakin bagus, kinclong dan bersinar. Dengan anggaran pertahanan menjadi nomor satu
mengalahkan sektor-sektor lain seperti infrastruktur, pendidikan dan kesehatan
maka sorotan publik dan analisis pengelolaan bidang pertahanan bisa membuahkan
opini tidak profesional manakala cara dan tata kelolanya mencla mencle.
Sedikit terobati, mereka juara di AASAM 2016 |
Pecinta repubik ini sangat berharap adanya pemenuhan
kebutuhan alutsista yang berkualitas untuk menjaga dan mewibawakan
teritori. Adalah omongan yang
menyesatkan manakala keluar statemen kita tidak punya musuh, lalu tak perlu
alutsista berkualitas. Pelecehan teritori di Natuna baru-baru ini menunjukkan
bahwa cuaca ekstrim bisa saja terjadi di berbagai tempat di negeri ini. Pelecehan teritori di Ambalat menunjukkan
bahwa kita memang punya musuh secara militer meski tetap bersahabat secara
diplomatik. Harus dibedakan itu Om.
Militer sebuah negara dibentuk adalah dalam rangka
menjadi payung eksistensi dan penggentar pihak manapun yang hendak mengganggu
atau melecehkan. Itu bisa terjadi jika perlengkapan tempur yang dikenal dengan
sebutan alutsista berkualitas dan mencukupi.
Jadi jika militer kita kuat bukan berarti kita ingin ngajak negara lain
perang tetapi lebih kepada ingin memperlihatkan kewibawaan melindungi teritori
dan eksistensi negara kita.
Ongkos eksitensi bernegara lewat baju militer memang
mahal tetapi ongkos itu adalah sebuah kesatuan dari perjalanan berbangsa dan
bernegara. Oleh sebab itu anggaran
pertahanan yang direncanakan akan naik secara signifikan mulai tahun depan
hendaknya bisa menjadi kekuatan kewibawaan, kekuatan bargaining dan kekuatan
gengsi. Termasuk kekuatan dalam memberikan statemen kepada rakyat bangsa yang
mampu memberikan spirit berbangsa dan bernegara.
Bahwa sebagai bangsa besar kita perlu militer yang kuat
untuk menjaga harga diri bangsa, martabat bangsa dan wibawa teritori. Kita
tidak mencari musuh. Musuh memang tidak ada hari ini tetapi siapa tahu besok
sudah ada di gerbang Natuna atau Kupang.
Dengan militer yang kuat dan disegani maka pihak manapun akan berhitung
ulang untuk melakukan pelecehan. Tapi jika
militer tidak kuat secara teknologi alutsista maka kewibawaan itu hanya sebuah
cita-cita dan fatamorgana
Kabar bagus beda-beda tipis dengan kabar kapur
barus. Bedanya kalau kabar bagus memang
sesuai dengan kenyataannya, tetapi kalau kabar kapur barus, wanginya saja yang
melenakan sementara barang yang membuat wangi itu makin lama makin kecil dan
hilang ditelan jaman. Wangi-wangi tok
mirip-mirip memberi harapan palsu, pas ditunggu-tunggu ternyata cuma tanda
tangan MOU.
****
Jagarin Pane / 21 Mei 2016