(Bagian Kedua-Habis)
Perubahan geopolitik dan geostrategis yang begitu cepat di Timur Tengah membuat dunia terperangah. Setelah Arab Saudi-Iran saling berpelukan, beberapa negara Arab sudah membuka diri untuk menerima kembali Suriah yang sudah bonyok ke pangkuan Liga Arab. Yaman yang babak belur dibombardir Arab Saudi dipastikan akan menjadi negeri damai sentosa karena Iran dan Arab Saudi sudah baikan. Dan semua perubahan cepat yang terjadi ini bukan karena campur tangan AS, murni inisiatif mereka sendiri sesama warga kelurahan Timur Tengah.
Arab Saudi sudah mulai menjauh dari AS. Ingin lepas dari pengaruh Washington yang selalu mendikte. Terkini, salah satu penyebabnya karena pemaksaan kehendak soal minyak OPEC yang harus mengikuti kehendak Pakde Sam soal kuota dan harga lewat RUU yang sedang dipersiapkan. Lucu juga ya kok sibuk ngurusin bisnis negara lain lewat UU dia. Ini juga salah satu bentuk kekonyolan dari pemegang hegemoni yang belakangan ini terkesan panik dan emosional.
Penghancuran jalur pipa gas Nord Stream 2 tanggal 26 September 2022 diyakini adalah hasil karya penguasa hegemoni. Jerman sebagai tujuan penyaluran sumber daya energi dari Rusia ini tentu merasa terpukul tanpa bisa berkata apa-apa. Karena Jerman anggota NATO meski sejarah perang dunia kedua, Hitler Jerman yang diluluhlantakkan pasukan sekutu. Artinya mereka adalah negara yang kalah perang. Harus tunduk dan patuh dengan pemenang perang ketika negaranya dibagi dua. Jerman Barat ikut NATO dan Jerman Timur ikut Pakta Warsawa. Jalur pipa Nord Stream yang menghubungkan Rusia dan Jerman melalui laut Baltik untuk memenuhi kebutuhan energi beberapa negara Eropa Barat.
Demikian juga ketika tembok Berlin dirubuhkan tahun 1991 sebagai lambang penyatuan Jerman, tetap harus menjadi anggota NATO. Padahal Pakta Warsawa sudah membubarkan diri. Ekspansi yang terus menerus inilah yang kemudian dibaca Rusia sebagai ancaman langsung terhadap eksistensinya. Banyak negara pecahan Uni Sovyet yang sudah bergabung dengan NATO. Terakhir Ukraina dibujuk untuk menjadi anggota NATO. Ini adalah ketersinggungan harga diri bagi Rusia. Bagaimanapun Rusia dan Ukraina adalah sejarah kebersamaan yang panjang. Jarak Moskow ke Ukraina hanya seukuran jarak Jakarta-Surabaya. Artinya bergabungnya Ukraina ke NATO adalah ancaman militer langsung ke jantung Moskow.
Sejarah kemudian yang akan membuktikan apakah pergantian kepemimpinan hegemoni akan berlangsung mulus atau melalui perang besar-besaran. Perang Rusia-Ukraina adalah ujian ketrampilan dan penentunya. Kemudian kekuatan ekonomi China sebentar lagi akan menyalip AS sementara kekuatan militer China tumbuh menjadi kekuatan terbesar di Asia Pasifik. Untuk mengantisipasinya tiga negara bersaudara Anglo Saxon AS, Inggris dan Australia membentuk pakta nuklir AUKUS, markasnya di Australia. Pertanyaan sebenarnya mau kemana dunia ini dibawa kalau tidak sedang menuju konflik besar yang akan menghancurkan peradaban bumi. Atau karena ingin mempertahankan status quo hegemoni.
Mengapa persekutuan hegemoni semakin memudar menurut pandangan kita lebih disebabkan karena kebisingan dan sikap-sikap tidak simpatik mereka sendiri. Statemen-statemen yang dikeluarkan dominan bernada ancaman dan paksaan yang menimbulkan antipati berbagai negara. Termasuk melakukan proxy war dan framing. ISIS adalah contohnya dan dunia sempat terkecoh. Termasuk soal senjata pemusnah masal Irak yang ternyata tidak pernah terbukti.
Peta bipolar atau bahkan multipolar geopolitik dan geostrategis dunia sedang berproses. Perang Rusia Ukraina adalah pembuka alineanya. Netizen dunia mengikuti dengan cermat seluk beluk penyebab dan hingar bingarnya termasuk berita-berita hoaxnya. Misalnya ketika KTT G20 di Bali sedang berlangsung Ukraina membuat berita hoax paling memalukan. Dia bilang rudal Rusia menyerang dan meledak di teritori Polandia. Padahal setelah diselidiki ternyata rudal Ukraina yang melenceng ketika ingin menangkis serangan Rusia.
Para pemimpin NATO yang hadir di Bali sempat rapat darurat untuk mengambil sikap bersama. Karena jika ada anggota NATO diserang maka itu adalah deklarasi perang terhadap seluruh anggota NATO. Benar-benar genting suasananya. Dan ternyata hoax. Presiden AS sendiri yang mengatakan bahwa yang meledak itu bukan rudal Rusia. Zelensky memang pintar menjalankan framing pertempuran, padahal negerinya sudah luluh lantak, jutaan rakyatnya sudah mengungsi. Ironinya negerinya sendiri yang jadi korban proxy dari aliansi yang ingin memperluas keanggotaannya.
Pada akhirnya memang dunia membutuhkan keseimbangan, berpasangan dan saling membutuhkan. Sama halnya ada siang ada malam, ada panas ada hujan, ada laki-laki ada perempuan. Termasuk informasi butuh konfirmasi agar tidak terjadi framing dan pembenaran sepihak. Dunia unipolar sudah membuktikan adanya ketidakseimbangan, keangkuhan, keberpihakan dan kesewenang-wenangan. Kita sedang menuju dunia bipolar atau bahkan multipolar. Dan perjalanan ke arah itu akan penuh dengan goncangan dan turbulensi. Pada akhirnya kita akan landing di bandara bipolar atau tetap unipolar atau bahkan tidak pernah landing lagi. Waktu yang akan menjawabnya.
****
Jagarin Pane / 25 Maret 2023