Ini adalah soal urusan alutsista bekas karena keduanya adalah alutsista yang segera dipensiunkan pemiliknya. Tetapi mengapa Pohang ditekuk dan Mirage dipeluk tentu punya jalan cerita masing-masing. Dan jalan cerita itu menjadi menarik untuk dicermati karena keduanya, 3 kapal perang Pohang Class dari Korsel dan 12 jet tempur Mirage dari Qatar sejatinya sangat dibutuhkan secara instan dan cepat saji untuk memperkuat pertahanan negeri kepulauan ini.
Korsel beberapa waktu lalu berniat untuk menghibahkan 3 kapal perang jenis korvet Pohang Class kepada Indonesia. Tidak ada makan siang gratis, begitu juga dengan hibah alutsista bekas ini sangat diyakini terkait dengan upaya marketing diplomasi Korsel untuk bisa melanjutkan proyek tiga kapal selam Nagapasa Class batch 2 yang MOUnya sudah diteken tiga tahun lalu. Kementerian Pertahanan bersama Bappenas lalu membuat action plan dan road map untuk mendatangkan 3 kapal striking force ini sampai kemudian bertemu dengan angka US $21 juta agar ketiganya datang dan operasional. Namun ternyata Kementerian Keuangan menolak memberikan PSP (penetapan sumber pembiayaan) alias tidak berkenan. Pohang gagal datang.
Tetapi mengapa pada saat yang bersamaan ada lampu hijau dari Kementerian Keuangan bersetuju untuk mempersiapkan sumber pendanaan 12 jet tempur Mirage dari Qatar. Padahal sebelumnya tidak ada rencana untuk akuisisi jet tempur made in Perancis ini dalam planning Kementerian Pertahanan. Yang mengemuka adalah pengadaan 42 jet tempur Rafale dari Perancis dan 36 jet tempur F15 IDN dari AS. Termasuk pengadaan 6 kapal perang heavy fregate Fremm Class dan 2 kapal selam Scorpene Class dari Perancis. Mirage tiba-tiba muncul kepermukaan dan mencuri perhatian.
Dalam pandangan kita bisa saja penolakan halus Pohang Class terkait dengan kurang tertariknya Indonesia untuk melanjutkan proyek kerjasama pembangunan 3 kapal selam Nagapasa jilid dua. Ini juga terkait dengan performansi 3 kapal selam yang sudah selesai dibuat dalam program Nagapasa jilid satu yaitu KRI Nagapasa 403, KRI Ardadedali 404 dan KRI Alugoro 405. Indonesia tidak puas dengan kinerja kapal selam jenis U209 improved ini. Selama sembilan tahun Indonesia menjalin kerjasama alih tekonologi pembuatan 3 kapal selam dengan Korsel. Kapal selam ketiga KRI Alugoro 405 dibuat di galangan kapal selam PT PAL Surabaya.
Apalagi baru saja terungkap ada 9 kapal selam milik angkatan laut Korsel dari jenis U214 yang notabene fotocopy pabrikan Jerman bermasalah di modul inverternya. Bahkan satu diantaranya harus ditarik pulang ketika sedang menyelam di Laut China Timur Januari 2022 yang lalu. Cacat fungsional armada kapal selam ini sangat memukul kekuatan angkatan laut Korsel. Padahal negeri itu harus siaga penuh menghadapi permusuhan dengan saudara sekandungnya Korut. Kita ketahui Nagapasa Class adalah U209 Jerman yang dibangun Korsel setelah negeri ginseng itu berguru dengan Mahaguru kapal selam Jerman selama 10 tahun dan membuat U209 dan U214 untuk angkatan lautnya.
Soal pengadaan dadakan 12 jet tempur Mirage dari Qatar dengan PSP US $ 750 juta sangat dimungkinkan karena keputusan politik pemerintah Indonesia untuk menjalin kerjasama multi bidang dalam skala besar dengan Qatar dan UEA. Terutama pembangunan IKN, bidang investasi dan kerjasama pertahanan. Disamping itu kehadiran cepat jet tempur Mirage adalah untuk mengisi ketersediaan skadron tempur di Natuna yang saat ini diisi jet latih tempur Golden Eagle. Sementara jet tempur Rafale baru akan datang tahun 2026, masih lama. Jika semuanya berjalan lancar Mirage diprediksi segera datang akhir tahun depan. Kita memang sedang berkejaran dengan waktu untuk memperkuat tameng Natuna.
Percepatan proses pengadaan alutsista adalah keharusan dalam mengejar tingkat keterisian program MEF (minimum essential force) jilid 3 yang berakhir tahun 2024. Maka selayaknya kita sambut kehadiran 12 jet tempur Mirage dan berharap proses pengadaan 2 kapal selam Scorpene bisa terselesaikan secepatnya. Alutsista strategis seperti jet tempur, kapal perang dan kapal selam sangat dibutuhkan dalam menghadapi potensi konflik besar di Laut China Selatan. Kehadirannya tentu bagian dari diplomasi militer kita sekaligus membangun rasa percaya diri. Bahwa kita harus mempunyai kekuatan angkatan laut dan udara yang setara teknologinya dengan negara kawasan. Bergegaslah.
****
Jagarin Pane / 24 Oktober 2022