Sejarah militer Indonesia adalah persenyawaan jati diri perjuangan dengan rakyat dalam memastikan jalannya perang kemerdekaan menuju pengakuan kedaulatan. Proklamasi 17 Agustus 1945 adalah pernyataan kemerdekaan. Dan ini tidak menjadi penghalang ketika Belanda ingin "memeluk kembali" kepulauan nusantara setelah sebelumnya tahun 1942 ditendang Dai Nippon secara militer. Maka sepanjang lima tahun perang kemerdekaan 1945-1949 persenyawaan jatidiri TNI dan rakyat menjadi pergelaran tempur di panggung militansi heroik dan fundamen nasionalis patriotik negeri ini. Melalui serial pertempuran Surabaya dan agresi militer yang berdarah-darah, Belanda akhirnya mengakui kedaulatan Republik Indonesia akhir Desember 1949.
Proklamasi Trikora oleh Bung Karno tahun 1961 untuk merebut Irian Barat menjadi momentum revolusi perkuatan militer Indonesia. Hanya dalam waktu 4 tahun kekuatan militer Indonesia menjadi yang terbesar di bumi bagian selatan. Tidak ada tandingannya, Australia kalah awu, kalah jumlah dan kalah kualitas. Militer Indonesia tumbuh menjadi kekuatan yang disegani dengan kekuatan seratusan kapal perang, 12 kapal selam, seratusan jet tempur Mig 17, Mig 19, Mig 21, puluhan bomber strategis Tu-16 dan ratusan ribu tentara. Kedatangan kapal penjelajah paling gahar dari Uni Sovyet (sekarang Rusia) KRI Irian membuat kapal induk Belanda Karel Doorman ngacir pelan-pelan dari Papua.
Kekuatan militer ini dipersiapkan untuk merebut Irian Barat. Pemusatan kekuatan militer di Teluk Peleng terpantau pesawat mata-mata AS yang melintas dari Filipina. Presiden AS John F Kennedy tidak ingin ada perang terbuka antara Indonesia-Belanda karena pada saat itu perang Vietnam juga sedang berkecamuk. Pangkalan AU Clark dan Pangkalan AL di Subic Filipina menjadi pangkalan militer AS untuk menghadapi perang Indochina. Lobi diplomatik dilakukan sementara infiltrasi pasukan Indonesia ke tanah Papua mulai menggentarkan Belanda. Meski tidak terjadi perang terbuka, kekuatan militer Indonesia menjadi penentu kemenangan diplomatik paling bermarwah. Belanda angkat kaki dari Papua tahun 1963. Dengan itu lengkaplah syair lagu Dari Sabang Sampai Merauke.
Trikora usai, Dwikora menjelang dan pemusatan kekuatan militer Indonesia berpaling dari konsentrasi di timur menjadi ke barat. Memperkuat Sumatera dan Kalimantan masing-masing dengan 7 brigade angkatan darat dan sukarelawan. Seratusan KRI dan pesawat tempur siaga penuh. Dwikora yang bertema mengganyang Malaya adalah bentuk kekecewaan dan perlawanan Bung Karno atas pembentukan Federasi Malaysia oleh Inggris. Sejarah kemudian mencatat bahwa Dwikora menjadi taruhan geopolitik dan geostrategis paling dramatis sepanjang perjalanan republik. Mulai dari pertempuran Kalabakhan di Tawao, jatuhnya Hercules di Long Bawang Kaltara, infiltrasi Hercules ke Semenanjung sampai pengintaian kapal induk Inggris di selat Sunda oleh kapal selam Indonesia. Termasuk ancaman serangan nuklir oleh Inggris melalui Australia.
Dwikora berakhir dengan damai sejak peristiwa G30S/PKI. Arah politik berubah, semuanya berubah termasuk kondisi alutsista TNI yang kehabisan suku cadang. Dan Rusia tidak memberikannya kecuali dibayar tunai. KRI Irian yang menjadi flag ship armada tempur TNI AL harus terhapus dari inventori alutsista TNI. Jumlah kapal selam menyusut tajam hanya tinggal 2 unit sampai tahun 1980. Demikian juga dengan jet-jet tempur TNI AU. Antara tahun 1967 sampai tahun 1977 alutsista kita dalam kondisi memprihatinkan. Australia menghibahkan 20 jet tempur F86 Sabre demi untuk mengisi kekosongan skadron jet tempur Indonesia setelah era MIG berakhir.
Dalam kondisi seperti ini Indonesia mengukir sejarah dunia dengan memasuki wilayah Timor Portugis yang sedang bergolak akhir tahun 1975. Iklim geopolitik Asia Tenggara dengan kejatuhan Indochina dibawah pengaruh komunis menjadi alasan kuat untuk menghalau paham itu dari bumi Lorosae yang dikuasai Fretilin. Maka setelah kunjungan Presiden AS Gerald Ford ke Jakarta, pasukan Indonesia menyerbu Timor Timur dari darat, laut dan udara. Padahal kondisi alutsista saat itu sangat kurang. Penerjunan pasukan TNI dengan pesawat Hercules tidak mendapat pengawalan jet tempur. Sementara pasukan marinir dengan bantuan tembakan dari beberapa KRI berhasil mendarat di pantai Dili. Akhirnya ibukota Dili berhasil ditaklukkan hanya dalam hitungan hari. Itulah awal kehadiran tentara Indonesia di Timor Timur selama 24 tahun berakhir tahun 1999.
(Bersambung)
****
Jagarin Pane / 3 Oktober 2022