Pertempuran dahsyat Rusia-Ukraina sudah memasuki bulan ke lima dan sampai hari ini tidak ada inisiatif dari negara lain untuk menengahi dan mengakhiri. PBB yang diharapkan bisa berperan besar melalui Dewan Keamanan "kalah awu" dengan veto. Demikian juga dengan Majelis Umum PBB hanya sekedar menerbitkan resolusi diatas kertas. Kemudian hanya jadi penonton dentuman ribuan senjata di benua terkemuka itu. Ironi banget di sebuah benua digital milenial maju dan sejahtera justru terjadi pertempuran paling menghancurkan disaksikan bahkan diprovokasi oleh tetangga sendiri atas nama persekutuan militer.
Turki pernah punya inisiatif mengajak perundingan damai. Menjadi shohibul bait dari dua delegasi yang bertikai. Formula yang ditawarkan Turki adalah gencatan senjata. Sayangnya Ukraina kurang merespon baik bahkan membuat pernyataan "kompor" sehingga mentah dan mental di lapangan. Sekedar mengingat sejarah, perang Korea tahun 1953 belum selesai sampai sekarang. Hanya ada gencatan senjata di garis demarkasi Pamunjom. Pertempuran Rusia-Ukraina berlanjut terus, Ukraina semakin babak belur. Sementara Sanksi AS dan Uni Eropa kepada Rusia jadi bumerang sendiri. Inflasi, krisis energi dan pangan dunia sudah terjadi di Eropa dan AS.
Inisiatif Indonesia untuk mencoba mengetuk pintu rumah dan pintu hati dua rumah yang bertetangga dekat, bahkan pernah bersatu dan bersenyawa di rumah gadang yang bernama Uni Sovyet, merupakan langkah cemerlang. Seluruh dunia menanti momen penting ini. Presiden Joko Widodo yang menjabat Presidensi G20 adalah kepala pemerintahan dari sebuah negara berkarakter non blok. Kita menaruh harapan besar langkah proaktif Presiden Jokowi ini bisa membuka matahati pemimpin kedua belah pihak, setidaknya gencatan senjata dulu.
Inisiatif Indonesia untuk menengahi konflik berdarah dan menghancurkan di Eropa sangat ditunggu seluruh dunia. Dampak perang dahsyat ini sudah membuat dunia sesak nafas saat ini. Dan kalau ini berlanjut terus bukan tidak mungkin menjadi perang nuklir. Rusia adalah sahabat dekat Indonesia, juga Ukraina. Ketika dunia ramai-ramai seperti paduan suara mengutuk agresi Rusia, Indonesia tidak termasuk barisan paduan suara itu. Netral saja. Sikap diplomasi cerdas ini menjadi kredit poin bagi Indonesia untuk bertamu.
Perang Rusia-Ukraina sesungguhnya telah membuka formula horizon baru tentang perlunya keseimbangan tatanan dunia. Keseimbangan dimaksud adalah dunia yang tidak unipolar alias barat centris. Harus ada penyeimbang untuk meminimalisir perilaku hegemoni dari pemilik super power. Sejarah dunia membuktikan bahwa sejak runtuhnya Uni Sovyet dan bubarnya Pakta Warsawa tahun 1990 tata pergaulan internasional saat ini "dikendalikan" pemilik hegemoni dan sekutunya. Nilai yang digadang-gadang bukan based on kebenaran tetapi pembenaran yang ditentukan berdasarkan kepentingan sepihak. Sudah banyak contohnya seperti di Irak, Libya dan Afghanistan.
Bahkan yang terakhir di Afghanistan perang berakhir dengan "ditinggal begitu saja" termasuk ribuan alutsista bernilai milyaran dollar. Ini persis seperti akhir perang Vietnam tahun 1975. Artinya kekuatan sebesar apapun, sehebat apapun, sedahsyat apapun tidak mampu menyelesaikan konflik dan pertempuran. Konflik hanya bisa diselesaikan dengan perundingan damai. Titik. Maka berangkat dari dalil kebenaran inilah Presiden Jokowi menuju Kiev dan Moskow tanggal 30 Juni 2022 setelah menghadiri KTT G7 di Jerman.
Indonesia punya pengalaman sukses mendamaikan perang saudara di Kamboja dan menyelesaikan konflik gerilyawan Moro di Filipina Selatan. Perang saudara di Kamboja yang begitu sadis selama belasan tahun setelah AS angkat kaki dari Indochina. Konflik kejam itu seperti tidak menemukan jalan akhir dengan korban jutaan dan genosida. Inisiatif Menlu Ali Alatas untuk mengundang faksi-faksi yang saling bertikai ke Jakarta adalah langkah terpuji. Undangan ini dikenal dengan sebutan Jakarta Informal Meeting (JIM) meski tempat pertemuannya di Bogor.
Pada awalnya pihak-pihak yang berperang di Kamboja justru saling ngotot dan saling serang pernyataan di JIM jilid satu. Dan itu adalah proses, biarkan mereka curhat dan Menlu Ali Alatas adalah diplomat cerdas juga mediator yang sabar dan ulet. Nyatanya suasana sudah mulai mencair dan melunak serta mampu merumuskan kesepakatan di JIM jilid berikutnya. Akhirnya Kamboja damai abadi sampai sekarang. Artinya formula perundingan damai adalah satu-satunya cara untuk mengakhiri perang terbuka Rusia-Ukraina. Bukan dengan mengirim ribuan alutsista, umbar pernyataan dan merasa paling benar paling kuat.
****
Jagarin Pane / 25 Juni 2022