Ada pemandangan tidak biasa yang menarik sepanjang bulan duabelas ini. Indonesia kedatangan berbagai delegasi negara sahabat. Ada yang dari AS, Denmark, Perancis, Inggris, Rusia, Norwegia, Ceko, Polandia, India. Kunjungan beruntun tamu asing terhormat pejabat tingkat tinggi itu mulai dari Menlu, Wamenlu, Menhan sampai Duta Besar. Dan negara-negara itu adalah produsen alutsista tentu membawa misi beragam dan temanya pasti soal kerjasama pertahanan dan alutsista. Mereka datang bergelombang mengunjungi Jakarta, Surabaya dan Bandung. Bahkan ada yang datang serentak, dari AS dan Rusia.
Sementara dinamika di halaman bersama rumah besar ASEAN menjelang akhir tahun ini memberikan pemandangan mendung kelabu. Menggambarkan cuaca tidak cerah, tidak bersahabat. Hiruk pikuk berkepanjangan di Laut China Selatan (LCS) sudah memberikan persepsi luas di seluruh dunia bahwa kawasan ini adalah titik panas konflik berdurasi jangka panjang yang bisa menjadi pemicu pertempuran dahsyat di masa mendatang. LCS telah menjadi panggung besar rutinitas militer yang mempertontonkan pameran kekuatan bersenjata di permukaan laut, di dalam laut dan di udara.
Belum ada seminggu yang lalu angkatan laut dari 7 negara ASEAN (Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Myanmar dan Brunai) melakukan latihan tempur laut ARNEX bersama dengan angkatan laut Rusia di perairan Sumatera Utara dan Aceh. Dalam waktu yang bersamaan angkatan laut Filipina juga mengadakan latihan perang dengan Pakistan di laut Filipina. Sementara itu beberapa kapal perang dan kapal Bakamla Indonesia istiqomah mengawal pekerjaan eksplorasi Migas di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Laut Natuna Utara (LNU) yang diprotes dan didatangi kapal perang China. Juga di Ambalat ada KRI Raden Eddy Martadinata 331 bersama 4 KRI lainnya dengan dukungan 6 pesawat tempur Super Tucano dan 4 jet tempur T50 melakukan operasi gugus tempur laut interoperability berkesinambungan.
Menlu AS berkunjung ke Jakarta, pastilah membawa misi penting untuk menarik Indonesia masuk dalam "pelukan dan pengaruhnya". Momennya adalah soal protes dan keberatan China terhadap pengeboran minyak di ZEE sah indonesia di LNU. Sekaligus mengerahkan kapal perang dan coast guardnya disana selama berbulan-bulan. Sebuah contoh perilaku yang tidak menghargai code of conduct di LCS yang juga didengungkan Beijing. Tentu AS dengan kecerdasan dan kecerdikan berbasis hegemoni menangkap peluang itu. Dan Jakarta menerima kunjungan Anthony Blinken sebagai bentuk manuver diplomatik sebab akibat. Bahasa lugasnya begini: kalau ente mau menang sendiri jangan salahkan kalau kami will not neutral again. Tentu semua tahu siapa yang dimaksud.
Saat ini dan seterusnya sudah berlaku hukum pantang sepi di LCS. Selalu ada kabar harian iringan kapal perang berlalu lalang diantara ramainya kapal niaga yang melintas di perairan strategis ini. Termasuk kapal selam. Kapal perang dan coast guard China rutin melakukan patroli, provokasi, unjuk gigi, berkeliling LCS karena dia merasa lapak itu milik nenek moyangnya. Maka dijawab dengan diplomasi militer juga. Armada kapal perang AS, Jepang, Jerman, Perancis, Inggris, Australia, India, Pakistan, Rusia juga mengambil bagian bermanuver di LCS atas nama hukum laut internasional dan kebebasan navigasi.
Protes China soal eksplorasi Migas di ZEE sah Indonesia ditanggapi KSAL dengan bahasa militer. Kita tidak gentar dan tidak ada satu yard pun teritori kita yang boleh diambil, tidak ada tawar menawar untuk urusan kedaulatan dan kehormatan NKRI. Sebuah ungkapan tegas dan membahana. Dan manuver berikutnya adalah KRI Malahayati 362 sebuah korvet anti kapal selam yang baru saja dimutakhirkan instrumen tempurnya, mengekspos tugasnya menjalankan misi pengawasan dan pengamanan submersible drilling platform. Melakukan pengawalan dan berkomunikasi dengan perusahaan pengeboran Migas di ZEE 77 mil di LNU. Bahasa militer dilanjut dengan manuver kapal perang.
Apa yang kemudian menjadi catatan kita adalah memberikan nilai plus untuk kepiawaian manuver diplomatik dan manuver militer yang baru dilakukan. China bagaimanapun telah menambah musuh baru yang terkait dengan klaim "lidah naganya". Pengiriman kapal perang China ke ZEE LNU dan dilanjut dengan protes diplomatik dicuekin Indonesia. Dia kirim coast guard kita kirim kapal Bakamla. Dia kirim kapal perang, kita kirim kapal perang. Sepadan kan. Tidak ada negosiasi soal itu, pengeboran berlanjut terus sampai sekarang. Tak lama kemudian Menlu AS datang, gayung pun bersambut meski tak perlu jual pernyataan. Itu cukup sebagai bahasa diplomasi.
Demikian juga soal kunjungan "bertubi-tubi" delegasi itu, kita sangat mengharap ada realisasinya. Jangan hanya ramai berkunjung dan ramai dikunjungi lalu to be countinued, when? Sudah jelas infeksi virus LCS itu sulit disembuhkan kecuali dengan menambah kapasitas imunitas pertahanan diri. Percepatan penambahan imunitas ini mutlak diperlukan, prioritas dan bersifat extra ordinary. Kepastian kontrak definitif pengadaan alutsista strategis menjadi penantian dan harapan bersama. Jangan sampai timbul kesan maunya banyak tapi bertele-tele. Maksud hati ingin memeluk gunung apa daya gunung Semeru meletus. Mau beli segudang tapi gudangnya belum ada. Kita ingin negeri ini punya alutsista berdaya gentar karena kita ingin mengumandangkan lagu maju tak gentar membela yang benar. Maju tak gentar tentu harus punya alutsista gentar, itu logikanya.
****
Jagarin Pane /18 Desember 2021