Menlu dan Menhan Australia mengunjungi Indonesia Kamis kemarin tanggal 9 September 2021. Sebagaimana model meeting bilateral yang lagi trend, diadakan pertemuan 2+2 antara Menlu dan Menhan kedua negara yang bertetangga dekat. Meeting bilateral dengan model yang sama sepanjang tahun ini sudah dilakukan antara Indonesia-Jepang, Indonesia-Korsel dan Indonesia-AS. Menlu dan Menhan sebuah negara adalah tampilan wajah kecerdasan dan kewibawaan. Diplomasi Menlu adalah wajah kecerdasan dan diplomasi militer Menhan adalah kewibawaan dan marwah negara.
Australia datang membawa hadiah 15 kendaraan tempur Bushmaster untuk digunakan sebagai alutsista mobilitas pasukan perdamaian Indonesia di perbatasan Lebanon-Israel. Namanya hadiah ya diterima saja bukan karena kita kekurangan alutsista di UNIFIL. Kita sudah jauh-jauh hari membawa 18 panser amfibi BTR8a dan 50 panser Anoa untuk pasukan TNI yang berkekuatan sekitar 1000 prajurit disana. Sementara itu PT Pindad bersama Australia saat ini sudah memproduksi puluhan kendaraan tempur lisensi Bushmaster yang nama produknya Sanca untuk Kopassus TNI AD.
Jelas Australia harus merangkul Indonesia sebagaimana yang sudah dan sedang dilakukan saudara tuanya Pakde Sam. Semua yang dilakukan mereka ini untuk membaguskuatkan bumper Laut China Selatan (LCS). Lihat saja perhatian AS kepada kita. Dia buka akses seluas-luasnya pengadaan alutsista untuk negeri kepulauan ini. Bahkan mereka sedang merancang Undang-Undang untuk membuka pintu ini secara legal dan jangka panjang. Tahun depan kita mulai menerima pesanan 6 unit pesawat Hercules model baru dari tipe J. Saat ini kita juga sedang memproses pengadaan jet tempur F15 Eagle, berbagai jenis helikopter tempur, peluru kendali dan lain-lain.
Demi bumper LCS Australia mau tak mau harus bermanis buka dengan tetangga besarnya di Utara. Ini yang disebut dinamika geopolitik dan geostrategis kawasan. Sama halnya dalam soal Timor Timur di penghujung abad 20, dia pula yang sangat sibuk dan rewel dengan permainan catur geopolitik dan geostrategis. Hasilnya Timor Leste merdeka melalui referendum. Nah sekarang demi bumper LCS negeri Kanguru itu mau tidak mau harus unggah ungguh, kulonuwun dan pasang wajah santun dengan Jakarta, sekaligus mengurangi frekuensi keusilan dan kerewelannya soal Papua. Beda dengan soal Timor Timur dulu, dia petintang petinting, arogan dan merasa menjadi pahlawan.
Bisa kita lihat selama dua tahun terakhir, pemberitaan keusilan " informalnya" tidak beriak, tidak bergema. Australia juga ingin mencontoh AS yang mengajak kita untuk latihan tempur bersama. Kita ketahui bersama, AS dan Indonesia baru saja sukses mengadakan latihan militer skala besar Garuda Shield di Baturaja Sumsel, Amborawang Kaltim dan Makalisung Sulut dengan mengerahkan ribuan pasukan dan alutsista canggih. Kemudian latihan manuver udara antara jet tempur F16 TNI AU dan pesawat pengebom nuklir strategis B52 AS di Balikpapan. Dan terakhir latihan militer bersama untuk evakuasi, bantuan dan medis udara dengan mengerahkan pesawat Hercules kedua negara di Lombok. Sementara di AS saat ini ada 100 prajurit intai amfibi marinir Indonesia berlatih bersama USMC.
Terkait dengan soal Papua, kecerdasan diplomasi Indonesia tak perlu diurai disini. Yang jelas kita punya posisi tawar yang lebih berbintang karena posisi geostrategis dan geopolitik di LCS. Dan kita meyakini bahwa riak diplomatik yang disuarakan untuk mendiskreditkan Indonesia soal Papua tidak akan menggema kuat alias mati angin. LCS adalah medan konflik durasi jangka panjang dengan skala terbesar di dunia. Dan kita adalah bumper garis depan yang sangat dibutuhkan aliansi AS, Australia, Jepang, Inggris, Jerman, Perancis.
Begitu heboh dan meriahnya sejumlah negara membentuk barikade bulan sabit untuk mengurung China mulai dari India, Indonesia, Malaysia, Filipina, Taiwan dan Jepang. Pemain besarnya AS, Australia, Inggris, Perancis, Jerman, Kanada yang semua rumah mereka tidak berada di "kelurahan" LCS bahkan "kecamatannya" pun beda. Dan kita salah satu bumpernya. Mereka ingin kita kuat, padahal kita juga ingin kita kuat dan sudah kita lakukan dengan kemampuan dan cara kita. Dalam bahasa diplomasi kita punya kalimat bersayap: Untuk membaguskuatkan bumper LCS tidak perlu memberi angin pada segelintir kelompok KKB di Papua. Itu jelas syarat tersirat dalam sinergi dan energi diplomatik sambil berjabat tangan, karena sesungguhnya tidak ada makan siang gratis.
****
Jagarin Pane / 10 September 2021