Demam Laut Natuna
Utara mereda setelah Indonesia menurunkan sejumlah "paracetamol" dan
"antibiotik" untuk menurunkan panasnya. China Coast Guard (CCG) sudah
tidak menampakkan diri lagi di area zona ekonomi eksklusif (ZEE) 200 mil laut
dari garis pantai pulau terdepan Natuna.
China
menguji nyali nasionalisme Indonesia. Reaksi kita yang riuh rendah dimotori
oleh suara Menlu Retno Marsudi yang gagah perkasa, kecuali segelintir oknum
bernyali banci, membuat China mengalah sambil mengatakan Indonesia sahabat strategis
kami, perairan Natuna tidak kami klaim, hanya tumpang tindih, kata Kemlu nya.
Presiden
Jokowi mendatangi Natuna dikawal sejumlah jet tempur, pesawat pengintai
strategis dan armada KRI. Ribuan pasukan TNI disiagakan di berbagai titik,
Kogabwilhan 1 siaga tempur. Hari-hari yang menegangkan. Jutaan netizen
nasionalis menggemuruh mencela China yang tak tahu diri.
Iver, yang digadang-gadang |
Ketika
Ambalat memanas tahun 2006, Presiden SBY juga mendatangi kawasan itu dengan
menaiki kapal perang. Ini adalah simbol "kemarahan" diplomatik yang
dikemas dengan baju militer. Oleh sebab itu kita mengapresiasi hadirnya
panglima tertinggi TNI yang juga Presiden RI Joko Widodo ke Natuna barusan.
Kehadiran
Jokowi dan pasukannya akhirnya melunakkan sikap kaku yang diperlihatkan China.
Setidaknya pernyataan sikap Kemlu China mencerminkan suasana itu. Hebatnya lagi
sikap tegas dan keras Indonesia mendapat apresiasi dari warga negara jiran
ASEAN.
Warga
Filipina memuji sikap Indonesia yang bersatu padu menguatkan dan menghalau
penceroboh di ZEEnya. Sekaligus mereka mencemooh sikap kurang berani yang
ditunjukkan Pemerintah Filipina soal klaim yang sama di Laut China Selatan
(LCS).
Juga
banyak warga Malaysia angkat topi atas keberanian Indonesia menghadang China.
Tahniah Indonesia. Lalu membandingkannya dengan cara pemerintah Malaysia yang
melempem berhadapan dengan CCG China di LCS.
Natuna
sejatinya sudah dibangun pangkalan militer. Berbagai jenis alutsista canggih
sudah dialokasikan sebagai perkuatan basis militer. KRI Bung Tomo Class juga
sudah mutasi kesana. Jet tempur berbagai jenis silih berganti berpatroli.
Sinergi patroli Natuna, F16 dan Bung Tomo Class |
Namun itu
belum cukup karena sesungguhnya semburan api lidah naga terasa sangat panas dan
membakar. Jadi sebagai tamengnya kita sangat membutuhkan kapal perang striking
force kelas destroyer dengan dukungan jet tempur Sukhoi SU35. Termasuk menambah
kapal-kapal Bakamla ukuran besar.
Berkali-kali
kita menulis soal perkuatan AL dan AU kita. Bahwa negeri kepulauan ini
memerlukan kapal perang striking force ukuran besar. Demam Natuna terakhir ini
membuktikan itu. Mestinya gerak cepat pengadaan alutsista gahar sudah
menampakkan hasil seperti Sukhoi SU35 dan Iver Class.
Meski
kita punya ratusan kapal perang berbagai jenis tapi yang paling modern hanya
Martadinata Class, itu pun jumlahnya hanya dua unit. Mestinya kapal jenis ini
ditambah lagi paling tidak jadi 6 unit. Bukankah model pembangunannya melalui
transfer teknologi. Mengapa sekolah itu tidak dilanjut. Apakah Menhan tidak
pernah mengevaluasinya.
Armada
kapal perang kita sudah dibagi menjadi tiga. Namun persebaran KRI belum merata.
Sebabnya karena isian alutsistanya belum banyak bertambah. Lalu mengapa lambat
pertambahan kapal perang kelas korvet ke atas. Ya karena prosesnya tarik ulur.
Iver itu jadi cerminnya. Sudah berkali-kali berkunjung ke pabriknya di Denmark
tapi sampai hari ini belum tanda tangan juga.
Kita
butuh kapal perang besar, bukan hanya produksi Kapal Cepat Rudal (KCR), Kapal
Patroli Cepat (KPC). Laut Natuna Utara, Laut Arafuru, pantai barat Sumatera,
pantai selatan Jawa perlu dikawal kapal jenis Fregat ke atas. Kalau hanya
mengandalkan KCR diketawain sama Ratu Kidul.
Ayolah bergegas, Natuna sudah mengajarkan pada kita what next.
Lanjutkan pembangunan Martadinata Class, percepat Iver yang sudah
digadang-gadang, tambah lagi kekuatan pemukul atas air dan bawah air. Pilih
yang terbaik sesuai dengan kebutuhan,
bukan untuk keinginan produsen dan sales alutsista.
****
Jakarta 11 Januari
2020
Penulis adalah pemerhati pertahanan dan alutsista TNI
(Mhn Maaf baru di share terlambat)
Penulis adalah pemerhati pertahanan dan alutsista TNI