Tidak ada penolakan dalam rencana kunjungan ke AS, maka mentahlah semua rumor
argumen terduga soal Prabowo selama ini, yang ditunjuk menjadi Menteri
Pertahanan RI periode 2019-2024. AS mempersilakan Prabowo berkunjung ke AS. Artinya
no problem, clear.
Sejak ditunjuk jadi Menhan, Prabowo terlihat bergerak cepat
menginventarisir dan menganalisis perkuatan alutsista TNI yang sedang menuju
MEF jilid III tahun depan. Kesibukan mantan
Pangkostrad dan Wapang ABRI ini diikuti dengan release atau public relation
yang giat mempublikasikan aktivitas
Menhan. Ini menjadi sebuah bagian dari
aktivitas, agar menjadi jelas untuk disampaikan ke publik. Dan itu sangat
perlu.
Demikian juga statemen KSAU Marsekal TNI Yuyu Sutisna yang menyampaikan
kabar gembira bahwa TNI AU akan membeli 32 jet tempur F16 blok 72 Viper dan
sedang memproses pengadaan 11 jet tempur Sukhoi SU35. Public relation
diperlukan untuk memastikan kabar yang sebenarnya agar tidak menjadi rumor atau
tanda tanya tanpa jawaban.
Jet tempur Sukhoi SU35, sebentar lagi datang |
Publik selalu menanti kabar-kabar teranyar dari Kemenhan dan TNI. Maka kabarilah dengan fikroh dan ghiroh komunikasi
yang jelas dan terukur. Publik kita sejatinya menginginkan tentaranya kuat dan
juga sejahtera. Maka setiap program yang dijalankan Kemenhan dan TNI selalu diikuti
publik kita dengan semangat kebangsaan yang kuat.
Kemampuan leader diperlukan di Kementerian Pertahanan. Disamping ketegasan
dan kemampuan berkomunikasi menjelaskan setiap program dan lain-lain untuk
konsumsi publik. Penting juga dicatat jangan sampai ditanya wartawan apa
dijawab apa alias gak nyambung.
Program Kemenhan kedepan ini sangat padat dan penuh dengan godaan. Mengelola anggaran tertinggi diantara
kementerian yang ada, tahun depan angkanya mencapai 131 trilyun dan bisa
bertambah lewat APBNP. Tentu banyak sales-sales alutsista yang menawarkan produk
termasuk juga keikutsertaan pemerintahnya.
Bung Tomo Class, jaga Natuna |
Pengadaan sejumlah alutsista buatan AS tidak terlepas dari diplomasi
perdagangan RI. Dalam rangka mengamankan fasilitas kelonggaran bea masuk atas
sejumlah produk ekspor Indonesia ke AS. Kita juga surplus perdangangan dengan
AS yang nilainya milyaran dollar. Maka salah satu jalan keluarnya adalah
membeli sejumlah alutsista buatan AS seperti F16 Viper, Hercules, Apache,
Chinook.
Indonesia sedang membutuhkan berbagai jenis alutsista tiga matra untuk
memperkuat benteng pertahanannya. Semua sedang berpacu dengan waktu. Tidak hanya dengan AS, kita juga sudah dan
sedang membeli sejumlah alutsista dengan Rusia dan Korsel. Dengan Rusia sedang
diproses pengadaan 22 tank amfibi BMP3F dan 23 panser amfibi BT3F.
Dengan Korsel sedang dikerjakan pembuatan tiga kapal selam Changbogo Class.
Sebelumnya juga kita sudah menerima tiga kapal selam sejenis dengan metode transfer
teknologi. Juga sedang berlangsung program kerjasama pembuatan jet tempur gen
4.5 KFX/IFX yang sudah berjalan sejak tahun 2012.
Perkuatan angkatan laut, ini yang masih kurang greget. Perlu disegerakan
kontrak pengadaan kapal perang striking force minimal kelas Fregat dan atau Perusak
Kawal Rudal yang dikenal dengan proyek PKR-10514. Untuk kapal perang jenis Kapal
Cepat Rudal (KCR) dan Kapal Patroli Cepat (KPC) tidak jadi soal. Galangan kapal
nasional kita sudah mampu membuat sebanyak apapun yang dipesan. Termasuk kapal
perang jenis LST (Landing Ship Tank),LPD (Landing Platform Dock) dan BCM (Bantu
Cair Minyak).
Panser amfibi BT3F, sudah dipesan untuk Marinir |
Angkatan laut kita sangat perlu kapal perang jenis Destroyer. Agar jika
sekali waktu (bisa saja kan) ketemu dengen Destroyer China di Laut China
Selatan tidak kalah mental. China tidak mengklaim Natuna tetapi perairan ZEE
Natuna masih tumpang tindih. ZEE kita
jelas sah dan diakui internasional. Sementara ZEE yang diklaim si lidah naga
baru sebatas klaim, belum sah.
Hot spot yang perlu perhatian ekstra adalah Natuna. Kedepan ini bisa saja pecah pertempuran sporadis
di kawasan itu yang bisa melebar ke segala penjuru. Kesiapan kita saat ini adalah dengan mengerahkan
tiga kapal perang Bung Tomo Class dan satu kapal perang KRI Fatahillah bersama
sejumlah Kapal Cepat Rudal dan Parchim Class.
Meski kita sudah memiliki ratusan KRI berbagai jenis tetapi untuk striking
force jelas masih kurang. Apalagi untuk
memenuhi kebutuhan tiga armada tempur.
Maka lima tahun kedepan seyogyanya minimal sudah tersedia lima kapal
perang kelas Real Fregat. Sementara armada kapal selam kita dalam lima tahun
kedepan sudah bisa mencapai 8 unit. Lumayanlah.
Menhan kita yang baru ini diyakini bisa mengambil keputusan yang cepat, tepat,
lugas dan cerdas. Lima tahun kedepan ini adalah pertaruhan pemenuhan MEF, baru
sekedar kebutuhan minimal lho. Mestinya
pola pikir kita tidak dalam rangka memenuhi target MEF lagi tapi lebih dari
itu, menuju kekuatan pertahanan yang disegani. Jenderal Prabowo punya visi
besar itu.
****
Surabaya, 5 Nopember 2019
Jagarin Pane