Ketika ada rumor bahwa jendral bintang tiga Prabowo Subianto akan menjadi
Menhan di Kabinet Jokowi jilid dua, kita sangat antusias menyambutnya. Dan ketika rumor itu menjadi kenyataan,
Prabowo jadi Menhan maka kita sudah langsung mengibarkan bendera optimis bahwa proyek
MEF (Minimum Essential Force) dan modernisasi militer Indonesia akan berjalan dengan
langkah tegap.
Prabowo adalah prajurit tempur sejati dan berani. Pengalamannya di
organisasi tentara tidak usah ditanya dengan seabreg prestasi. Silakan tanya
Mbah Gugel. Termasuk sukses membebaskan puluhan sandera peneliti Tim Lorentz di
Papua tahun 1996. Wilayah teritori Prabowo adalah adrenalin negara, militer.
Maka salut untuk Jokowi yang menempatkan bekas rivalnya di Pilpres menduduki
posisi strategis, Menteri Pertahanan.
Tank Harimau Pindad, kebanggaan nasional |
Kementerian Pertahanan yang tahun depan mendapat kucuran anggaran 131 T, terbesar
diantara kementerian lain punya hajat besar yang berkelanjutan yaitu proyek MEF
jilid terakhir. MEF jilid I tahun 2010-2014, MEF jilid II tahun 2015-2019 dan
yang terakhir MEF jilid III 2020-2024. Harus diakui MEF jilid I dengan nakhoda sipil
Purnomo Yusgiantoro sukses dengan pengadaan alutsista skala besar.
Harus diakui juga pada MEF jilid II saat ini ada ketersendatan program. Contohnya pengadaan jet tempur Sukhoi SU35
yang prosesnya sepanjang periode MEF II tak juga kunjung selesai. Termasuk proyek pengadaan kapal perang
striking force, ramai terus soal apakah pilih Iver atau PKR. MEF jilid II kurang terasa gregetnya. Pengadaan
11 jet tempur Sukhoi SU35 sudah disediakan anggarannya jauh-jauh hari. Bahkan
sebelum ada ancaman CAATSA dari AS.
Prabowo datang dengan semangat dan derap langkah yang tegas dan
berkarakter. Tugas dia adalah membaguskan kembali kinerja Kemenhan dengan
manajemen anggaran yang produktif. Tugas dia adalah membereskan iuran proyek
kerjasama teknologi pembuatan jet tempur dengan Korea Selatan KFX/IFX. Tunggakan
iuran Indonesia di proyek ini semestinya tidak terjadi dan meluas pemberitaannya
di media internasional. Termasuk juga sengketa proyek satelit militer dimana
Kemenhan dikenakan denda jutaan dollar.
Tank amfibi BT-3F sedang dinanti kedatangannya |
Masih banyak pekerjaan besar yang harus diselesaikan di MEF III. Pangkalan militer di Natuna belum punya
payung pertahanan yang kuat. Lalu ada
pembangunan pangkalan militer di Morotai, Saumlaki, Biak dan Merauke yang memerlukan
kecepatan koordinasi, komunikasi dan alokasi anggaran. Belum lagi soal pengadaan jet tempur F16
Viper, helikopter Apache, helikopter Chinook. Syukur-syukur didatangkan pesawat
pengebom strategis.
Posisi geostrategis Indonesia mengharuskan negeri ini memperkuat Angkatan
Laut dan Udara. Prabowo tidak usah
diajari soal itu. Belum lagi soal postur kekuatan milter di Kalimantan Timur
yang akan menjadi ibukota negara. Harus punya pengamanan pertahanan berlapis. Pembentukan
Kogabwilhan, pembentukan Kostrad Divisi Tiga, Armada Tiga, Pasmar Tiga, Koopsau
Tiga harus segera diisi dengan beragam jenis alutsista canggih. Tidak sekedar
merelokasi alutsista jadul dari Jawa.
Kita sedang berlomba dengan waktu untuk menguatkan militer kita. Ini tidak
bisa dikelola dengan manajemen pertahanan yang konvensional. Dibutuhkan figur leader bukan manager. Prabowo
diyakini punya kemampuan out of the box, punya inovasi. Dan punya adrenalin di teritori adrenalin.
Terus terang ketika Pilpres kemarin kita tidak memilihnya karena sejatinya
wilayah dan wajahnya adalah wilayah militer dan pertahanan negeri, wilayah
adrenalin negara.
Modernisasi militer Indonesia memerlukan figur yang kuat dan mampu
mengambil keputusan yang tegas. Proyek alutsista skala besar dengan anggaran
besar tentu menjadi ruang tarik menarik berbagai kepentingan. Kemenhan menjadi “madu” yang menjadi daya
tarik para “semut” mengerumuninya. Kepemimpinan yang banyak dirubungi semut
berbagai kepentingan itu harus mampu melakukan koordinasi, komunikasi cerdas dan
mengambil keputusan tegas dan cepat.
Kita percaya sebagaimana harapan Presiden Jokowi bahwa militer Indonesia
harus kuat seperti kekuatan ekonomi kita yang ditargetkan masuk 10 besar dua
dekade mendatang. Maka datangkanlah dengan segera berbagai jenis alutsista canggih untuk
mengimplementasikan manajemen network centric warfare. Jangan lupa tingkatkan
juga kesejahteraan prajuritnya, itu syarat utamanya.
****
Yogya, 24 Oktober 2019
Jagarin Pane