Beradu luwes, beradu lincah, bergerak cepat, diam-diam dan berpacu dengan waktu, adalah irama yang
sedang diperlihatkan Indonesia dalam diplomasi perdagangannya dengan Amerika
Serikat. Sebabnya cuma satu, agar fasilitas yang bernama GSP yang diberikan
negara adidaya itu masih bisa diperpanjang nafasnya untuk Indonesia.
GSP (Generalized System of Preferences) adalah fasilitas kemudahan
perdagangan yang diberikan AS untuk negara-negara berkembang dengan cara
membebaskan bea masuk ribuan produk negara-negara tersebut. Ada sekitar 3.500 produk
ekspor RI yang boleh lenggang kangkung diberikan kemudahan masuk ke AS. Ini sudah berlangsung puluhan tahun.
Nah, pak Donald mulai mendehem neh. Dengan China terang-terangan dan tegas melakukan perang
dagang. Maka Indonesia mengantisipasinya
dengan melakukan diplomasi perdagangan selama dua tahun terakhir ini dengan
Paman Sam. Kita ketahui bahwa sejak
Oktober 2017 AS meninjau ulang pemberian fasilitas GSP terhadap 25 negara
termasuk Indonesia. Untungnya kita masih punya “kartu remi” yang sangat
diperlukan Uak Sam utamanya dalam menghadapi menggeliatnya militer China di
Laut China Selatan (LCS).
Helikopter Apache Penerbad, akan ditambah lagi |
Maka kartu remi dimainkan Indonesia dengan menerima tawaran Menhan AS untuk
membeli sejumlah alutsista berkelas dari
Paman Sam. Pengadaan alutsista
semacam jet tempur F16 Viper, Hercules seri J dan Apache bermanfaat untuk menyeimbangkan
neraca perdagangan kedua negara yang selama ini menguntungkan kita. Artinya
tidak lagi dipelototi Trump.
Ini juga seirama dengan rencana strategis pertahanan RI yang akan menambah
skadron-skadron tempurnya. Maka penambahan minimal 32 unit jet tempur F16 Blok
70 Viper adalah sebuah langkah cemerlang dan akan terlaksana dalam MEF jilid
III. Indonesia juga sudah mendapatkan 8 Helikopter serang Apache dan diprediksi
akan menambah 8 unit lagi.
Selain alutsista diatas yang paling sering didengungkan adalah pengadaan 6
pesawat Hercules seri terbaru. Pak Menhan sudah disambut di Pentagon untuk
memastikan pembelian pesawat militer angkut berat yang legendaris itu. Program
beli ini juga agar AS bisa memberikan kelonggaran untuk pengadaan jet tempur
Sukhoi SU35 dari Rusia yang masih tersendat karena DP tidak bisa cair.
F16 Viper yang digadang-gadang itu |
Itulah kenyataan yang kita hadapi karena sang adidaya lagi galak-galaknya
kepada siapa pun yang mau mengganggu hegemoni Yues’e di segala bidang. Raksasa China
aja diajak gelut alias perang dagang, dengan Iran sekarang sedang demam tinggi,
Rusia dikenakan sanksi ekonomi ketat, Venezuela diadu domba dan lain-lain.
Untuk kepentingan geo strategis AS di LCS maka Trump memerlukan dukungan
Indonesia. Artinya masih ada kekuatan bargaining bagi kita soal GSP tadi. Kita memang lagi butuh peningkatan kualitas
dan kuantitas alutsista. Dan karena
sudah ditawari juga oleh Menhan AS pada waktu berkunjung ke Jakarta maka tidak
eloklah kalau tidak diambil.
Anggaran pertahanan kita tahun depan juga meningkat bagus mencapai 126
Trilyun rupiah. GSP untuk produk ekspor
kita ke AS juga masih bisa diperpanjang. Sekalian bisa mencairkan kebuntuan
soal pembelian 11 jet tempur Sukhoi SU35 dari Rusia yang terhambat Bank Garansi
untuk DPnya. Semua itu bisa dihasilkan
dengan model diplomasi perdagangan yang cerdas, lincah dan luwes.
Kita meyakini bahwa kontrak pengadaan Jet tempur F16 Viper, Hercules,
Apache akan diselesaikan Oktober tahun ini dan barangnya mulai berdatangan di episode
MEF jilid III (2020-2024). Diplomasi Viper membutuhkan gerak lincah luwes dan
bergerak cepat diam-diam seperti seekor ular Viper. Karena kita pun bakalan mendapat Viper, jet
tempur F16 Blok 70 paling mutakhir, lincah dan mematikan.
*****
Yogya, 24 Mei 2019
Jagarin Pane