Negeri kepulauan ini pusatnya adalah pulau Jawa sekaligus jantungnya
Indonesia. Jadi urusan merawat kesehatan
dan keamanan jantung adalah prioritas utama. Ada separuh populasi penduduk
negeri ini bermukim di Jawa, padahal pulau ini paling kecil diantara lima pulau
besar. Disini juga pusat pemerintahan, pusat ekonomi dan industri, pusat peredaran
mata uang dan tentu saja pusat pertahanan kita.
Itu sebabnya dua divisi Kostrad ada di Jawa, juga dua divisi Marinir, dua Armada
KRI, tiga skadron jet tempur. Artinya se
apes-apesnya pertahanan negeri ini yang mampu diobrak abrik negeri agressor,
setidaknya Jawa akan memberikan payung pertahanan terakhir dan akan dipertahankan
sampai titik darah penghabisan.
Pertahanan udara jarak jauh dan mobile, jet tempur |
Meski kita sedang memperkuat pertahanan di wilayah perbatasan seperti
Natuna, Tarakan, Kupang dan Sorong namun konsep pertahanan untuk pulau Jawa
adalah yang nomor satu. Dan titik
krusial yang paling penting untuk diamati adalah selatan pulau Jawa. Lho kok bisa,
bukankah selatan pulau Jawa bersinggungan dengan lautan dalam yang sepi dan
nyaris tak ada keramaian lalulintas kapal.
Iya benar tetapi jarak udara pulau Christmast ke Jakarta hanya 1200 km. Terlalu dekat untuk dicapai jet tempur atau
bomber negeri yang menggunakan fasilitas pangkalan disana. Teknologi
pertempuran masa depan juga memastikan Jakarta ada dalam genggaman serangan
udara yang sangat mudah dihancurkan. Saat ini praktis tidak ada payung udara area
pelindung ibukota.
Kehadiran jet tempur siluman F35 di selatan negeri atau bahkan F22 Raptor
sudah wira wiri tanpa ketahuan, boleh jadi dalam strategi militer begitu
telanjangnya Jakarta dan kota-kota besar lainnya di Jawa. Belum lagi perairan
Selatan Jawa dan Selat Sunda yang dalam, sebagai lintasan kapal induk sangat
dekat dengan ibukota.
Bagaimana merawat dan menjaga jantung itu dari berbagai indikasi serangan
jantung, tentu sudah ada dalam benak pemikir strategis pertahanan Indonesia.
Maka penempatan skadron jet tempur Sukhoi SU35 di Jawa dan pergelaran satuan
peluru kendali darat ke udara jarak menengah di ibukota dan kota besar di Jawa
adalah langkah cerdas.
Laut Cina Selatan, sudah terjadi |
Natuna kita perkuat sebagai pangkalan militer garis depan, juga Tarakan,
Kupang, Biak dan Sorong sebagai pangkalan militer di perbatasan. Hampir semua posisi pertahanan garis depan
itu menghadap utara atau di atas Jawa. Artinya posisi pertahanan negeri
menghadapi posisi musuh dari utara. Jadi Jawa punya perisai pangkalan militer
di utara negeri, tapi di selatan tidak ada.
Menguatkan payung pertahanan Jawa adalah dengan menempatkan posisi satuan
radar teknologi terkini berlapis baik radar pasif maupun radar aktif. Perluasan
jangkauan pertahanan udara dari sekedar pertahanan hanud titik menjadi hanud
area adalah untuk menghilangkan missing link dari jet tempur ke pertahanan
pangkalan dan obyek vital.
Jet tempur adalah model pertahanan udara jarak jauh, sangat mobile dan pre
emptive strike. Sangat perlu dilapis dengan model pertahanan udara area dengan
menempatkan satuan peluru kendali darat ke udara jarak menengah yang bisa
dipindah-pindah. Dan lapisan terakhir dengan pertahanan udara titik atau
pertahanan udara pangkalan dan obyek vital dengan satuan peluru kendali jarak
pendek.
Tiga lapis pertahanan udara ini sudah maksimal dan tentu memerlukan bahasa
komunikasi dan koordinasi alias interoperability antar satuan. Kita tidak perlu
membahas bahasa teknisnya karena ini wilayah inteligent network military. Tetapi
intinya adalah jangan sampai terjadi insiden friendly fire atau hancurnya tiga
lapis pertahanan udara sekaligus dalam mengelola manajemen pertempuran modern
yang penuh dengan tipudaya teknologi terkini.
Masa depan militer kita adalah menyempurnakan 3 lapis pertahanan udara
dengan prioritas Jawa. Penambahan jumlah jet tempur, penempatan satuan peluru
kendali darat ke udara jarak menengah, satuan peluru kendali jarak pendek dan
penguatan radar berlapis mutlak diperlukan. Lima tahun ke depan diprediksi
kekuatan tiga lapis itu bisa tercapai.
Masa depan negeri ini selain pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan juga
ditentukan oleh kekuatan militernya, tidak sekedar pintar dan cerdas
berdiplomasi. Masa depan kawasan kita
adalah memperebutkan sumber daya energi.
Masa depan kawasan kita adalah pertarungan memperebutkan hegemoni
ekonomi dan militer antara penantang Cina dan petahana AS.
Maka kita tidak boleh lengah atau berantai-santai untuk soal ini. Keterbatasan
sumber daya energi masa depan membuat setiap negara mencari terus menerus sumber
daya energi di setiap sudut bumi. Teritori kita kaya dengan sumber daya energi.
Maka untuk menjaganya kita wajib perkuat terus lapis pertahanan kita dengan
sekuat-kuatnya.
Sama dengan orang yang lapar, dia akan mengais makanan tidak peduli asal
usulnya. Masa depan dunia adalah lapar dengan sumber daya energi. Maka perebutan sumber daya energi akan
terjadi. Laut Cina Selatan sudah terjadi, boleh jadi besok atau lusa Papua dan
Arafuru. Salah satu cara efektif adalah lumpuhkan jantungnya dulu. Dan dia adalah Jawa.
****
Solo, 26 Nopember 2018
Jagarin Pane