Berbagai jenis alutsista yang terus berdatangan di tanah
air tentu sangat mengembirakan. Program MEF (Minimum Essential Force) yang
sudah dimulai sejak tujuh tahun lalu memberikan banyak inventori alutsista
berteknologi untuk segala matra.
Pertanyaannya adalah sudah kuatkah kita. Maka jawaban lugasnya adalah
belum. Sebab kita baru dalam kondisi untuk memulihkan kondisi persenjataan TNI
yang selama ini gizi alutsistanya memprihatinkan.
Berbagai jenis alutsista yang datang mulai dari Tank
Leopard, Tank Marder, Panser Anoa, MLRS Astross, Artileri Caesar Nexter, Artileri
KH178, KH179, Helikopter Mi35, M117, Bell 412, Kapal Cepat Rudal, Kapal Patroli
Cepat, Kapal LPD, LST, Korvet, Light Fregat, PKR10514, Kapal Selam, Tank Amfibi
BMP3F, Pandur II, Arisgator, MLRS Vampire, RM Grad, berbagai jenis peluru
kendali, Jet Tempur F16 blok 52 Id, Golden Eagle, Super Tucano, Hercules, CN
295, Radar Militer, Helikopter Comat SAR Caracal, Helikopter Anti Kapal Selam,
Drone, dan lain-lain adalah dalam rangka mencukupi gizi alutsista tentara kita
yang selama ini kurang diperhatikan.
Yang baru datang, artileri M109 |
Adalah sebuah “fardhu kifayah” alias kewajiban mutlak dari
pemerintah untuk memperkuat pertahanan negeri kepulauan ini yang luasnya setara
Eropa. Apabila fardu kifayah ini tidak dilaksanakan atau terlambat dilakukan
maka menjadi dosa bersama karena warisan NKRI yang kaya dan hebat ini tidak
dimarwahkan dan dimartabatkan melalui kekuatan TNI yang sepadan dengan besarnya
kedaulatan teritori yang harus dijaga.
Alhamdulillah, dua sektor utama dan vital sedang
dihebatkan saat ini. Infrastruktur sedang dikembangkuatkan. Jalan tol dibangun
untuk menguatkan daya tahan konektivitas. Jalan-jalan di perbatasan teritori
negeri dibanguntumbuhkan untuk mempermudah akses ekonomi dan pertahanan. Pelabuhan
laut, Bandar Udara, Bendungan, Jembatan dibaguskan sekaligus ditambah kuantitas
dan kualitasnya. Sektor pertahanan juga dikembangkuatkan untuk memastikan
kewibawaan teritori NKRI.
Dalam era demokrasi saat ini suara-suara sumbang tentang
penguatan infrastruktur dan pertahanan akan selalu ada. Dalam pandangan kita
dua sektor ini sangat pantas untuk dinomorsatukan. Kita sudah sangat tertinggal
di dua sektor ini. Kita kejar
ketertinggalan itu agar kita mampu bersaing dalam investasi dan kewibawaan
kedaulatan. Membangun kekuatan ekonomi tidak bisa tidak harus menguatkan
jaringan infrastruktur. Membangun
kekuatan teritori tidak bisa tidak harus menguatkan interoperability alutsista.
Yang baru diresmikan KRI 332 I Gusti Ngurah Rai |
Khusus dalam mengembangkuatkan militer, catatan kita
adalah lebih seringlah berkoordinasi, berkomunikasi dan berinteraksi antara
sesama petinggi. Petinggi Kemhan, petinggi TNI adalah person yang diamanahi
untuk menghebatkan tentara kita.
Anggaran sudah disediakan bahkan menjadi nomor satu terbanyak pada tahun
2018. Jangan sampai soal kebijakan pembelian alutsista saling menumpahkan
curahan hati ke media atau saling menyalahkan satu sama lain.
Soal pembelian helikopter AW101 misalnya menjadi contoh
kurangnya koordinasi dan bahkan saling melempar tanggung jawab, akhirnya
terbuka korupsinya. Juga proses pengadaan 11 jet tempur Sukhoi SU35 yang
memakan waktu bertahun-tahun memberikan kesan kurang greget dalam bermanajemen.
Anggaran sudah disediakan jauh-jauh hari namun proses pengadaannya
bertele-tele. Duit sudah ada kok malah mbulet.
Ketika jaman Trikora dan Dwikora kita hanya butuh tujuh
tahun untuk menghebatkan militer kita menjadi yang terkuat di bumi selatan
khatulistiwa. Padahal waktu itu kekuatan
ekonomi kita tidak sehebat sekarang ini.
Menghebatkan militer pada jaman Trikora dan Dwikora tidak ada
ribut-ribut soal pembelian alutsista, tidak juga terdengar adanya korupsi.
Semua dilakukan demi sebuah marwah: Bangsaku hebat, ini dadaku mana dadamu.
Sekarang, kekuatan militer kita belum sehebat jaman
Dwikora yang memiliki 12 kapal selam, pesawat pembom strategis, ratusan kapal perang. Pertumbuhan ekonomi jauh lebih baik, GDP kita
masuk 15 besar dunia, tingkat kesejahteraan meningkat bagus. Tetapi manejemen pengadaan alutsista tidak
sehebat jaman Dwikora yang benar-benar fokus untuk menguatkan militer kita.
Karena kondisi regional waktu itu penuh dengan konflik dan konfrontasi.
Minggu-minggu mendatang akan datang lagi kapal latih
layar tinggi KRI Bimasuci, kemudian kapal selam KRI Ardadedali 404, 5 jet
tempur F16 blok 52, 2 Hercules, Torpedo kapal selam, Helikopter Apache, Helikopter
Mi26, peluru kendali darat ke udara jarak sedang NASAMS dan lain-lain. Kontrak
pengadaan Sukhoi SU35 dalam waktu dekat, juga kontrak-kontrak pengadaan yang
lain seperti radar Weibel, Oerlikon Skyshield, kapal perang jenis PKR10514
tahap kedua, kapal cepat rudal.
Tahun 2018 dan seterusnya akan banyak kontrak pengadaan
alutsista skala besar. Peluang besar ada
di pengadaan jet tempur F16 Viper, lanjutan pengadaan kapal selam ke 4 dan 5
Nagapasa Class, produksi Tank Pindad-FNSS Turki, Panser Amfibi, MLRS Vampire,
Nassams batch 2, satelit militer, pesawat AEW&C dan lain-lain. Termasuk
juga penyelesaian tahap akhir pangkalan militer segala matra di Natuna, pangkalan
AL di Teluk Ratai Lampung dan penempatan
permanen 1 flight jet tempur di Kupang dan Biak.
Menghebatkan infrastruktur dan pertahanan adalah soal
keberanian dan kepastian. Bahwa dua
sektor ini sangat dibutuhkan bagi sebuah negara kepulauan yang luas dan indah
ini. Kita sudah tertinggal jauh di bidang ini. Kita kejar ketertinggalan ini,
kita bangun infrastruktur di segala lini termasuk di kawasan perbatasan. Kita
kuatkan benteng pertahanan dan sinergi keduanya, infrastruktur dan pertahanan
akan memastikan bahwa kita sedang membangun harga diri, harga investasi dan
harga kesejahteraan. Percayalah.
****
Jagarin Pane / 08 Nopember 2017