Militer Indonesia sedang berduka. Sebuah pesawat angkut
berat Hercules A1334 milik skadron 32 Abd Rahman Saleh Malang, rute
Timika-Wamena Papua jatuh menjelang landing di Bandara Wamena Minggu tgl 18
Desember 2016. Sebanyak 13 prajurit TNI AU gugur dalam menjalankan tugas
latihan konversi pilot definitif.
Seperti biasa berbagai jenis kelamin media, apakah dia
bernama media layar kaca, layar baca, layar internet, dan bahkan media sosial
meramaikan suasana dukacita musibah itu untuk membombardir predikat hibah yang
disandangkan pada pesawat yang kena musibah.
Karena pesawat bekas hibah lalu kena musibah,maka ramai-ramai mencari
salah, korbannya adalah hibah. Untung saja gak ada yang ngomong bedebah.
Mestinya musibah apapun disikapi dengan nurani yang
bening sembari merenungkan makna dibalik setiap musibah. Bahwa kombinasi
teknologi terkini, kecakapan pilot, faktor cuaca, beban pesawat adalah bagian
dari instrumen berhasilnya jalan terbang pesawat. Pesawat Hercules A1334 itu memang pesawat tua
tetapi seluruh instrumen mesin, avionik, radar sudah diperbaharui. Artinya teknologinya sudah terkini.
Hercules A-1334 |
Kita terpaku pada usia jam terbang dan mengecilkan peran overhaul,
retrofit atau pembaharuan instrumen. Sama
pemikirannya ketika kita sedang naik jip hardtop yang mesinnya sudah diganti
dengan mesin Kijang, bawaan kita masih pada bangunan fisik hardtopnya. Kita terpaku pada usia pesawat naas yang
sudah berusia 34 tahun, lalu berandai-andai dengan argumen ghibah.
Kita mungkin sudah lupa bahwa jatuhnya pesawat tempur
Super Tucano di Malang 10 Februari 2016, bukanlah karena pesawat sudah tua. Itu pesawat masih sangat baru dari
pabrikannya di Brazil. Kita pesan 16
unit pesawat ini dari Brazil. Atau naasnya pesawat aorobatic T50 Golden Eagle
di Yogya tanggal 20 Desember 2015 dalam serial pertunjukan manuver. Pesawatnya
baru banget, masih gres, beli dari Korsel sebanyak 16 unit alias satu skadron.
Tidak ada yang hibah disini.
Lebih dramatis lagi pesawat yang benar-benar baru keluar
pabrik, jenis angkut berat militer A400M buatan Airbus Spanyol, terjerembab di
dekat bandara Sevilla Spanyol tangal 9 Mei 2015. Pesawat yang mampu membawa muatan 37 ton itu
harus tamat riwayatnya di depan pabriknya sendiri. Masih ingat Lion air yang jatuh di laut dekat
Bandara Ngurah rai tanggal 13 April 2013 menjelang landing. Apakah itu pesawat tua ? tentu tidak, umurnya
masih sangat muda.
Tidak ada yang perlu dikhawatirkan dengan program
kerjasama militer RI_Australia soal pesanan 9 Hercules bekas, 4 diantaranya
hibah dan sisanya beli second. Seluruh
pesawat itu diretrofit dulu semua instrumennya.
Empat pesawat hibah yang diretrofit itu ongkosnya ditanggung Indonesia. Jadi
gak hibah-hibah gitu aja, dibagusin dulu, uji coba, bayar, lalu dibawa ke tanah
air. Sebagai catatan 4 pesawat hibah berbayar yang sudah di retrofit itu yang
bernomor seri A1330-A1333 bagus-bagus aja tuh sampai saat ini.
Lalu ketika jet tempur T50 Golden Eagle jatuh di Yogya,
atau Super Tucano nubruk rumah di Malang, atau Helikopter Mi17 jatuh di Kaltara,
atau Lion nyemplung di laut Bali, atau A400M jatuh di depan pabriknya. Apakah
semua musibah itu karena faktor hibah atau barang bekas, tentu tidak, karena
waktu itu si hibah sedang tidur, tidak pantas dan tidak layak jadi korban
ghibah.
KRI REM331, benar-benar baru kerjasama teknologi |
Mengapa harus ada jurnalisme ghibah yang menjuruh fitnah.
Karena kita belum mampu menjalankan amanah dengan fathonah. Kita lihat beberapa
media televisi, bukan memberitakan secara obyektif tetapi memberitakan lewat
sudut pandang, maksudnya sudut pandang pemiliknya. Kasihan awak medianya, harusnya membela yang
benar berganti dengan membela yang bayar.
Anggaran pertahanan kita belum sebesar yang
diharapkan. Tahun depan dapat kucuran 108
trilyun, Alhamdulillah. Kalau bicara soal anggaran, baru lima tahun inilah
pembesaran anggaran terlihat bagus, naik secara signifikan. Tetapi selama puluhan tahun sebelum itu kita
telah melemahkan militer kita sendiri dengan kucuran anggaran yang seuprit
sehingga ketika para tetangga sudah modern militernya barulah kita terbangun.
Kita baru sadar dengan negeri kepulauan terbesar sedunia
ini, sumber daya alamnya melimpah, populasinya ratusan juta tetapi militernya
hampir tidak punya gigi alias sedikitnya alutsista apalagi yang berkualitas. Maka program beli 24 F16 bekas dilakukan
dengan duit $750 juta. Demikian juga dengan program pengadaan 9 Hercules bekas
dari Australia. Salah? Tidak juga karena
kuantitas alutsista kita memang terlanjur malu-maluin sehingga butuh kuantitas
agar coverage patroli dan angkut logistik terpenuhi.
Lagian kalau ada pesawat jatuh tidak mutlak si hibah jadi
korban fitnah. Banyak faktor penyebab
sehingga penelitian nanti yang akan menjawabnya. Sayangnya ketika hasil penelitian nanti
diungkap “suasana emosional” sebagian besar kita sudah surut, sehingga tak
menjadi perhatian lagi. Itulah sebagian
besar kita, mudah difitnah media melalui diskusi ilmiah (katanya) dengan
pengamat level kuliah, berlagak amanah ternyata kurang fathonah.
Mumpung bulan Maulid, duhai media, kembalilah kepada
kriteria shiddiq, tabligh, amanah dan fathonah.
Beritakan, tablighkan, sampaikan segala sesuatu dengan benar, dengan
shiddiq sebagai bagian dari tugas yang penuh tanggung jawab, amanah. Semua itu harus dibungkus dengan kecerdasan,
fathonah agar kita terhindar dari ghibah dan fitnah. Kasian si hibah jadi korban
fitnah karena musibah.
Jagarin Pane / 20 Des 2016