Selama ini boleh jadi khalayak memandang perkuatan
militer kita di Natuna dimaksud untuk menghadang klaim ZEE, infiltrasi dan
bahkan invasi dari negeri semilyar ummat, Cina. Terjadinya intersep terhadap
satu pesawat TUDM jenis angkut berat Hercules oleh dua jet tempur F16 belum
lama berselang membuka ruang baca dan ruang lihat khalayak bahwa memang Natuna
itu strategis sebagai pangkalan militer segala matra.
Memperkuat Natuna seperti sebuah pepatah, sekali mendayung
dua tiga pulau terlampaui. Selain untuk menghadang Cina, ternyata blokade
terhadap Malaysia pun bisa dilakukan manakala terjadi ribut-ribut soal Ambalat. Pihak Malaysia pun pasti sudah
memperhitungkan dampak pembangunan pangkalan militer di Natuna dalam strategi
pertahanan negeri itu. Natuna
mengharuskan Sarawak dan Sabah memperkuat diri secara militer, berbagi kekuatan
alutsista dengan Semenanjung.
Jet Tempur F16 blok52 Id TNI AU |
Lima tahun ke depan, Natuna diyakini sudah memiliki
fasilitas tempur yang berkualitas. Pangkalan angkatan udara dan pangkalan
angkatan laut sudah beroperasi penuh. Artinya menempatkan secara permanen 1
skuadron jet tempur dan 7-9 KRI striking force bersama 1 brigade gabungan sudah
menjadi kenyataan. Jika dalam kondisi
siap siaga seperti itu dengan dukungan alutsista berkualitas, kemudian muncul
konflik Ambalat, maka kekuatan militer Natuna bisa jadi kartu truft blokade
militer antara Semenanjung dan Malaysia Timur.
Dalam lima tahun ke depan dengan anggaran militer yang
terus meningkat diprediksi akan ada tambahan 2 kapal perang jenis destroyer, 6
kapal perang jenis fregat dan 16 kapal perang jenis KCR 60m. Jumlah kapal selam
baru kita juga akan bisa mencapai 6-8 unit dengan asumsi Cakra Class pensiun
dan isian kapal selam baru itu dari jenis Changbogo dan jenis lain yang
digadang-gadang sebagai herder bawah laut.
Sementara untuk matra udara diharapkan 1 skuadron Sukhoi
SU35 sudah beroperasi penuh bersama 1 skuadron F16 Viper. Sehingga alokasi penempatan 1 Skuadron
fighter di Natuna dari beberapa jenis jet tempur yang dimiliki sangat
dimungkinkan. Apalagi golden eagle sudah diberi radar dan rudal sehingga mampu
melakukan patroli udara secara efektif.
Bersamaan dengan itu satelit militer kita yang super
canggih sudah beroperasi penuh. Semua kapal perang striking force kita sudah
memilik kualitas persenjataan yang modern sehingga mampu bersinergi dengan
alutsista AU dan AD dalam mekanisme interoperability yang berkualitas
tinggi. Artinya pada saat itu kekuatan
militer Indonesia sudah jauh mengungguli kekuatan militer Malaysia. Tahapan
program MEF-2 saat ini dan MEF-3 berikutnya diyakini akan membawa kualitas
alutsista militer Indonesia menuju yang terbaik di rantau ASEAN.
KRI Yos Sudarso menembakkan rudal C802 |
Anggaran militer Indonesia tahun ini mencapai 108,7
trilyun rupiah sesuai dengan APBNP yang sudah disetujui. Jadi meningkat 9,3 T
dari anggaran APBN 2016 sebelumnya. Angka ini sebenarnya hanya 0,88% dari PDB
Indonesia yang tahun ini berada di angka 12.371 trilyun rupiah. Sementara prediksi anggaran pertahanan tahun
2017 bisa mencapai angka 120 T jika
persentase tetap 0.88% dari PDB kita yang diprediksi mencapai 13.744
trilyun rupiah. Jika rasionya dinaikkan menjadi 1% saja dari PDB maka anggaran
pertahanan tahun 2017 akan mencapai 137 trilyun rupiah. Jika rasio dengan PDB
dinaikkan jadi 1,5% angkanya akan sangat menakjubkan.
Kita optimis anggaran pertahanan akan naik secara
signifikan. Dukungan parlemen sangat membantu Pemerintah memberikan jalan yang
terbaik bagi peningkatan kualitas militer kita.
Oleh sebab itu jendela yang perlu dibuka untuk melihat cakrawala bagus
ini adalah kesediaan si pemilik anggaran untuk membeli alutsista dengan mekanisme
transfer teknologi dan mengutamakan produksi dalam negeri. Misalnya produksi
KCR 60 meter yang dianggarkan cukup besar, serta kerjasama produksi kapal
perang jenis PKR 10514 yang sangat dimungkinkan dapat menjadi produk andalan
PAL pada produksi ke lima dan seterusnya.
Ketika Natuna telah berubah menjadi sebuah pangkalan
militer gahar maka situasi ini pasti akan membuat Malaysia salah tingkah dan
sedikit gugup. Gerakan kapal perang dan
pesawat militer mereka jelas akan terpantau dan terdeteksi kuat dengan berbagai
radar statis dan dinamis yang kita miliki. Bayangkan saja pemisah daratan
Semenanjung Malaysia dan Malaysia Timur terdapat satu pangkalan militer negara
lain yang punya sejarah konfrontasi. Tentu ini menggelisahkan.
Jelas ini manfaat ganda bagi kita meski pada awalnya
tujuan pembangunan pangkalan militer di Natuna adalah untuk menghadang ambisi
teritori Cina di Laut Cina Selatan. Dengan
begitu makin jelas nilai guna dan nilai gengsi sebuah pangkalan militer
terdepan kita. Mata dan telinga militer kita
tetap ke utara tetapi tidak salah juga melirik ke kiri dan ke kanan, apalagi
ketika menoleh ke kiri dan ke kanan pakai mendelik. Dijamin berdebar yang dilirik.
Jadi insiden intersep alias penyergapan 2 jet tempur F16 itu punya makna jangka
panjang. Makna jangka panjang itu adalah
kita punya kartu truft yang menentukan manakala konflik Ambalat memanas dan
menjurus ke perang terbuka. Natuna dan
armada barat Indonesia akan mengambil peran penting untuk memperlemah kekuatan
militer Malaysia di Sabah dan Sarawak melalui blokade militer.
Meski pun begitu berteman dengan jiran adalah kebaikan
silaturrahim yang mendatangkan manfaat berkah berlipat-lipat bagi kedua negara,
dan saling ketergantungan satu sama lain. Indonesia dan Malaysia adalah dua
negara yang punya banyak kesamaan dalam segala hal. Jadi kehadiran pangkalan militer di Natuna
adalah untuk menjaga nilai persahabatan itu. Bukankah dengan memiliki kekuatan
militer yang disegani, para jiran tentu akan menghargai persepsi diplomasi dan
kehormatan teritori NKRI. Itulah makna sesungguhnya.
****
Jagarin Pane /01072016