Sebuah solusi wajib telah diperlihatkan pemerintah dengan
menggelontorkan dana besar untuk mengembangkuatkan pangkalan militer Natuna.
Lewat pintu APBN-P 2016 dikucurkan dana besar 1,3 Trilyun untuk memperkuat
teritori Natuna yang sering disenggol bahkan ditabrak kewibawaan teritorinya.
Ini solusi wajib sebab jika tidak sekarang, maka buyarlah harapan membangun
benteng berkapasitas banteng. Jangan menunda-nunda lagi karena ancaman sudah
nyata.
Demikian juga dengan kucuran anggaran pertahanan dalam
tiga tahun masa pemerintahan Jokowi mendatang.
Prediksi yang dijadikan indikator adalah ancaman itu sudah nyata,
ancaman itu bukan wacana tapi sudah di depan mata. Kalau masih ada yang bilang kita tak punya
musuh berarti mata pikirnya atau jernih hatinya sedang terserang katarak. Musuh
militer Indonesia jelas di depan mata meski secara diplomatik kita tak punya
musuh. Itu kan bahasa diplomatik.
Kontrak 8 SU35 selesai Agustus tahun ini |
Perairan Natuna sudah menjadi ruangan uji nyali bagi
militer Indonesia. Sudah berulang kali kapal
nelayan Cina dan tetangga lain memasuki peraairan ZEE Natuna. Terakhir beberapa hari lalu KRI Imam Bonjol
384 menangkap 1 dari 12 kapal nelayan Cina yang memasuki ZEE Natuna. Drama di
lapangan cukup menegangkan karena kapal Coast Guard Cina yang ukurannya besar
berupaya mendatangi dan menghalangi KRI yang membawa kapal nelayan Cina ke
pelabuhan Natuna. Namun 4 KRI yang berada di sekitar kejadian mampu mengusir
kapal penjaga pantai Cina.
Pertanyaannya kan bukan sekedar urusan dengan kapal nelayan
Cina. Tetapi bukankah kita sedang
menghadapi ancaman serius dari sebuah negeri yang haus akan sumber daya
kelautan yang kaya untuk kebutuhan masa depan negeri semilyar orang itu. Pertanyaannya
kemudian apakah kita sanggup terus menerus menghadapi tekanan invasi kapal nelayan
Cina yang di back up kapal penjaga pantai berteknologi tinggi secara terus
menerus. Bagaimana jika Cina menyebar kapal perang destroyer dan kapal
selamnya. Apalagi Cina sudah membangun pangkalan militer di LCS dan menempatkan
jet tempur, rudal, radar dan kapal perang di perairan sengketa itu.
Jawaban dari semua permasalahan itu adalah percepatan
perkuatan armada angkatan laut dan
angkatan udara. Harus ada upaya
mempercepat pesanan untuk ketersediaan isian alutsista khususnya matra laut dan
udara. Produksi kapal perang yang sedang
dilakukan PT PAL saat ini berupa pembuatan 2 kapal perang jenis PKR 10514 harus
bisa ditambah minimal 5 unit lagi secara paralel sehingga pada tahun 2020 kita
punya tambahan 7 KRI gres. Demikian juga dengan 3 kapal selam Changbogo yang operasionalnya
akan diterima awal tahun 2017, 2018, 2019 harus bisa ditambah minimal 2 lagi
sehingga seluruhnya mencapai 5 unit kapal selam baru pada tahun 2020.
Beberapa KRI siaga di pangkalan perbatasan |
Angkatan udara sami mawon. Setelah sign 8 Sukhoi SU35 tahun ini,
diharapkan tahun depan ada lagi kontrak 16 unit jet tempur F16 Viper, kemudian
tahun berikutnya lagi kontrak kedua 8 Sukhoi SU35 sehingga jumlahnya mencapai
16 unit alias 1 skuadron. Untuk urusan
Natuna dan pulau-pulau terluar lainnya kita perlu banyak jet fighter sebagai
unsur patroli, pencegat dan pre emptive strike.
Maka persebaran jet-jet tempur merupakan salah satu jawaban untuk
kehadiran yang disegani di batas teritori.
Dalam menjaga teritori yang luas ini kita tak hanya fokus
pada hot spot Natuna. Masih ada Ambalat
yang mengambang, Morotai yang masih terbuka, kemudian laut Arafuru dan NTT. Ada
lagi Sabang, pantai barat Sumatera dan pantai selatan Jawa semuanya harus
tercover pada jadwal patroli rutin. Ini semua memerlukan kapal perang striking
force yang saat ini jumlahnya masih belum mencukupi. Maka penambahan kapal perang sangat
dibutuhkan utamanya dari kelas fregat dan destroyer.
Aksi kapal nelayan Cina merupakan bukti bahwa negeri itu
selalu merasa benar dalam soal klaim wilayah tangkapan ikan yang dikatakan
sebagai wilayah tradisionalnya. Dan
itulah bahasa diplomatik yang menjadi bahan tertawaan. Maka tidak bisa tidak kita harus memperkuat
militer kita disana sepanjang tahun dengan menempatkan sejumlah kapal perang
dan jet tempur bersama komponen tempur berteknologi canggih seperti drone,
radar, intelijen dan intai strategis.
Kita berpacu dengan waktu, kita percepat semua rencana
pembangunan kekuatan militer tidak hanya infrastruktur pangkalan angkatan udara
dan angkatan laut tetapi juga keunggulan kualitas dan kuantitas mobilitas
alutsista bergerak. Termasuk media interoperabilitynya. Pangkalan militer Natuna akan di back up
Pontianak dan Tanjung Pinang. Ketiganya
akan bersinergi aktif dan beraksi cepat terhadap segala sesuatu yang mengoyak
teritori NKRI.
Jadi, percepatlah kedatangan sisa 17 jet tempur F16 blok
52 Id yang sudah lebih empat tahun tanda tangan kontraknya. Termasuk isian radar dan rudal 15 jet tempur Golden
Eagle segera dimulai. Jangan sampai
proyek bertele-tele lalu dibenturkan dengan anggaran atau prioritas lain. Mestinya 24 jet tempur F16 blok 52 Id itu
sudah selesai pengirimannya akhir tahun lalu, kemudian diikuti dengan upgrade
10 jet tempur F16 blok 15 Ocu.
Jangan main-main soal Natuna, fokuslah kesana, tumpahkan
perhatian kesana, bangun fasilitas militer yang modern, berkelas dan
berkarakter Lebah. Jadikan Natuna
sebagai sarang Lebah. Lebah tidak akan mengganggu tetapi kalau diganggu dia
akan menyengat kesana kemari meski sarangnya dihancurkan. Dan kalau sampai Natuna dihancurkan maka
perang terbuka telah dimulai. Apakah ada
yang berani memulai perang terbuka ?
****
Jagarin
Pane, 22 Juni 2016