Hari-hari belakangan ini tidak hanya dollar AS saja yang
demamnya turun naik menghadapi mata uang lawannya. Juga pergerakan militernya
di hotspot Laut Cina Selatan (LCS) meningkatkan suhu ketegangan dengan pemilik
klaim Cina. Padahal El Nino saja yang
sudah meningkatkan suhu air laut, mampu membuat beberapa negara berdampak babak
belur diterkam kekeringan panjang.
Paman Sam, seperti biasa yang mengklaim dirinya sebagai
polisi dunia tentu merasa tersinggung sekaligus kaget dengan perubahan yang
begitu cepat terhadap jalur ekonomi Asia Timur di LCS yang saat ini penuh rambu
militer. Dan pemilik rambu militer yang disebar di pulau-pulau kecil di LCS tak
lain adalah Paman Mao, sebuah sosok yang tumbuh semakin percaya diri dengan kemampuan
ekonomi dan militernya.
Pembangunan pangkalan militer dengan biaya mahal sedang
terjadi di kepulauan Spratly. Cina
secara diam-diam dan mantap telah menyulap pulau-pulau karang itu menjadi
pangkalan AL dan AU berskala besar. Tentu saja AS yang karakternya keras kepala
merasa disepelekan dan tersinggung.
Tetapi memang hanya AS saja lah yang pantas tersinggung sebab
keponakan-keponakan dua Paman tadi yang bernama Vietnam, Filipina, Malaysia dan
Brunai hanya mampu meratap, tidak mampu melawan secara militer. Bahkan yang
paling lucu salah seorang keponakan yang bernama Malaysia saat ini sudah tidak
lagi protes bahkan sudah duduk manis anteng tak peduli dengan klaimnya dulu.
Kapal perang terbaru Indonesia, KRI Spica 934 |
AS mengerahkan satu kapal perangnya berkelas destroyer
dan akan mengirim lagi dua kapal perang susulan. Itu yang diumumkan. Kita harus paham pasti ada yang tidak
diumumkan, namanya juga gerakan militer jelas tidak sepolos pengumumannya.
Pasti ada gerakan beberapa kapal perang bayangan, kapal selam nuklir dibawah
sana, juga sejumlah drone dan jet tempur F22 Raptor disiagakan atau
jangan-jangan sudah melintas karena tanpa terdeteksi.
Ambisi teritori Paman Mao yang juga keras kepala mengklaim
perairan LCS sebagai miliknya dengan mengacu pada imperium dinasti-dinasti
sebelumnya adalah gambaran sesungguhnya karakter Cina. Apalagi dengan kekuatan sumber daya manusia
yang paling gede sedunia mereka memerlukan kekuatan cadangan energi yang besar. LCS memiliki potensi itu, dan Cina sekarang
telah mengubah peta klaim disana dengan terlebih dahulu membangun pangkalan
militer untuk penguasaan sumber daya energi.
Mengantisipasi situasi demam tinggi di LCS, Cilangkap
mengerahkan sedikitnya 9 KRI kelas striking force ke Natuna, sebuah pulau
terluar NKRI yang halaman perairan ZEEnya tumpang tindih dengan klaim
Cina. Namanya juga antisipasi, tentu
kalau dua Paman tadi bersitegang, sebagai keponakan besar kita juga harus
bersiap siaga meski perang terbuka kecil kemungkinannya. Tetapi sebagai psywar
tentu “enak juga ditonton” bagaimana menyaksikan manuver-manuver kapal perang
dan kalimat-kalimat ejekan militer lewat jalur komunikasi.
Kedatangan Artileri Caesar Nexter |
Catatannya bagi kita adalah pesan penting dari psywar itu. Yaitu sesegera mungkin mempersiapkan Natuna
sebagai benteng militer berkualitas banteng, bukan benteng ayam sayur yang
pandai berkukuruyuk tetapi begitu ada dentuman kuat langsung kuyu. Natuna adalah teritori sah NKRI, jadi sangat
wajar jika kita menjadikannya benteng banteng, syukur-syukur benteng
herder. Sekedar catatan jika saat ini
Cina melakukan serangan militer terhadap Natuna maka dalam hitungan jam pulau
yang disekitarnya kaya energi fosil itu jatuh dalam kekuasaan Cina.
Tidak berlebihan jika kita perlakukan Natuna lebih
militer dari pulau-pulau lainnya karena dia sendirian di utara sana. Sementara
di utaranya sedang terjadi demam tinggi yang (sedang dan akan) terus
menerus. Natuna adalah harga diri NKRI,
maka perkuatan Natuna adalah cermin dari keseriusan kita untuk membangun basis
militer penyeimbang. Meski kita tidak
ikut dalam konflik LCS tetapi sangat tolol jika kita tidak mempersiapkan diri
secara militer.
Sebagai gambaran, pulau setara Natuna yang telah memiliki
basis militer kuat adalah pulau Tarakan. Di pulau yang berhadapan dengan
Ambalat itu sudah tersedia secara permanen pangkalan AU, pangkalan AL, satuan
radar, batalyon organik AD, batalyon Marinir, batalyon Brimob. Oleh sebab itu mempersiapkan Natuna minimal
setara Tarakan adalah pekerjaan rumah kita bersama. Jangan sampai berwacana terus akan ini akan
itu tetapi gerakan realisasinya seperti jalan keong.
Selain infrastruktur militer berupa pembangunan pangkalan
AU dan AL isian alutsistanya pun harus yang terbaru. Jangan sampai meriam
penangkis serangan udara “si mbah S60” yang ditransmigrasikan kesana. Pasti diketawain dong. Ini jaman teknologi militer bung, jangan
hanya mengobarkan slogan: yang penting semangat patriotik. Alutsista
berteknologi terkini harus nomor wahid, lalu penggunaannya dengan semangat
patriotik membela NKRI. Itu baru slogan rasional apalagi kalau ditambah
kesejahteraan prajurit diperkuat seiring dengan modernisasi alutsista.
Oleh sebab itu penambahan skuadron Sukhoi SU35, skuadron
F16 Viper, kapal selam herder, kapal perang fregat bukan pungguk merindukan
bulan. Ke depan ini anggaran militer
Indonesia akan meningkat kuat apalagi pemerintah dan parlemen sudah seia sekata
untuk menjadikan basis anggaran pertahanan 1,5 % dari PDB. Dengan anggaran berformula itu dipastikan
daftar belanja alutsista kita akan semakin berwibawa dan berkualitas.
Secara fundamental ekonomi sejatinya kita sudah kuat
apalagi saat ini sedang gencar melakukan pembangunan infrastruktur ekonomi.
Jika semuanya berjalan cerah maka tahun 2020 Indonesia akan mampu menampilkan
kekuatan ekonomi dan pertahanannya secara terang benderang. Natuna pun diniscayakan telah memiliki basis
militer modern sebagai salah satu basis harga diri teritori NKRI. Jadi meski dua Paman tadi bersitegang
setidaknya kita sudah mampu mencegah agar kaki kita tidak ikut terinjak.
****
Jagarin Pane /30 Oktober 2015