Jelas
sudah ketika pergantian pemerintahan berjalan dua bulan, kelanjutan program MEF
ternyata tetap menjadi desain strategis dalam menjalankan mata rantai dan mata
anggaran modernisasi tentara Indonesia. Ini
menjadikan rangka perencanaan membangun kekuatan pukul hulubalang republik semakin
jelas dan tegas. Bahwa di MEF-2 (Minimum
Essential Force Jilid Dua) selama lima tahun ke depan akan memberikan jalan
yang terang benderang untuk menggagahkan tentara kita.
Yang
menarik tentu masalah illegal fishing yang (ternyata) sangat merajalela,
memberikan kesan dan pesan bahwa memang selama ini kita memunggungi laut kita
yang kaya itu. Laut kita dihabisi secara
massal, massif dan bermasa-masa tanpa ada upaya untuk melawannya. Barulah kita tersadar bahwa selama berpuluh
tahun kita dilenakan dengan sumber daya alam yang di darat. Sumber daya laut yang luar biasa itu tidak
terkelola apalagi diamankan dari pencurian termasuk kegiatan intelijen laut
dari negara asing yang menyamar jadi nelayan.
Nah
setelah kita sadar dengan itu semua,
sesungguhnya ada kesadaran lain yang kembali membuat kita “kaget dua
jenak”, bahwa ternyata kekuatan laut kita, kekuatan kapal patroli kita kekuatan
kapal perang kita masih jauh dari kondisi mencukupi apalagi ideal termasuk
operasional kekuatan yang ada. Untuk itulah
kita mengapresiasi hasrat kuat Pemerintah untuk menomorsatukan perkuatan
maritim dan angkatan laut bersama angkatan udara dalam lima tahun ke depan. Memang pantas untuk negara kepulauan ini
punya AL dan AU yang disegani.
Rudal Anti Kapal Yakhont dari KRI OWA |
Pembentukan
Bakamla (Badan Keamanan Laut) alias Coast Guard pertengahan Desember 2014 ini
adalah salah satu cara dan jawaban untuk mengantisipasi gerakan ilegal kapal
nelayan asing atau kapal asing yang menyamar jadi kapal nelayan. Kapal-kapal
patroli akan dibangun sebanyak mungkin. Sementara TNI AL menghibahkan 10 kapal
patroli non rudalnya kepada Bakamla, institusi pengaman laut yang baru ini juga
memesan sedikitnya 30 kapal patroli pantai berbagai ukuran.
Bakamla sedang mengembangkan diri menjadi kekuatan
pengawal pantai. Seirama dengan itu kekuatan AL dan AU kita juga sedang dalam
proyeksi menuju kekuatan yang memiliki daya pukul kuat lima tahun ke
depan. Untuk AU perlu juga diperhatikan
penambahan kekuatan jet tempur Sukhoi SU30 sembari menantikan seri yang terbaru
SU35 yang digadang-gadang itu. Dengan
kekuatan 16 Sukhoi dari seri Su27 dan SU30 dirasa kurang kuantitasnya untuk
mengcover kedaulatan Nusantara yang luas ini.
Setidaknya kita butuh 1 skuadron tambahan dari seri eksisting. Kita berharap dalam lima tahun ke depan
seikitnya ada penambahan 3 skuadron tempur untuk meyakinkan nilai kekuatan yang
kita miliki.
Angkatan Laut jelas butuh kapal perang seabreg. Natuna, pantai selatan Jawa, Arafuru, Ambalat
dan selat Malaka adalah titik penting yang harus menjadi perhatian. Oleh sebab itu sebagaimana tulisan terdahulu
kita meyakini akan ada penambahan minimal 8 kapal perang jenis fregat, 5 PKR
10514, 8 KCR 50m, 6 KCR 60m, 2kapal selam selain Changbogo, 2 LPD dan 4 kapal
buru ranjau. Ini bukan sesuatu yang
muluk atau mimpi tetapi berdasarkan kebutuhan untuk menghadapi ancaman dan
tantangan penguasaan teritori melalui klaim negara lain.
Sukhoi dan F16 menggemuruhkan HUT TNI |
Perkuatan Natuna sebagai pangkalan militer skala besar
adalah kebutuhan otot untuk menegaskan kepada siapapun yang hobbynya mengklaim bahwa wilayah itu adalah
teritori Indonesia. Jawaban militer ini adalah bagian dari penghormatan
terhadap eksistensi teritori dengan membangun tembok tegar AU, AL dan AD yang
bersinergi dalam satu komando bernama Kogabwilhan. Pangkalan militer Natuna adalah simbol bahwa
meski pun kita netral dalam konflik Laut Cina Selatan tetapi jika pihak lidah
naga tetap menjulur-julurkan lidah apinya, mau tak mau kita pun harus melakukan
perlawanan kuat termasuk bergabung dengan pasukan “sekutu” lainnya.
Kekuatan militer adalah simbol kekuatan harga diri sebuah
bangsa, meski ditawarkan dan dijalankan pada pilihan terakhir. Semua bangsa di dunia ini tidaklah
menginginkan konflik dan peperangan. Tetapi dengan kekuatan militer yang
disegani maka sesungguhnya itu adalah sebuah jalan untuk tidak menuju perang
karena rasa segan dan wibawa itu.
Kekuatan militer yang dimiliki adalah bagian dari cara berbangsa dan
bernegara untuk bergaul dan bersahabat dengan negara lain secara setara tanpa
adanya unsur pelecehan atau anggap enteng.
Maka selayaknya di MEF-2 ini akan dihasilkan kekuatan TNI
segala matra yang telah mampu membukakan mata hati bagi negara kawasan. Bahwa kita sudah mampu menyetarakan diri dan
menegakkan kepala untuk tampil percaya diri membawa harga diri dan martabat
bangsa ini dalam tata pergaulan dunia dan regional yang dinamis. Jika ada pergesekan teritori tentu pihak sana
akan berhitung ulang dengan kekuatan militer yang kita miliki sehingga jalan
dialog dan diplomasi dengan dukungan kekuatan militer akan lebih bermakna untuk
diselesaikan. MEF-2 adalah pertaruhan
kesungguhan dalam perkuatan tentara kita.
Kita meyakini bahwa lima tahun ke depan akan dihasilkan kekuatan
alutsista yang canggih baik yang dihasilkan bangsa sendiri maupun kerjasama
dengan negara lain. Kita mendoakan itu.
****
Jagarin Pane / 19 Des 2014