Pelantikan Presiden terpilih Joko Widodo tanggal 20
Oktober 2014 merupakan momentum sejarah bernilai akbar dan membanggakan. Karena
disamping dihadiri oleh banyak kepala pemerintahan, menteri luar negeri dan
utusan negara sahabat yang punya kepentingan dengan RI, juga disiarluaskan ke
seluruh dunia oleh media utama dunia sebagai sebuah suksesi terhormat dari
negara demokrasi terbesar ketiga dunia, berpenduduk muslim terbesar di dunia,
dengan PDB sepuluh besar dunia. Majalah
TIME menampilkan cover majalah bergambar Jokowi dengan mimik serius berjudul :
A New Hope.
Tetapi seperti biasanya tidak ada rasa syukur dari
sebagian politisi kita dan juga sebagian media kita, yang hanya melihat sudut
pandang demokrasi dari kacamata dia, kata dia, sesuai kehendak dia. Jika tidak
sesuai dengan kepentingannya lalu keluarlah kalimat dan judul yang tak pantas
dan tak terhormat. Dunia mengakui nilai dan kualitas demokrasi Indonesia yang
bergengsi, mampu dijalankan dengan aman dan lancar. Artinya para pemilih kita adalah pemilih
cerdas yang telah melakukan hak dan kewajibannya secara cerdas dan bersemangat.
Disambut 20 ribu prajurit dengan kehangatan |
Sambutan dunia yang begitu antusias untuk menyambut
pemerintahan baru Indonesia sesungguhnya tak terlepas dari geliat perkuatan
ekonomi dan perkuatan militer negeri seribu kepulauan ini selama sepuluh tahun terakhir.
Ini adalah pandangan paling obyektif ketika kita ingin menjelaskan tentang
keberhasilan yang telah dicapai.
Sesungguhnya RI mampu menegaskan pada dirinya sendiri, pada kekuatannya
sendiri untuk bangkit, berdiri dan berlari mengejar ketertinggalannya dan “kekuatan
lari” itu sekarang diperhitungkan oleh dunia.
Kekuatan daya beli bangsa ini, kekuatan PDB, daya serap
belanja masyarakatnya yang luar biasa, pangsa pasar yang menggairahkan, rasio
utang dan PDB yang cukup aman, sumber daya alam yang menggairahkan, kebiasaan
masyarakatnya yang gemar “silaturrahim” di media apa saja termasuk media sosial
sehingga selalu menjadi trending topic dunia, tak bisa terbantahkan. Republik Indonesia saat ini adalah sebuah
kapal besar yang sedang melaju dan terus melaju dengan segala potensinya,
peluangnya, gairahnya dan eksistensinya.
Sebagai contoh perkuatan militer kita saat ini sebenarnya
barulah tahap awal untuk menuju kekuatan militer yang sepadan dengan luasnya
wilayah yang mesti dilindungi. Unjuk kekuatan yang dilakukan pada saat hari
ulang tahun TNI tanggal 7 Oktober 2014 adalah bagian dari kampanye militer
bahwa negeri ini akan terus memperkuat militernya untuk gizi otot kekuatan teritorialnya, harkat
martabatnya, dan kekuatan diplomasinya. Dan ini seirama dengan pertumbuhan dan
perkuatan ekonomi nasional.
Negara-negara yang mengirimkan “utusannya” pada
pelantikan Jokowi, apakah kepala negara langsung atau menlu dan menteri lain
seungguhnya punya kepentingan pada kekuatan ekonomi dan militer Indonesia. Bayangkan saja misalnya dengan anggaran
belanja 200 trilyun untuk belanja alutsista selama lima tahun ke depan, itu
bukan duit sembarangan Om. Itu madu
manis yang mampu menarik semut produsen alutsista utuk berbondong-bondong
datang ke Jakarta. Makanya perhelatan pelantikan itu mesti dihadiri meski tak
ada undangan resmi. Ya hitung-hitung sebagai penghormatan dan ikut bersuka cita
atas kemegahan demokrasi dan kemenangan Jokowi.
Kepemimpinan santun dengan senyum yang khas |
Angka 200 T itu bukanlah angka istimewa atau hanya sebuah
mimpi untuk mencapainya. Itu sebuah
angka yang realistis dan obyektif sebagaimana data yang pernah disampaikan
oleh pemerhati pertahanan Andi
Widjajanto jauh-jauh hari. Istimewanya lagi Andi adalah orang dekat Jokowi. Dalam
program MEF I (2010-2014) telah disediakan anggaran 150 T dan hasilnya bisa
kita lihat sendiri sehingga untuk kelanjutan program MEF II maka angka 200 T
itu merupakan sebuah angka yang sangat wajar untuk dianggarkan.
Kita masih akan terus memperkuat diri untuk menambah minimal
2 skuadron tempur, tambahan beberapa kapal selam selain 3 Changbogo yang sedang
dibuat, satuan peluru kendali anti serangan udara jarak sedang, kapal-kapal
kombatan bertonase besar, penambahan radar militer dan lain-lain. MEF II (2015-2019) adalah sebuah episode
penting untuk menjadikan pengawal republik diperhitungkan di kawasan ini. Lima tahun ke depan, ketika matahari memasuki
cakrawala 2020 kita sudah bisa membeton kekuatan pagar teritori kita secara
keseluruhan.
Kita akan melaju terus dengan kegairahan yang tak
terbendung. Kita sudah meletakkan
dasar-dasar keberhasilan selama sepuluh tahun terakhir ini. Keberhasilan itu tentu tidak terlepas dari
kepemimpinan Presiden SBY yang harus kita akui mampu memberikan nilai tambah
yang mengagumkan dalam pertumbuhan dan perkuatan ekonomi, perkuatan alutsista
dan perkuatan demokrasi. Ada yang
kurang, tentu, tidak ada kesempurnaan dalam setiap pola kepemimpinan. Namun
dalam bingkai penilaian proporsional kita sangat mengapresiasi keberhasilan SBY
selama masa pemerintahannya.
Terimakasih Jendral Susilo, meski ada sebagian kecil
warga bangsa yang termakan fitnah media partisan dan politisi kampungan, tetapi
yakinlah pada sebuah saat nanti mereka akan bisa membandingkan kualitas
kepemimpinan anda. Dan bagaimanapun anda
telah memberikan dharma bakti yang begitu luar biasa di alam demokrasi yang
hingar bingar ini. Suksesi adalah kodrat
demokrasi untuk menampilkan wajah baru dan kepemimpinan baru. Kita menyambut dengan sejuta doa semoga
bangsa ini akan semakin terhormat, disegani, berkarakter dan sejahtera.
****
Jagvane / 19 Oktober 2014