Meski matahari Januari lebih sering diselimuti awan hujan
dan jarang menampakkan diri namun matahari kecerahan mengisi banyak mata hati
yang menggembirakan asa, sembari menyenandungkan hymne alutsista berirama
mars. Matahari 2014 adalah rekapitulasi
nilai kebanggaan menggagahkan diri hulubalang republik dan sekaligus penutup
daftar belanja alutsista dalam program MEF I yang membungakan mata hati
kita. Tahun ini sesungguhnya merupakan grand
final pertunjukan aneka ragam alutsista berteknologi baik produksi dalam negeri
maupun beli utuh dari negara tangguh alutsista.
Alutsista produksi dalam negeri misalnya Roket R-Han
berdaya tembak 30 km, panser Anoa, kapal cepat rudal (KCR)40 m, KCR 60 m, kapal
patroli cepat, landing ship tank (LST), landing plattform dock (LPD), kapal bantu
cair minyak (BCM), pesawat CN235 MPA.
Sedangkan alutsista produksi bersama dengan negara lain misalnya pesawat
CN295 dengan Spanyol, heli Bell 412EP dengan AS, kapal selam Changbogo dan panser
Anoa Canon dengan Korsel, rudal C705 dengan Cina. Sementara yang beli murni adalah jet tempur Sukhoi
Family, Golden Eagle, Super Tucano, Light Fregat, Leopard, tank Amfibi, kapal selam
Kilo dan lain-lain.
Jet Tempur Sukhoi di Batam |
Dari semua proyek pengadaan beragam alutsista segala
matra itu, pemuncak dahaga yang disiramkan ke segenap pemuja hulubalang dan
pecinta NKRI adalah pembelian alutsista strategis yaitu kapal selam Kilo dan jet
tempur Sukhoi SU35. Coba kita trace ke
awal cerita sepanjang 4 tahun terakhir ini.
Mulanya pengadaan 24 jet tempur F16 blok 52 tahun 2011 menggema dan
berpolemik. Kemudian pengadaan 3 kapal
selam Changbogo, menggelitik dan kontroversi sebab AL tak mau dibelikan kapal
selam “ecek ecek”. Lalu pengadaan Main Battle Tank Leopard Jerman membanggakan
tapi juga penuh pro dan kontra. Akhirnya
pengadaan kapal selam Kilo dan jet tempur Sukhoi SU35 membuat “stadion” forum
militer menggema dan bertepuk tangan menyambut keputusan monumental dan tidak
ecek-ecek lagi dari pengambil keputusan Kemhan dan Mabes TNI.
Sesuai rencana puncak pertunjukan alutsista yang akan
ditampilkan pada ultah TNI 5 Oktober 2014 nanti, berbagai jenis alutsista
berteknologi tempur modern dipertontonkan kepada rakyat bangsa sekaligus
diharapkan menjadi closing ceremony yang membanggakan dari pemerintahan
SBY. Itulah sebabnya agar semua matra
dapat mempertontonkan alutsistanya maka lokasi perayaan HUT TNI digelar di
pangkalan utama TNI AL Surabaya. Di
pangkalan angkatan laut terbesar di Asia Tenggara itu kita bisa akan melihat MBT
Leopard, Tank Marder, MLRS Astross, artileri Caesar Nexter, artileri KH-178 dan
KH-179, rudal Starstreak, rudal Mistral, rudal QW3, Heli Bell 412 EP, Heli
Apache, Heli Mi17, Heli Mi35, Heli Cougar.
Jet tempur F16 blok 52, Golden Eagle, Super Tucano, Sukhoi Family. Dari matra laut disajikan KCR 40, KCR 60, Light
Fregat, Kapal Selam, LPD, Korvet, tank amfibi BMP3F, RM Grad dan lain-lain.
Tank Amfibi BMP-3F |
Program asupan alutsista di MEF I sesungguhnya mampu
memberikan nilai kebanggaan pada bingkai kebangsaan meski secara kualitas dan
kuantitas pemenuhan isian persenjataan TNI belum sampai pada tahap akreditasi
A. Alutsista MEF I sesungguhnya masih dalam
kategori akreditasi B namun bagaimanapun ini adalah langkah awal yang mengagumkan
sebelum nilai kesetaraan diperoleh dalam MEF II lima tahun berikutnya. Pencapaian nilai kesamaan dalam mutu dan
teknologi alutsista sangat diperlukan karena perang modern ke depan adalah
kecepatan dan ketepatan pencet tombol dan keampuhan remote control penggunaan
alutsista.
Kalau pencapaian kesetaraan itu bisa kita capai maka
sesungguhnya kita telah memenangkan pertandingan meski pertandingan itu tidak
diadakan. Mengapa, karena indikator
pendukung kekuatan militer seperti jumlah penduduk, kekayaan sumber daya alam, militansi
warga, besarnya wilayah tidak tertandingi oleh negara di sekitar kita. Perkuatan mutu dan teknologi alutsista
sesungguhnya merupakan kekuatan penghadang dan bumper untuk tidak mudah masuk
arena pertempuran total karena dia adalah nilai penggentar itu. Militer yang kuat sesungguhnya menjadi
indikator penggentar, penggertak dan pencegah konflik menuju perang terbuka
khususnya antar negara jiran. Kekuatan militer menjadi kekuatan tawar tinggi
dalam peran diplomatik.
Jet Tempur Sukhoi SU35 |
Indonesia memang harus memilih. Pilihan memperkuat militer dan alutsista
selama 4 tahun terakhir ini merupakan pengembangan dari konsep pemikiran
visioner orang nomor satu di negeri ini.
Bahwa masa depan kawasan ini dan Asia Pasifik adalah dinamika yang
sangat memungkinkan terjadinya gesekan panas berbau mesiu. Beberapa insiden di Laut Cina Selatan (LCS)dan
Laut Cina Timur (LCT) adalah bukti bahwa perebutan sumber daya energi laut
dalam untuk pasokan energi menjadi inspirasi adanya penumpukan dan pergeseran kekuatan
militer dan dari regional lain. Indonesia belum terlambat memulai perkuatan
militernya. Diharapkan dengan MEF II antisipasi untuk menyongsong tahun 2020 sudah disiapkan dimana
cuaca ekstrim bisa saja terjadi di depan halaman rumah yang bernama LCS atau
bahkan di halaman rumah sendiri misalnya Ambalat dan Arafuru.
Militer dengan alutsista berteknologi adalah kebutuhan
mutlak. Kehidupan berbangsa dan
bernegara yang berkesinambungan adalah karena adanya kehadiran instrumen
militer di setiap jalan nadi perjalanan berbangsa. Militer itu tetap berperan meski tidak ada
perang karena militer adalah pelapis kekuatan struktur dan bangunan kenegaraan.
Jadi militer dan negara adalah senyawa, bukan campuran. Senyawa adalah melekat dan tak mampu mengurai
sedangkan campuran mudah berpisah dan hanya kuat karena diaduk. Negara yang
mengabaikan kekuatan militernya justru lambat laun akan mengurangi kewibawaan
negara bangsa itu. Negara yang
militernya kuat dan profesional akan mampu menolak segala ancaman dan bahkan
semakin memperkuat nilai kesenyawaan tadi.
Nilai itu adalah nilai kewibawaan, harga diri dan matahari bangsa.
****
Jagvane
/ 07 Januari 2014