Sehubungan
dengan tema Senjata Kimia yang saat ini menjadi fokus perhatian dunia
internasional, wartawan Pikiran Rakyat Bandung Feby Syarifah melakukan
wawancara dengan pemerhati pertahanan dan alutsista TNI Jagarin Pane. Berikut petikannya:
Bagaimana sebenarnya
peraturan internasional mengenai kepemilikan senjata kimia? Apakah peraturannya
seketat peraturan mengenai kepemilikan nuklir?
Sebenarnya regulasi universal tentang kepemilikan senjata kimia sama
ketatnya dengan kepemilikan senjata nuklir.
Protokol Jenewa tahun 1925 jelas menyatakan melarang penggunaan senjata
kimia. Protokol ini lahir sebagai akibat penggunaan senjata kimia dalam Perang
Dunia I yang menewaskan puluhan ribu tentara. Hanya karena proses membuat
senjata kimia itu lebih mudah dibanding dengan senjata nuklir, maka kontrol
untuk kepemilikan senjata kimia lebih sulit terdeteksi. Semua negara di dunia ini punya potensi untuk
membuat senjata kimia yang dikenal dengan senjata pemusnah massal.
Apakah
setiap negara berhak mengembangkan industri kimia dasarnya sebebas-bebasnya?
Setiap negara didunia ini bebas membuat dan mengembangkan industri
kimianya. Bebas tapi juga mestinya
bertanggung jawab. Kita punya industri kimia berskala besar, Petrokimia Gresik,
Pupuk Iskandar Muda, Pupuk Sriwijaya, Pupuk Kujang dll itukan semuanya industri
kimia untuk keperluan perdagangan dan pertanian. Nah untuk memastikan bahwa industri kimia itu
adalah utuk tujuan damai dan tidak disalahgunakan, maka harus ada regulasi yang
mengatur berupa Undang-Undang.
Kapan sebuah
zat kimia bisa dikatakan senjata kimia?
Zat kimia bisa disebut sebagai senjata kimia diawali dengan nawaitunya,
alias niatnya. Sama dengan Narkoba kalau untuk keperluan dunia kedokteran dalam
dosis yang terukur untuk pengobatan dan penyembuhan, ya tidak ada masalah. Tetapi jika sudah disalahgunakan akan
menyentuh wilayah hukum, makanya disebut penyalahgunaan narkoba. Contohnya, air aki (asam sulfat) H2SO4 jelas salah satu penggunaannya untuk
battery power penggerak, tapi jika disiramkan ke wajah jelas salah besar, tidak
sesuai peruntukannya.
Dalam
sejarah perang, zat kimia apa yang paling membahayakan dan memiliki keampuhan
paling tinggi sebagai senjata pembunuh massal?
Dalam sejarahnya PD I menjadi saksi sejarah perang modern betapa kejamnya
penggunaan senjata kimia. Jerman menggunakan gas klorin di Belgia yang
menewaskan 15 ribu tentara lawan, kemudian pihak Inggris dan sekutunya
melakukan pembalasan dengan menggunakan gas Sulfur Mustard. Inilah cikal bakal lahirnya Protokol Jenewa
tahun 1925.
Perang
dimana yang tercatat paling buruk dalam sejarah karena menggunakan senjata
kimia?
Perang Vietnam tahun
1961 sd 1975 merupakan salah satu perang tanpa etika karena penggunaan senjata
kimia. AS membombardir dengan menggunakan senjata kimia, salah satunya dikenal
dengan nama Agent Orange. Setidaknya 20 juta gallon disebar dari udara di bumi
Vietnam termasuk Agent Orange. Versi Pemerintah Vietnam menyebut 400 ribu orang
Vietnam tewas atau cacat berat, 500 ribu bayi lahir cacat dan 2 juta warga
Vietnam terkena kanker dan penyakit lain sebagai dampak lanjutan penggunaan
senjata kimia itu.
Bagaimana
dengan Indonesia? Apakah Indonesia memiliki kekuatan untuk bisa mengembangkan
industri kimianya sebagai senjata kimia?
Indonesia punya potensi dan kemampuan untuk mengembangkan industri kimia
menjadi senjata kimia. Senjata kimia itu mudah untuk diproduksi sehingga untuk
pengawasannya perlu payung hukum untuk tidak menggunakan senyawa kimia itu
sebagai senjata kimia.
Adakah
peraturan di Indonesia yang mengatur mengenai pengembangan kimia dan sampai
mana batas pengembangan yang bisa dilakukan?
Regulasi nasional tentang penggunaan bahan kimia dan larangan penggunaan
bahan kimia sebagai senjata kimia ada dalam UU No 9 Tahun 2008. Sebenarnya dunia pun sudah menyetujui adanya
perjanjian larangan penggunaan senjata kimia yang diikrarkan 188 negara April
tahun 1997. Israel dan Korut tidak ikut
tandatangan. Setahun kemudian Indonesia meratifikasinya melalui UU No 6 tahun
1998.
Adakah
larangan yang jelas di Indonesia terkait pengembangan kimia sebagai senjata?
Jelas ada. Sebagai negara berdaulat, hak konstitusi sebagaimana tertuang
dalam pembukaan UUD 1945, menjaga ketertiban dan perdamaian dunia, salah satu
kontribusinya adalah memenuhi kewajiban dalam melaksanakan Konvensi
Senjata Kimia yang telah diratifikasi melalui Undang-Undang No. 6 Tahun 1998. Kemudian dalam Undang-Undang No
9 Tahun 2008 semakin dipertegas lagi substansinya.
Tanpa
senjata kimia dan nuklir, bagaimanakah posisi kekuatan Indonesia dilihat dari
alutsistanya? Apakah masih termasuk kuat?
Untuk Indonesia, sebagai bagian dari upaya pertahanan NKRI, fokus
utamanya adalah memenuhinya dengan alutsista konvensional tanpa harus memaksa
diri untuk memiliki senjata kimia atau senjata nuklir. Sejatinya negara “Gentleman” adalah negara
yang mampu menata pertahanan diri dengan persenjataan konvensional semata tanpa
harus memenuhi nafsu bunuh maksimalnya dalam menangani perselisihan antar
negara dengan menggunakan senjata kimia apalagi nuklir. Yang perlu dicatat proses
kematian dengan senjata konvensional adalah langsung mati atau luka tembak
karena daya ledak, selesai. Tapi proses kematian akibat senjata kimia bukan
karena daya ledaknya tetapi proses “sengatannya” ke tubuh kita sangat dramatis,
memilukan, menyayat hati. Ada yang mati pelan-pelan, cacat seumur hidup dan
dampaknya sampai ke generasi berikutnya. Makanya negara yang menggunakan
senjata kimia bisa disebut sebagai negara pengecut, tak berperikemanusiaan dan
tak bermoral.
Sisi mana
dari ketersediaan alutsista Indonesia yang harus lebih diperkuat?
Terkait dengan ketersediaan alutsista Indonesia
yang saat ini sedang giat-giatnya memodernisasi tentaranya, semua matra perlu
diperkuat. Kita sudah punya 1 skuadron
Sukhoi di Makassar, dalam MEF (minimum essential force) tahap 2 nanti masih
sangat dibutuhkan minimal penambahan 1 skuadron lagi yang penempatannya
berdekatan dengan ALKI I atau menjaga ibukota.
Angkatan Laut juga masih perlu perkuatan dengan kehadiran fregat, korvet
dan destroyer. Termasuk kapal selam
tentunya sebagai senjata strategis pemukul yang paling disegani. Matra darat masih sangat membutuhkan
alutsista kavaleri seperti tank, panser. Juga rudal darat ke darat, roket dan
artileri. Kita yakin tahun 2019 nanti apa yang kita inginkan itu dapat tercapai. Tak perlu memaksa diri dengan kepemilikan
senjata kimia meski kita sanggup memproduksinya. Dengan alutsista konvensional,
pemenuhan untuk segala matra dicukupi, negara ini akan disegani sekaligus gentleman.
****
(Catatan: Dimuat
dalam Koran PR tgl 07 Oktober 2013 rubrik Cakrawala)
Jagvane / 15 Oktober 2013