Negeri
multi etnis yang terjepit di mulut Johor dan diapit Batam merupakan simbol dari
keberhasilan menata cara pandang multi dimensi ditengah keterbatasan sumber
daya alam. Apakah itu membangun struktur
ekonomi berbasis jasa, membangun kesejahteraan sumber daya manusianya dan
membangun sistem pertahanan menyengat untuk meyakinkan komunitasnya terhadap
apa yang disebut keberlangsungan hidup dan kewibawaan menjaga keunggulan
Singapura.
Maka
keseharian Singapura bisa dilihat dari kesibukannya meningkatkan image, menarik
wisatawan, memelihara posisi keunggulan sebagai pusat jasa bisnis dunia.
Menyelenggarakan balap mobil formula satu malam hari adalah diferensiasi marketing
yang tak terduga dan sukses untuk mengambil hati pelancong. Belum lagi ketika korban perkosaan di India
tiba-tiba harus dirawat di RS Mount Elizabeth dan akhirnya meninggal, merupakan
bagian dari upaya memasarkan diri, menyatakan diri sebagai yang terbaik. Setidaknya ingin mempopulerkan imagenya yang
sudah dikenal luas itu.
Untuk urusan
pertahanan negeri Singapura baru sadar
diri setelah tahun 80an. Sebelumnya
negeri kecil dan kancil itu bukanlah sebuah sarang tawon yang siap menyengat
siapa saja yang hendak mengganggu.
Negeri Lee Kwan Yew itu mulai membenahi militernya dengan berguru ke
Israel. Walau tidak sama persis posisi
kedua negara itu memang “terkepung” oleh negeri Muslim. Bedanya kalau Israel menjadi musuh abadi
Arab, Singapura tidak sampai demikian tapi bukan tak mungkin oleh sebuah sebab
kedua negara yang mengapit pulau Temasek itu bisa saja bersekongkol untuk “menghabisi’
Singapura.
Sekarang,
Singapura adalah negara dengan alutsista militer terkuat di Asia Tenggara. Mereka membangun pertahanan model sarang
tawon, berani ganggu aku sengat. Angkatan Udaranya punya 2 skuadron F15 dan 6
Skuadron F16. Di laut punya 6 kapal
selam dan puluhan kapal kombatan yang terintegrasi sistem pertempurannya. Saat ini mereka sedang membangun pertahanan
Iron Dome untuk pertahanan anti rudal dan mempersiapkan kehadiran F35 yang
siluman itu.
Dengan
payung yang sedemikian kuat itu pertanyaannya tentu untuk apa Singapura
membentengi dirinya dengan kemampuan pre emptive strike. Inilah dia, kewibawaan Singapura sekaligus
kesombongannya adalah selalu menjaga jarak dengan dua tetangganya. Padahal sesungguhnya kekhawatiran Singapura
yang nota bene negara dengan tingkat kesejahteraan terbaik di kawasan ini
adalah pada soal ketidakpastian masa depan dan keberlangsungan perjalanan negeri
sejahtera itu.
Meski
mempunyai kekuatan militer paling gres, anatomi kependudukan Singapura
sesungguhnya rawan perpecahan. Catatan tentang soal kependudukan saat ini
jumlah penduduk Singapura sekitar 35 % adalah orang luar alias pendatang. Tahun 2030 diprediksi jumlah itu bisa
mencapai 50% dari total penduduk Singapura. Keragaman etnis yang dipimpin oleh etnis Cina
boleh jadi memberikan sentuhan untuk selalu berimprovisasi mempertahankan
status quo. Namun pergaulan sopan pada dua jirannya sesungguhnya merupakan
kunci menjaga stabilitas dirinya. Untuk
urusan sumber daya alam misalnya pasokan air, suplai logistik sayur mayur
sampai kebutuhan pasir laut sangat tergantung pada dua negara disebelahnya.
Kelemahan
utama pada negeri jasa dan hanya satu pulau seperti Singapura ini adalah
kepanikan. Meski memiliki kekuatan militer canggih, kepanikan merupakan musuh
nomor satu di negara yang mengandalkan sektor jasa. Misalnya Malaysia melakukan embargo air atau
Indonesia menyetop arus wisatawan belanja,
kemudian ada wabah yang menyebabkan kematian massal. Kondisi ini boleh jadi menimbulkan
kegelisahan dan kepanikan yang menyebabkan runtuhnya image sebagai negara pusat
jasa tadi.
Oleh
karena itu, pola bertetangga yang baik yang mengedepankan kesetaraan adalah
cara pandang yang cemerlang yang harus disetel tuningnya oleh Pemerintah
Singapura. Bukankah Singapura telah
berhasil dalam membangun cara pandang sebagaimana yang diungkap di awal tulisan
ini. Jujur saja masih banyak yang harus
dibenahi dalam pola pertemanan antara Indonesia dan Singapura. Sikap negara sejahtera meski kecil cenderung
meremehkan jirannya yang besar tapi belum sejahtera, padahal secara ekosistem telah
tercipta saling ketergantungan.
Ke depan
Indonesia akan semakin maju kekuatan ekonominya. Saat ini saja telah menjadi kekuatan ekonomi
dengan PDB terbesar di ASEAN dan terbesar ke 16 di dunia. Bursa Jakarta telah jauh mengungguli bursa
Singapura selama lima tahun terakhir ini.
Belum lagi pembangunan militer Indonesia yang terus dipacu untuk
mengejar ketertinggalannya. Gelontoran
anggaran militer RI yang besar memberikan harapan bahwa tahun 2014 nanti
kebutuhan alutsista yang dipenuhi akan mencapai 38% dari target. Artinya masih banyak yang akan dibeli dan tidak
mustahil tahun 2020 nanti menjadi kekuatan yang mengungguli negara Singapura.
Ruang
persahabatan tiga negara ini, Indonesia, Malaysia dan Singapura, merupakan
peluang untuk menjalin keharmonisan dan kesetaraan. Hal yang tak terbantahkan adalah takdir geografi
Singapura diapit oleh dua jirannya yang juga semakin maju. Nilai lebih dari dua jiran ini adalah jumlah
populasi yang besar dan tersedianya sumber daya alam yang melimpah sementara
Singapura harus berjuang melawan keterbatasan lahan. Peluang mengajak berharmoni dengan dua
jirannya dalam kesetaraan pergaulan diyakini lebih bermanfaat daripada mengedepankan
keunggulan militer dan ekonomi. Singapura
harus bisa merangkul kedua sahabatnya itu dengan harmoni dan kesetaraan.
******
Jagvane /
04 Feb 2013