Belanja
militer Indonesia untuk tahun anggaran 2013 diprediksi menyentuh angka 77,7
trilyun rupiah naik dari 72,9 trilyun rupiah
tahun ini. Dari angka 77,7 trilyun rupiah
itu sebanyak 28,2 T adalah untuk belanja dan rawat alutsista. Nah kalau disandingkan dengan program belanja
alutsista selama 5 tahun (Tahun 2010 sd 2014) sebesar 150 trilyun rupiah maka
angka 28,2 trilyun itu proprosional karena rata-rata 30 trilyun per tahun
anggaran.
Jujur saja,
ada yang berbunga dan mekar di hati kita manakala melihat keseriusan pemerintah
untuk mendandani hulubalangnya yang selama ini kurang gizi alutsista alias
dibiarkan tak terurus. Gelontoran dana
yang dukucurkan mulai tahun 2010 sampai saat ini mulai menunjukkan kegairahan
dan spirit serta kebanggaan bagi sebuah definisi sejati tentang perkuatan
alutsista TNI. Bahwa alutsista itu
adalah nafas dan libido TNI yang harus terus diperbaharui kuantitas dan
kualitasnya agar tetap terjaga kepercayaan diri dan adrenalin tempur berkemampuan
teknologi di setiap nadi prajurit kita.
Yang
membanggakan adalah bersepakatnya semua elemen bangsa apakah dia bernama
Pemerintah, DPR, DPD dan mayoritas rakyat Indonesia untuk mendukung penuh
perkuatan alutsista TNI. Dalam sebuah
negara demokrasi dukungan seluruh elemen
kebangsaan ini merupakan sebuah ketakjuban yang luar biasa dan jarang ada. AS saja sebagai negara demokrasi nomor satu
di dunia tidak selalu seiring kata dan langkah pemerintah dengan parlemennya
atau bahkan sebagian rakyatnya jika menyangkut hal ikhwal pengembangan alutsista
mereka termasuk ekspor senjatanya.
Tank amfibi BMP-3F yang sudah dimiliki Marinir Indonesia |
Inilah nilai
plus yang membikin “angek” alias iri negara lain utamanya negara tetangga yang
selama ini selalu meremehkan kekuatan militer Indonesia. Spirit beralutsista di negeri ini tumbuh
seirama dengan terusiknya harga diri kebangsaan karena bertahun-tahun menjadi
pusat pelecehan teritori. Spirit itu
semakin berharga nilainya manakala pengambil keputusan di negeri ini tidak lagi
berorientasi beli murni dalam setiap pengadaan alutsista. Langkah cerdas Pemerintah adalah berupaya
mengembangkan industri Hankam di dalam negeri sembari mengambil nafas transfer
teknologi dari negara sahabat yang bermurah hati, misalnya Cina dan Korea
Selatan. Maka lihat saja geliat Pindad,
PT DI dan PAL serta perusahaan swasta nasional seperti Lundin, Palindo, Koja
Bahari dan lain-lain yang mendapat order trilyunan sekaligus memberikan
lowongan dan ruang pekerjaan baru bagi ribuan sumber daya manusia di negeri ini.
Khusus untuk
teritori udara jika nanti dan tak lama lagi kekuatan skuadron tempur kita sudah
kedatangan berbagai jenis pesawat tempur dan menjadi kekuatan dengan 1 skuadron
Sukhoi, 3 skuadron F16, 2 Skuadron F5E, 2 skuadron Hawk, 1 skuadron T-50, 1
skuadron Super Tucano, maka sebaran skuadron dan flight perlu dicermati sesuai
kebutuhan dan gengsi teritori. Pekanbaru
misalnya setelah diperkuat dengan 2 skuadron jet tempur Hawk dan F16, sangat
diharapkan memunculkan 1 flight Hawk atau F16 secara bergantian di bumi Aceh. Ini yang disebut gengsi teritori disamping
mengawal perbatasan karena di sebelah barat laut Sabang ada kekuatan besar yang
mengintip, India. Gengsi teritori udara itu
bisa menimbulkan kewibawaan negara di mata rakyat Aceh karena deru jet tempur
sehari-hari di wilayah ujung NKRI itu akan mampu memberikan kesan dan pesan kebangsaan
yang kuat, bahwa kita berada dalam lindungan payung kekuatan udara.
Kesiapan armada RI di Pangkalan AL Surabaya |
Sebagai
contoh historis era akhir tahun 70an, ketika 1 flight jet tempur A4 Skyhawk di
tempatkan di Lanud Polonia Medan, warga Medan dan Sumut merasa “tersanjung” dan
bangga dengan kehadirannya yang setiap hari meraung dan melintas cepat disertai
manuver lincah. Ini menjadi tontonan
sekaligus memberi ruang kebanggaan akan apa yang disebut perlindungan udara dan
gengsi teritori. Kehadiran jet tempur A4
Skyhawk di Medan selama beberapa tahun mampu memberikan nafas kelegaan karena
sejatinya selama bertahun-tahun di seberang selat Malaka ada pangkalan Butterworth
tempat berkumpulnya jet tempur FPDA pada waktu itu.
Maka tak
salah jua jika di Biak yang sudah siap infrastruktur Lanud, Radar dan
Paskhasnya ditempatkan 1 skuadron jet tempur, tak usah muluk-muluk dulu, jet
tempur F5E sajalah. Dari jumlah 1 skuadron itu 1 flight jet tempur F5E bisa
ditugasterbangkan di Merauke untuk kawal teritori udara yang berbatasan dengan
Australia dan Papua Nugini. Raungan mesin
jet tempur di wilayah Papua diyakini akan memberikan spirit berbangsa dan
kebanggaan sebagai bagian dari kampanye militer untuk selalu dan setiap saat
memberikan perlindungan udara di ujung timur wilayah NKRI. Kehadiran jet tempur
dan raungannya di ruang udara mampu memberikan kebanggaan dan kesan yang bergetar
lebih luas pada ruang dada dan kalbu setiap warga melebihi dari ketika melihat parade
Tank, Panser atau Kapal Perang. Betul tak ?
Demikian
juga dengan Kupang sebagai pintu terdepan yang berhadapan dengan Dili dan
Darwin sangat perlu ditempatkan 1 flight F16 sebagai bagian dari skuadron F16 Madiun.
Kehadiran F16 di Kupang diniscayakan mampu memberikan nilai kewibawaan pada
halaman belakang rumah kita sekaligus mengingatkan tetangga akan pengawalan
teritori NKRI di sudut itu. Seperti diketahui
Darwin akan semakin ramai lalulintas militer laut dan udaranya sehubungan
dengan penempatan Marinir AS disana, dan sejauh ini sangat layak kita menempatkan
1 flight F16 di NTT untuk kawal teritori udara.
Formasi jet tempur F16 TNI AU dalam serial latihan |
Karena
diprediksi kita akan mendapatkan 3 skuadron F16 maka selain Madiun dan
Pekanbaru, wilayah lain yang pantas mendapatkan 1 skuadron F16 adalah
Balikpapan yang dengan radius dan jarak tempuh F16 mampu mengawal perbatasan udara
Kalimantan dan Sulawesi. Jika 1 flight
di tempatkan di Tarakan maka perlindungan udara terhadap Ambalat akan semakin cepat
respons dan kuat setara. Bagi warga
masyarakat yang berada di lokasi pulau Tarakan, Bunyu, Nunukan dan Sebatik
kehadiran jet tempur F16 di wilayah mereka mampu memberikan rasa bangga dan
percaya diri sekaligus memupuk semangat kebangsaan.
Dengan
sebaran jet tempur di lokasi yang tersebar itu termasuk di Natuna dengan 1
flight jet tempur Hawk dari Skuadron Supadio Pontianak maka secara defacto kita
sudah mampu menghadirkan dan mengawal teritori udara secara penuh. Sehingga Sukhoi di Makassar tak usah
ikut-ikutan patroli udara karena jet tempur kelas berat ini bukan untuk patroli
udara melainkan gelut udara kelas berat dengan ongkos terbang yang lebih mahal.
Tidak ada lagi ruang udara NKRI yang
blank spot apalagi mata dan telinga yang bernama radar di Indonesia Timur sudah
mampu mengcover wilayah pandang. Dan jika
itu dilengkapi dengan kemampuan intersep maka lengkaplah sudah persyaratan
sebuah perlindungan simkamling, ada mata untuk melihat, ada telinga untuk
mendengar dan ada tangan untuk menindak.
Spirit
beralutsista dalam pita kebangsaan memang harus terus digemakan di setiap
wilayah NKRI utamanya wilayah perbatasan negara. Kita sedang berada dalam perjalanan itu. Perkuatan alutsista TNI bukanlah untuk
mengancam tetangga melainkan untuk memberikan kekuatan rasa aman dan kewibawaan
teritori. Selama ini alutsista TNI
sangat jadul banget sehingga wajar jua kalau barang jadul itu diganti agar
sesuai dengan perkembangan teknologi. Negara
kita ini sangat luas, negara kepulauan terbesar di dunia sekaligus pemilik
teritori pantai terpanjang kedua di dunia dan pemilik ruang udara sebesar benua
Eropa. Sangat wajar dong jika RI
memiliki militer dengan alutsista yang gahar karena rumah kami rumah yang
besar, rumah gadang dengan sejuta pesonanya, dengan sumber alamnya yang
melimpah. Belum lagi posisi ini jika
dikaitkan dengan dinamika Laut Cina Selatan. Rumah yang besar itu sangat pantas
dijaga herder karana tetangga kiri kanan pun sudah menyiapkan herder jauh-jauh
hari sebelumnya dan kita tak protes tuh. Iya kan ?
******
Jagvane / 29
Agustus 2012