Dinamika Laut Cina Selatan (LCS) terus
bergema dan berbunyi ulang mengisi kalender matahari sehari-hari. Awal Juni
2012 lewat pertemuan pertahanan multilateral di Hotel Sangri La Singapura
Menhan AS Leon Panetta sudah memastikan bahwa kekuatan armada lautnya di Pasifik
akan menjadi yang terbesar dengan menggeser perbandingan kekuatan di Asia
Pasifik dan Mediteranean menjadi 60:40 dengan target tahun 2020. Akan ada pergeseran beberapa kapal induk AS dan
kapal tempur kelas berat lainnya dari kawasan lain untuk berpindah ke Asia
Pasifik.
Tidak itu saja, Vietnam sebagai
musuh sejarahnya yang memalukan harus didekati dengan tebal muka demi
mendapatkan akses pelabuhan di teluk Cam Ranh yang strategis itu. Menteri Pertahanan AS Leon Panetta minggu
pertama Juni 2012 berkunjung ke kawasan yang pernah menjadi pusat pangkalan
militernya ketika terjadi perang Vietnam yang berlarut itu. Dia pula yang
menjadi petinggi Pentagon yang pertama berkunjung ke Cam Ranh sejak usai
perang Vietnam tahun 1975. Demi strategi
menghadapi kekuatan militer Cina, cara apapun harus dilakukan AS untuk
mempertahankan hegemoninya di Asia Pasifik dan LCS. Itulah lagak dan gaya Paman Sam.
Jet tempur latih T50 Golden Eagle segera mengisi skuadron TNI AU |
Dengan Indonesia pun langkah
pendekatan dilakukan. AS membuka diri untuk pasar senjatanya ke Indonesia,
misalnya pengadaan 24 jet tempur F16 blok 52 dengan beragam senjatanya.
Demikian juga dengan retrofit beberapa Hercules yang di upgrade dengan ongkos
hibah. Pentagon tentu sudah melihat
horizon, sesungguhnya kalau mau berseteru dengan Cina di kawasan LCS, posisi
strategis Indonesia adalah yang paling memukau dari segala dimensi apakah itu luas
wilayahnya, akses pintu masuk dari lautan Hindia yang dimiliki RI, dan pengaruhnya yang kuat di ASEAN.
Saling
berebut pengaruh di Indonesia antara AS dan Cina bisa kita lihat dari cara
mengambil hati mereka. Seumur-umur
perjalanan negeri ini, tak ada angin tak ada hujan tiba-tiba saja AS mengajak
latihan tempur laut dengan TNI AL bareng sama Australia di pantai barat Sumatra
tahun 2013. Lalu ketika ada bantuan
hibah sistem integrasi radar pantai dari AS dan sudah jadi, tiba-tiba Cina
mengajak RI untuk kerjasama juga dalam pengadaan radar pantai di selat-selat
strategis yang menjadi pintu masuk dan keluar dari LCS.
Paman Mao
juga tak mau kehilangan momentum. Setelah berbaik hati mau memberikan sekolah
teknologi rudal kepada Indonesia, aliran kunjungan petinggi militer negeri itu
terus berdatangan ke Jakarta. Terakhir
Jendral Jing Zhiyuan panglima korps rudal Cina dan anggota komisi militer pusat
Cina berkunjung ke Jakarta Senin tanggal 18 Juni 2012. Jendral Jing mengajak TNI untuk mengadakan
latihan bersama pasukan khusus dan angkatan laut termasuk pengiriman pilot
Sukhoi TNI AU untuk berlatih di Cina
menggunakan simulator Sukhoi.
RI memesan 9 CN295, 2 diantaranya selesai akhir tahun ini |
Tetapi tentu
saja yang tak terpublikasikan adalah melakukan supervisi terhadap progress
sekolah teknologi rudal yang sedang berjalan itu. Wong yang datang kan panglima rudal bukan
panglima burung loh. Nilai kewibawaan
dan pentingnya kunjungan itu bisa dilihat dari sambutan yang diberikan tuan
rumah Kemhan dengan sambutan langsung dari Menhan Purnomo Yusgiantoro, Sekjen
Kemhan Marsekal Madya TNI Eris Heryanto dan kepala Pusat Komunikasi Publik
Kemhan Brigen TNI Hartind Asrin. Bos Kemhan menyambut panglima rudal Cina demi
kesuksesan sekolah rudal.
RI sendiri saat ini sedang melakukan peremajaan alutsistanya dengan mendatangkan beragam alutsista baik produksi DN maupun LN atau kerjasama produksi. Ini adalah belanja alutsista terbesar RI sejak era Dwikora yang membelanjakan milyaran dollar untuk pengadaan alutsista segala matra. Bahkan diprediksi dalam kelanjutan MEF (minimum Essential Force) tahap kedua tahun 2015-2019, jika tidak ada perubahan kebijakan Pemerintah, anggaran belanja militer RI menjadi yang terbesar di Asia Tenggara seirama dengan perkuatan ekonomi yang tumbuh meyakinkan.
Seperti
dalam sebuah dinamika perjalanan, ketika kita sedang mengisi perbekalan untuk
memperkuat basis pertahanan, sejalan dengan itu perkembangan dinamika LCS menghangat
dengan klaim Cina atas kawasan LCS dan sibuknya AS mengantisipasi perkembangan
militer Cina. Seperti menemukan ritme
dalam alunan lagu berjudul ”Kau Menginginkan Aku”, klop dan seirama, dua-duanya
ingin mengambil hati. Ketika perkuatan itu sedang berjalan, Cina dan AS
berupaya mencari simpati atau berebut pengaruh di Indonesia. Maka Paman Mao berbaik hati mendirikan
sekolah rudal di Indonesia, sembari berupaya mendapatkan akses informasi pergerakan
kapal-kapal angkatan laut AS dengan tawaran radar pantainya. AS pun tak ingin ketinggalan kereta, sudah
duluan pasang radar pantai di jalur ALKI, lalu ngajak latihan perang bareng,
kerjasama pelatihan TNI di sekolah militer AS, beri bantuan hibah berbayar
untuk 24 F16 dan hibah beneran untuk upgrade 4 Hercules.
Heli serbu Mi35 milik Skuadron 31 Penerbad |
Situasi yang
penuh dinamika bergelombang ini harus bisa dimanfaatkan Indonesia dengan memaksimalkan
peran diplomasi tingkat tinggi sembari mengambil manfaat optimal bagi perkuatan
alutsista dan teknologinya. Sambil menyelam minum air, RI harus bermain cantik
menghadapi manuver kedua Paman yang lagi bergejolak syahwat militernya. Peran diplomasi RI sangat diperlukan dalam
mendinginkan suhu yang kian memanas untuk saling berebut pengaruh di LCS. Peran diplomasi ini penting untuk dilakukan karena
RI tak punya klaim teritori di LCS sehingga perannya lebih obyektif dan netral.
RI punya hubungan yang baik dan
bersahabat dengan Cina dan AS. Peran
yang diambil tentu saja dengan berbaik langkah kepada kedua negara besar ini
dan mengajaknya ke jalur dialog kesetaraan.
Beratnya
jalan dialog diantara kedua Paman ini karena karakter keduanya memang cenderung
keras dan penuh gengsi. Cina yang berjaya dalam perkembangan ekonominya dan
akan menjadi kekuatan ekonomi nomor satu didunia setelah tahun 2020 terlihat
sangat kaku dalam perilaku, ketat informasi, jarang bicara dan ”jarang pula
tersenyum”. Sementara AS yang merasa
tersaingi ekonomi dan militernya dengan Cina terkenal dengan arogansinya, suka
mendikte, merasa menjadi polisi dunia sementara yang berseberangan dengannya
dianggap tersangka. Dua
karakter ini bisa mendidihkan suhu yang sudah panas di LCS. Maka langkah militer yang diambil sejatinya
bukanlah solusi yang terbaik karena dengan
cara itu bisa saja terjadi konflik skala besar.
RI sangat
diharapkan mampu mendekatkan kedua kutub yang berseberangan itu ketika kedua
Paman yang sedang berahi pengaruh berupaya mengambil simpati kepada kita. Bukankah ini momentum sesunggguhnya, sekali
mendayung dua tiga pulau terlampaui. Sembari
melakukan diplomasi karena kedua mereka sedang berebut simpati, saatnya pula kita
memperkuat militer dan teknologinya juga mumpung ketika keduanya sedang berbaik
hati kepada kita. Bukankah ini
sebuah dinamika perjalanan memperkuat pertahanan negara sembari mencerdaskan
kemampuan diplomasi. Siapa tahu keduanya
lantas duduk satu meja lalu saling sapa dan biarkanlah mereka berunding
bertahun-tahun.
Peran yang
dijalankan RI ini dengan mendudukkan kedua Paman bersama beberapa ”keponakan-keponakan”
yang lain seperti Filipina, Vietnam dan Malaysiai untuk berunding diniscayakan merupakan
prestasi tersendiri bagi diplomasi RI. Apalagi
solusi akhirnya dengan bersalaman satu sama lain untuk tidak lagi merasa benar sendiri walaupun
langkah itu memerlukan waktu bertahun-tahun dan melelahkan. Tetapi yang terpenting kita juga harus siap
dengan kemungkinan terburuk. Untuk itulah
perkuatan alutsista TNI merupakan jalan akbar yang diridhoi oleh seluruh rakyat
Indonesia sehingga setidaknya tahun 2020 nanti kita pun siap dengan segala "cuaca" ekstrim yang mungkin terjadi.
******
Jagvane / 19
Juni 2012