Pemerintah sudah bertekad hendak menggaharkan pengawal republiknya, TNI dengan memodernisasi alutsistanya. Seiring dengan gempita itu sepanjang dua tahun terakhir ini ”lagu” alutsista yang lebih sering terdengar di telinga adalah transfer teknologi. Lagu ini memang bagian dari kebijakan Kementerian Pertahanan agar suatu saat kelak bangsa ini dapat memenuhi sendiri kebutuhan alat-alat perangnya dengan industri hankam dalam negeri yang matang dalam memproduksi alutsista.
Maka bisa kita lihat dan saksikan saat ini spirit dan aktivitas melakukan sekolah teknologi alutsista. Ilmuwan-ilmuwan kita sudah mampu membuat alutsista berdasarkan transfer teknologi misalnya membuat kapal perang jenis KCR (Kapal Cepat Rudal), LST (Landing Ship Tank), LPD (Landing Platform Dock), Panser Anoa, Rantis, Roket R-Han, CN 235 MPA, Helikopter. Yang sedang bersekolah transfer teknologi saat ini adalah proyek pembuatan panser canon dengan Korsel, proyek pembuatan kapal perang berkualifikasi PKR (Perusak Kawal Rudal), proyek pembuatan kapal selam dengan Korsel dan yang spektakuler adalah kerjasama pengembangan jet tempur generasi 4,5 KFX/IFX juga dengan Korsel. Untuk kedua proyek bergengsi yang terakhir itu RI telah mengirimkan lebih dari 150 ilmuwannya ke Korsel.
KRI Trimaran produksi Lundin akan diperkuat rudal C705 |
Lalu yang terakhir dan masih hangat dalam perbincangan adalah kerjasama produksi rudal anti kapal C705 dengan China yang dapat dikembangkan menjadi pembuatan rudal surface to surface, surface to air dan air to surface. Ini adalah buah dari kunjungan kerja Menhan Punomo Yusgiantoro ke Beijing China atas undangan Menhan China Jendral Liang Guanglie tanggal 19 sampai dengan 21 Fepbruari 2012. Kerjasama real ini sebenarnya yang paling ditunggu sejak adanya perjanjian DCA (Defence Cooperation Agreement) antara Indonesia dan China tahun 2007.
Ini adalah langkah cerdas dan cemerlang dari kebijakan Kementerian Pertahanan RI yang ingin memodernisasi persenjataan TNI dengan anggaran sebesar US$ 15 Milyar untuk periode 2010-2014. Tidak melulu beli murni tetapi juga mengaktifkan dan memberdayakan kegiatan industri hankam strategis Pindad, PAL, PT DI dan perusahaan industri hankam swasta nasional. Upaya menyirami industri hankam ini dengan berbagai proyek kerjasama produksi alutsista memberikan banyak kegunaan, salah satunya tentu kebanggan nasional dengan produksi milik bangsa sendiri.
PT Pindad kebagian order membuat panser canon bersama Korsel setelah sukses menghasilkan ratusan panser Anoa yang merupakan titik awal kebangkitan industri hankam dalam negeri. Pindad juga sedang disibukkan dengan produksi massal Roket Rhan bersama Lapan disamping memenuhi order ekspor panser Anoa ke beberapa negara. Sementara PT PAL saat ini mendapat order membuat kapal selam kelas Changbogo bersama industri hankam Korsel, Daewoo. Selain itu kerjasama produksi melalui transfer teknologi juga sedang berlangsung antara PAL dan Damen Schelde Belanda untuk membuat 10 kapal perang light fregat. Tak ketinggalan embahnya teknologi kedirgantaraan PT DI mendapat banyak order mulai dari buat helikopter, kerjasama buat pesawat angkut militer CN295 dengan Airbus Military dan mengembangkan jet tempur KFX/IFX bersama Korsel.
Yang menarik China juga bersedia menularkan ilmu teknologi rudalnya dengan bekerjasama memproduksi rudal anti kapal C-705 yang mampu menembus jarak tembak 100 km. Memang dibanding dengan rudal Yakhont buatan Rusia yang mampu menerabas jarak jangkau 300 km, C-705 jelas tak ada apa-apanya. Tetapi untuk mendapatkan ilmu transfer teknologi itu, kita perlu “mundur selangkah” dengan mengambil ilmu konsep dasar teknologi rudal. Setelah itu kita dapat mengembangkannya sendiri misalnya dengan menambahkan booster dan racikan propelan untuk menambah kekuatan jarak tempuh dan hulu ledaknya. Lapan Pindad sudah siap dengan materi kuliah yang berjudul ilmu propelan. Untuk diketahui hampir semua negara yang menguasai teknologi rudal sangat merahasiakan racikan teknologi propelan yang dimilikinya.
Beberapa rudal anti kapal C-705 sudah diuji coba oleh TNI AL dan sudah terpasang di sejumlah kapal cepat rudal TNI AL. Matra laut ini punya program pembangunan 100 kapal cepat rudal murni buatan dalam negeri dalam renstranya sehingga membutuhkan banyak rudal anti kapal sebagai senjata pemukul strategisnya. Dalam kerjasama produksi rudal C-705 sangat dimungkinkan kapal perang jenis korvet Parchim Class TNI AL yang berjumlah 16 unit itu akan mendapat jatah rudal ini sebanyak 2-4 unit di setiap kapalnya. Kapal perang TNI AL lainnya yang sedang dibangun di PT Lundin Banyuwangi yang mengusung teknologi trimaran juga akan diperkuat dengan rudal C705. Kapal trimaran ini punya kecepatan sampai 40 knot, tahun ini diharapkan 1 unit selesai. TNI AL memesan 4 kapal dari galangan swasta nasional ini yang memang sudah ahli dalam membuat kapal cepat.
Diniscayakan dalam kurun waktu 4 sampai dengan 8 tahun lagi kita sudah mampu memproduksi beragam alutsista teknologi tinggi made in dewe. Untuk kapal berjenis PKR misalnya jika semuanya berjalan lancar mestinya tahun 2014 ini sudah jadi minimal 2 kapal perang. Namun diantara semua sekolah transfer teknologi alutsista proyek PKR ini yang paling lambat laju kurikulum semesterannya. Ada kesan pihak Damen Schelde Belanda mengulur-ulur waktu dan setengah hati menularkan ilmunya padahal kita sudah membeli produknya berupa 4 KRI Korvet Sigma beberapa waktu yang lalu. Sehingga ada kesan kalau negara-negara Barat itu memang pelit menularkan teknologinya.
Ini sangat berbeda dengan negara-negara Asia seperti Korsel dan China yang dengan ikhlas mau berbagi ilmu dengan Indonesia untuk bekerjasama memproduksi bermacam alutsista yang dibutuhkan negara ini. Transfer teknologi pembuatan kapal selam diyakini bisa dihasilkan mulai tahun 2018 saat dimana sebuah kapal selam jenis Changbogo bisa diproduksi oleh PAL. Demikian juga dengan proyek jet tempur KFX/IFX, Indonesia diharapkan dapat menguasai teknologinya mulai tahun 2020. Untuk teknologi rudal diharapkan tahun 2014 kita sudah mampu membuat rudal berbagai jenis yang punya daya ledak dan daya jangkau menggentarkan.
Langkah cemerlang Kemenhan ini tentu kita apresiasi karena kalau hanya sekedar beli alutsista, yang didapat cuma barangnya dan cara penggunaannya sedang teknologinya tetap milik si pembuat. Dan kalau pola ini saja yang dianut, negeri ini tak ubahnya hanya sebuah pasar besar dimana kita hanya menjadi pembeli yang baik hati, pemakai yang baik hati tanpa pernah bisa menjadi pintar. Pola yang dianut Kemenhan mestinya banyak ditiru oleh sektor lain misalnya sektor otomotif yang sudah menemukan titik temu ketika mobil kiat esemka menjadi begitu populer. Untuk urusan produksi sepeda motor saja mengapa harus berkiblat pada merek Jepang padahal secara de facto kita sudah mampu membuat sendiri. Mengapa kita tidak mau memulainya sebagaimana yang telah dicontohkan Kemhan padahal teknologi otomotif sangat mudah dicerna dan diimplementasikan oleh anak bangsa ini. Mengapa ?
*****
Jagvane 06 Maret 2012