Ulang tahun pada dasarnya adalah mematri posisi eksistensi ketika cerita perjalanan sampai di batas daur ulang edar manakala bumi lengkap tigaratus enampuluh lima hari enam jam berputar mengelilingi matahari. Satu tahun namanya dan eksistensi pun kembali ke titik ulang untuk kemudian berjalan lagi, terus, sampai pada sebutan berulang lagi.
Lima oktober dua ribu sebelas pengawal republik memasuki bilangan usia enampuluh enam, sebuah bilangan yang mencerminkan kedewasaan titik eksistensi pada putaran revolusi bumi yang selama itu berkeliling tak jenuh, tak ingkar mengantarkan semua dinamika yang ada didalamnya termasuk sebuah institusi TNI. Ya selama usia itu TNI telah berkembang menjadi menjadi sebuah kebanggaan, martabat, harga diri, keperkasaan dan kesetiaan mengawal Republik Indonesia.
Pasukan Marinir TNI AL |
Perjalanan kemudian mencatat pergolakan di beberapa daerah yang merasa dianaktirikan oleh Jakarta. Ada PRRI / Permesta, ada RMS, ada Daud Beureueh, ada DI/TII. Semua pergolakan itu memberikan catatan bagi TNI, bahwa tidak ada kata kompromi jika ada komponen yang menyatakan memisahkan diri dengan seabreg alasan. Karena perjanjian bernegara ini sudah jelas, bahwa negara kesatuan ini adalah konsekuensi sejarah dari kebersamaan langkah yang sudah dilas dengan semangat proklamasi. Pemberontakan itu akhirnya dipadamkan dengan berdirinya TNI di garis depan sebagai tulang punggung pemadam kebakaran.
Membuka era 60an, Trikora berkumandang tepatnya 19 Desember 1961 untuk memperjuangkan Irian Barat yang masih digenggam Belanda. Trikora adalah momentum perkuatan alutsista TNI yang luar biasa dan pertama. Berbagai arsenal mematikan didatangkan dari blok Timur. Kehadiran arsenal-arsenal ini memberikan aura gentar bagi Belanda. Atas nasehat Presiden AS Kennedy, Belanda akhirnya angkat kaki dari Papua. Inilah kekalahan kedua Belanda setelah sebelumnya mengakui kedaulatan Indonesia akhir tahun 1949. Sekali lagi TNI tampil sebagai bemper perjuangan keutuhan NKRI. Lengkap sudah NKRI dari Sabang sampai Merauke, ibarat sebuah tubuh, lengkap sudah bersama seluruh anggota badan.
Lima Oktober TNI berulang tahun, dan tahun ini genap sudah usianya menginjak angka enampuluh enam, sebuah usia dewasa yang mengantarkan kesetiaan pengawal republik pada negeri ini. Pada usia sebaya ini TNI sedang mempersiapkan gelar alutsista menuju minimum essential force. Ya sang hulubalang sedang mengasah pedangnya agar terlihat mengkilap dan tajam. Mengapa harus diasah agar tajam, karena inilah kekuatan bargaining yang mampu memberikan nilai kesetaraan dalam pola gaul dengan negara lain terutama negara yang senang mengklaim teritori negara lain. Kekuatan alutsista adalah cermin menuju profesionalitas TNI karena teman sejati TNI adalah alutsista itu sendiri, namanya saja angkatan bersenjata, ya senjata itulah yang menjadi kebanggaan dan nilai profesionalitas sosok tentara.
Nah kalau bicara alutsista maka alokasi atau distribusi alutsista menjadi penting bagi sebuah negara bercorak kepulauan ini. Bicara tentang alokasi arsenal dan satuan-satuan tempur pada sebuah peta yang bernama Republik Indonesaia, maka bisa disimpulkan dengan mudah kekuatan arsenal TNI semua angkatan menumpuk di pulau Jawa. Kostrad divisi I dan II semua bermukim di Jawa, Pasmar I dan II juga berdomisili di Jawa. Pangkalan utama TNI AL di Surabaya dan Jakarta. Skuadron-skuadron tempur dan angkut militer mayoritas ada di pulau Jawa.
Satuan-satuan tempur di dua Kodam di Kalimantan sudah selayaknya mendapatkan alutsista penggebuk berdaya ledak tinggi disertai mobilitas gerak pasukan. Main Battle Tank (MBT) diperlukan di sebuah pulau yang berbatasan darat dengan negara tetangga, bukan diletakkan di Jakarta. Selama ini jika ada penambahan alutsista baru untuk TNI AD, Jakarta dan Jawa selalu mendapat prioritas kemudian alutsista yang lama dipindahkan ke satuan tempur daerah di luar Jawa. Ketika konflik Ambon sempat menyalak minggu kedua September 2011, alutsista yang muncul di jalanan kota Ambon tidak mencerminkan kegagahannya karena memang sudah tua. Bandingkan misalnya yang tampil Panser Anoa, auranya akan menegaskan kehadiran satuan pengaman yang gagah dan berwibawa.
Tidak perlu harus mengutamakan Jawa. Misalnya untuk alokasi satuan batalyon kavaleri dan batalyon infantri mekanis beserta kekuatan arsenalnya kota Ambon, Banda Aceh, Lhok Seumawe, Jayapura, Pontianak, Kupang mestinya mendapatkan priorotas paling utama. Di Ambon misalnya harus ada batalyon infantri mekanis dengan kekuatan 70-75 panser Anoa atau yang sejenis. Kehadiran alutsista seperti ini akan memberikan warna kekuatan gahar pengaman republik dari unsur-unsur pengacau dan separatis. Bisa ditampilkan pada saat parade militer atau melakukan patroli pengamanan wilayah untuk meredam konflik antar warga. Demikian juga dengan Pontianak sangat memerlukan kekuatan Main Battle Tank.
Kita berharap ada pemerataan penempatkan satuan-satuan tempur TNI segala matra di 5 pulau besar yaitu Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Papua. Lima pulau besar ini dapat membentuk Kowilhan (Komando Wilayah Pertahanan) yang nantinya saling memback up satu sama lain. Kalimantan misalnya sebagai daerah yang beresiko konflik perbatasan paling tinggi minimal harus ada satuan organik dengan kekuatan 2 divisi TNI AD dengan dukungan alutsista berupa 2 batalyon kavaleri MBT, 4 batalyon infantri mekanis, 4 batalyon armed, 2 batalyon rudal / roket dan 15 batalyon infantri. Kekuatan AD ini didukung dengan gelar kekuatan AU yang menempatkan secara permanen minimal 2 skuadron tempur, 1 skuadron heli tempur dan 1 skuadron UAV. TNI AL menempatkan sejumlah KRI di Tarakan berikut penempatan batalyon-batalyon marinir di beberapa pangkalan AL yang ada di Kalimantan.
Penataan satuan organik sebagai kekuatan pemukul reaksi cepat di masing-masing 5 pulau besar dan saling mendukung satu sama lain diniscayakan lebih efektif dalam rentang kendali dan kecepatan reaksi. Misalnya terjadi konflik terbuka di Ambalat, maka satuan organik di Kalimantan dan Sulawesi bisa saling membantu dengan kedekatan jarak jangkau dan jarak tempur. Termasuk pula dalam operasi militer selain perang sebaran kekuatan pasukan TNI dengan alokasi alutsistanya di 5 pulau besar ini mampu memberikan kecepatan reaksi.
Seremoni ulangtahun yang digelar di Markas Besar TNI Cilangkap Jakarta hari ini memberi kesan sederhana dan tidak memusatkan pameran kekuatan alutsista di ibukota negara. Hanya ada flypass 6 Sukhoi dan 6 Hawk, parade dan defile tidak ditampilkan. Berbeda dengan di Surabaya dan Yogyakarta, kesannya lebih meriah dengan dilakukannya parade dan defile menampilkan beragam jenis alutsista TNI yang dimiliki. Bisa jadi ini menjadi pertanda bahwa sebaran alutsista akan dialokasikan merata khususnya di lima pulau besar RI.
Kita berharap suatu saat akan ada gelar upacara HUT TNI yang dipimpin Presiden di daerah perbatasan, misalnya di Kupang dan Pontianak dengan gelar alutsista secara besar-besaran. Walaupun hanya bersifat seremoni namun gaungnya akan terasa kuat di kalangan rakyat setempat, manakala upacara HUT TNI dipusatkan di provinsi border land. Ini akan menciptakan ruang rasa pada nuansa kebangsaan dan mampu membangkitkan semangat patriotik. Parade alutsista di kawasan perbatasan darat akan memberikan pesan jelas kepada negara tetangga adanya kehadiran TNI yang kuat di ruang perbatasan itu. Kita membayangkan ada parade dan defile satuan organik pasukan pemukul reaksi cepat di Kalimantan Barat atau NTT, ada unjuk kekuatan alutsista berupa MBT, Panser, Artileri, Rudal, Roket, Jet Tempur, KRI dan alutsista lainnya. Semoga horizon membayangkan itu suatu saat bisa menjadi kenyataan yang membanggakan. Dirgahayu TNI.
Jagvane / 05 Oktober 2011