Wednesday, September 9, 2020

Selangkah Lagi Menuju Era Network Centric Warfare

Dari Yunani ada kabar bagus dan ditunggu. Bahwa perusahaan raksasa negeri para dewa itu, Scytalys memenangkan tender terbuka untuk membangun infrastruktur software fundamen Network Centric Warfare (NCW) militer Indonesia. Nilai kontrak proyek ini mencapai US$ 49 juta atau 730 milyar rupiah, dipublikasikan 15 Agustus 2020.

Membangun militer modern sama dengan mempersiapkan sistem manajemen pertempuran berbasis network. Tidak bisa tidak, tidak bisa ditunda karena perkembangan teknologi pertempuran sangat dinamis. Manajemen pertempuran sekarang dan masa depan adalah integrasi interoperability antar matra darat, laut dan udara dalam satu komando.

Scytalys sudah berpengalaman membangun sistem interoperability pertahanan di Jepang dan Korsel. Dari pengalaman itu kemudian akan membangun infrastruktur software komando interkoneksi pertahanan Indonesia. Ini yang disebut dengan C4ISR (Command, Control, Communication, Computer, Intelligence, Surveilance, Reconnaisance).

                                              Nagapasa Class akan mencapai jumlah 6 unit

Melihat kacamata diri dalam bingkai geo politik dan geo strategis, maka jelas ciri khas sistem manajemen pertempuran kita bertumpu pada kekuatan angkatan laut dan udara. Doktrinnya musuh harus dicegah masuk teritori, berani masuk digebuk. Maka kekuatan gebuknya ada di AL dan AU. Klaim teritori kita semuanya adalah perairan. Konsekuensinya kekuatan alutsista matra laut dan udara harus ditingkatkan secara signifikan dan cepat.

Natuna adalah hotspot contoh soal yang jelas. Dan membuat kita tergopoh-gopoh. Juga Ambalat. Dua hot spot ini mengharuskan kita membagi dua kekuatan AL dan AU. Maka peta jalannya sudah jelas. Salah satunya kita saat ini sedang mengembangkan model alutsista remote control PUNA (pesawat udara nir awak) Elang Hitam. Begitu strategisnya proyek militer ini sehingga mampu menggeser program strategis nasional lainnya seperti pesawat R80 Habibie di masa pandemi ini. 

                                                 Sedang proses 24 jet tempur F16 Viper

Elang Hitam diniscayakan akan menjadi tulang punggung manajemen pertempuran masa depan. Bisa difungsikan sebagai pesawat intai strategis, pesawat patroli udara dan patroli maritim sekaligus serang dadakan. Sudah banyak bukti betapa peranan drone bersenjata mampu melakukan serangan kejut, mendadak dan "bersih cemerlang tanpa menggores".

Saat ini kita sedang berupaya mendapatkan 24 jet tempur F16 Viper, 15 Typhoon dan lain-lain untuk TNI-AU. Sedangkan TNI-AL sudah mempersiapkan Iver Class dan Martadinata Class batch dua. Termasuk melanjutkan pembuatan tiga kapal selam Nagapasa batch dua. Ragam alutsista ini semua, kelak akan dijahit menjadi bagian dari sistem NCW TNI. Scytalys menguatkan sistem pertahanan TNI, mempersiapkan bangunan software sinergitas komunikasi dan koordinasi militer teknologi terkini.

Elang Hitam diprediksi akan menjadi alutsista garis depan secepatnya. Itu sebabnya run down produk ini berlangsung dengan supervisi ketat. Nopember tahun ini sudah mulai uji coba dan akhir tahun depan sudah mulai produksi. Teknologi Elang Hitam harus kita kuasai secepatnya, tidak semata-mata beli produk luar. Kita sudah punya PUNA Aerostar buatan Israel dan Wing Loong buatan China. Kehadiran Elang Hitam sudah ditunggu di Natuna.

Iver Class juga akan menjadi alutsista penggentar bersama Martadinata Class. Iver diprediksi akan dibangun 4 unit sama seperti Martadinata Class. Kapal permukaan striking force ini diperkuat alutsista bawah air Nagapasa Class. Scytalys perlu waktu tiga tahun untuk meracik adonan C4ISR. Sementara mempersiapkan ragam alutsista gahar juga perlu waktu lima tahunan. Maka dalam lima tahun kedepan implementasi NCW sudah menjadi kenyataan bersama kekuatan alutsista yang "bolehlah".

Hakekatnya kita membangun kekuatan teknologi militer bukan untuk gagah-gagahan. Negara lain mengikuti pola yang sama. Singapura sudah duluan. Ini adalah tuntutan bernegara kesejahteraan. Kita bangga jika militer kita sudah punya sistem pertahanan terintegrasi, karena itu bagian dari marwah bernegara. Kekuatan ekonomi kita bangunkuatkan. Sejalan dengan itu kita juga harus menguatkan militer kita. Dua-duanya berjalan, seiring sejalan dan berjalan terus.

****

Jagarin Pane/7 September 2020