Saturday, August 22, 2020

Menyetarakan Payung Lantamal

Angkatan Laut Indonesia punya pasukan elite Marinir sebagai salah satu komponen sistem senjata armada terpadu (SSAT) TNI AL. Selain sebagai unsur SSAT, Marinir juga bagian dari pasukan pemukul reaksi cepat (PPRC) TNI. Komponen SSAT adalah KRI, Pesawat Penerbal, Marinir dan Pangkalan. Marinir merupakan kekuatan pemukul serbu pantai yang andal, bagian dari metode pertempuran laut yang paling seru.

Minggu-minggu ini kita mendapat publikasi melihat jalannya latihan tempur pasukan batalyon Marinir pertahanan pangkalan (Yonmarhanlan). Kita disuguhkan pemandangan yang memprihatinkan. Meriam lawas yang sudah jadi pajangan di halaman depan markas "dikaryakan" lagi dan menjadi senjata andalan jalannya model simulasi.

Pangkalan angkatan laut yang bernama Lantamal merupakan obyek vital instalasi militer. Sama vitalnya dengan Halim AFB atau Hasanudin AFB. Bedanya kedua AFB itu dijaga dan dipayungi dengan alutsista canggih Oerlikon Skyshield dan QW3. Sedangkan Lantamal kita masih telanjang dan tertinggal jauh untuk soal ini.

                                         Transporter Tank Amfibi Marinir

Sudah sepantasnya pasukan Marinir yang bertugas sebagai Yonmarhanlan diberi persenjataan yang sepadan dengan makna obyek vital militer. Sebagai unsur SSAT, pangkalan adalah instrumen penting yang harus steril dan dipayungi. Ada belasan Lantamal yang tersebar di tanah air. Payung pertahanannya adalah keharusan mutlak dan perlu secepatnya direalisasikan.

Minimal harus ada hanud titik dengan persenjataan rudal SAM ( Surface to Air Missile), rudal darat ke udara jarak pendek di setiap Lantamal. Bukankah Lantamal berfungsi sebagai sistem mata rantai logistik dan amunisi kapal perang. Bukankah Lantamal juga sebagai pangkalan permanen Kapal Cepat Rudal dan Kapal Patroli Cepat TNI AL.

Lihat saja batalyon-batalyon Arhanud TNI AD. Punya berbagai jenis persenjataan hanud titik yang canggih dan berkelas sejak adanya program MEF (Minimum Essential Force) . Punya ratusan rudal canggih Starstreak dan Mistral. Bahkan batalyon Arhanud TNI AD sudah mulai mengoperasikan hanud area berupa satuan peluru kendali darat ke udara jarak menengah. Lalu bandingkan dengan batalyon Marinir pertahanan pangkalan AL. Bagai bumi dan langit.

Instalasi obyek vital militer berupa pangkalan udara secara bertahap sudah dilengkapi dengan payung pelindung alutsista modern. Paskhas TNI AU saat ini sudah memiliki persenjataan hanud titik berupa rudal QW3 buatan China dan Oerlikon Skyshield buatan Swiss.

Mengapa persenjataan payung perlindungan untuk Lantamal tertinggal. Bukankah Lantamal adalah rumah inap KRI. Bahkan di beberapa Lantamal masih satu komplek dengan kapal-kapal niaga. Sangat tidak elok terlihat manakala kesenjangan ini berlarut-larut. Latihan militer Yonmarhalan di beberapa Lantamal baru-baru ini menjadi diskusi hangat forum militer netizen.

Sangat wajar dan segera jika pangkalan AL dilengkapi dengan hanud titik atau sistem pertahanan udara jarak pendek. Boleh juga kalau memakai Oerlikon Skyshield. Atau bisa juga pakai model CIWS (Close In Weapon System) seperti yang terpasang di KRI striking force. Pakai rudal Starstreak atau Mistral juga bagus.

                                          MLRS Vampire Marinir Indonesia

Marinir sebagai pasukan serbu pantai sudah dilengkapi dengan berbagai jenis alutsista seperti tank amfibi BMP3F, LVTP, MLRS Grad, Vampire dan lain-lain. Meski secara kuantitas masih kurang. Artinya sebagai pasukan pemukul SSAT dan PPRC, Marinir punya alat pemukul yang andal. Namun sebagai pasukan pertahanan pangkalan yang berdiri sendiri, Marinir masih harus mengurut dada. Ayo dong MEF, penuhi kebutuhan dia. Bukankah dia adalah kita.

****

Jagarin Pane /22 Agustus 2020