Wednesday, July 22, 2020

Riuh Rendah Diterpa Angin Typhoon


Dua hari ini jagat netizen forum militer tanah air gegap gempita merespon inisiatif cepat tak terduga Kemenhan RI. Gerak cepat Menhan Prabowo untuk segera mengisi skadron jet tempur TNI AU dengan jet tempur Typhoon membuat hingar bingar alam raya netizen formil dan pasar alutsista.

Jet tempur kelas berat multi role Sukhoi SU35 seharusnya tahun ini sudah mulai berdatangan. Tetapi sorot mata CAATSA Paman Sam yang mendelik melotot membuat langkah eksekusi uang muka Sukhoi SU35 tersendat. Akibatnya ada kekosongan pengisian jet tempur sampai tahun 2023.

Ini mirip kisahnya dengan isian kapal perang baru setelah 4 korvet sigma Diponegoro Class datang seluruhnya dari Belanda. Sementara kontrak pengadaan kapal perusak kawal rudal Martadinata Class dengan Damen Schelde Belanda baru bisa menyelesaikan pembuatan kapal perang tahun 2017. Ada gap lima tahun, padahal kita sangat membutuhkan KRI striking force.
Typhoon yang lagi jadi trending topic
Lalu ada informasi bahwa 3 Light Fregat Nakhoda Ragam Class yang dibeli Sultan Brunai dari Inggris bermasalah. Maka lewat diplomasi tingkat tinggi antara Presiden SBY dan Sultan Bolkiah, akhirnya kita mendapatkan 3 kapal perang bekas tapi baru. Tiga kapal perang untuk Brunai itu sempat terkatung-katung sepuluh tahun di Inggris karena Sultan menolak menerima.

Ketiganya masuk Bung Tomo Class dan sekarang ada di Armada Satu. Beli kapal perang Brunai dengan harga murah dapat bonus 2 kapal cepat Salawaku Class. Lumayanlah. Nah, Bung Tomo Class sejak pertama diakuisisi Indonesia baru mulai mendapatkan upgrade tahun ini satu persatu.

Saat ini kita sangat membutuhkan segera jet tempur "pengganti" Sukhoi SU35. Kenyataannya selama tiga tahun kedepan tidak akan ada isian jet tempur baru. Padahal ancaman terhadap Natuna nyata, jelas dan berat. Jika kontrak pengadaan jet tempur F16 Viper dilakukan tahun ini, barangnya baru bisa diserahkan mulai tahun 2024. Demikian juga dengan jet tempur Rafale paling cepat datang tahun 2023.

Diponegoro Class
Oleh sebab itu harus ada isian jet tempur sekarang. Dan jet tempur Eurofighter Typhoon Austria adalah peluang terbesar untuk mendapatkannya. 15 jet tempur bekas pakai tapi irit jam terbangnya itu sudah ada barangnya. Tinggal kirim kalau semua sudah beres, sign kontrak. Austria sendiri menginginkan Typhoon yang dibeli tahun 2003 dari konsorsium Airbus dipensiun dini karena berbagai permasalahan. Yang jelas kondisi jet tempur masih gres karena jarang dipakai.

Sebenarnya pada tahun 2015 ketika ada rencana untuk mengganti jet tempur F5E, Typhoon adalah salah satu calon kuat disamping Sukhoi SU35. Adalah Kadispen TNI AU pada waktu itu Marsekal Pertama TNI Hadi Tjahjanto yang menyampaikannya. Waktu itu Dubes Spanyol sempat mempromosikan Typhoon. Tapi pilihan kemudian jatuh pada SU35 Rusia.

Ramai sekali diskusi hangat pro kontra dan komentar forum militer netizen. Ini memberikan arus kuat yang mencerminkan hasrat dan keinginan agar tentara langit kita punya kekuatan detteren. Rafale digadang-gadang, Viper diharap-harap. Tapi kedua jenis jet tempur itu belum bisa hadir tahun ini. Harus menunggu minimal 3 tahun lagi.

Jangan lihat soal trance Typhoon. Di kemudian hari bisa di upgrade. Waktu kita mendapatkan 4 sukhoi paket cepat di era ibu Mega, spek teknis Sukhoinya "standar banget". Kualitasnya jauh dibawah Sukhoi Malaysia. Dan sekarang 4 Sukhoi "jadul" tadi sudah setara dengan adik kelasnya di skadron Sukhoi Makassar. Soal perawatan lebih mahal Sukhoi SU27/30.

Bung Tomo Class
Program Minimum Essential Force (MEF) jilid 3 ini harus extra ordinary. Kompor yang buat panas suasana adalah China. Kita tak mungkin bisa menyamai kehebatan militer China. Untuk urusan yang begituan biar saja AS dan sekutunya yang mengimbangi. Tapi bukan berarti lalu kita tenang-tenang saja. Kita juga harus mempersiapkan kekuatan striking force kita seoptimalnya.

Kita butuh jet tempur sekarang juga. Maka ketika ada peluang untuk mendapatkan Eurofighter Typhoon, upaya yang dilakukan Kemenhan patut diapresiasi. Pemikir dan pengambil kebijakan di Kemenhan dan TNI punya analisis intelijen, potensi ancaman dan kekuatan TNI AU. Kalau Typhoon menjadi pilihan, itu sudah upaya maksimal agar tentara langit kita semakin berotot. Tapi tentu pembandingnya bukan China.

Lanud strategis Supadio perlu jet tempur strategis. Sebenarnya F16 Viper sudah dipersiapkan untuk dialokasikan di Supadio AFB. Tapi waiting listnya cukup lama, empat tahun. Maka langkah cepat extra ordinary Kemenhan setidaknya bisa kita tempatkan pada proporsi kebutuhan jet tempur yang mendesak. Typhoon Austria membuka lebar peluang itu.

****
Jagarin Pane / 21 Juli 2020