Sunday, July 19, 2020

Arogansi Dibalas Aliansi


Langkah mengedepankan otot militer yang diperlihatkan China telah memberikan persepsi arogansi dan mentang-mentang di mata dunia. Sekaligus membuka cakrawala pandang dunia internasional bahwa otot militer China harus dilawan dengan cara yang sama. Dan lebih spektakuler.

Ribut-ribut dengan India misalnya. Tak ada angin tak ada hujan tiba-tiba China membuat gaduh perbatasan kedua negara. Padahal border di pegunungan Himalaya itu sudah status quo selama setengah abad. Adu otot terjadi, adu jotos terlihat. Sangat memalukan. Dampaknya rakyat India benci banget sama China.

Pemerintah India kemudian mempercepat proses pengadaan berbagai jenis persenjataan canggih. Lebih pas disebut mempersiapkan sebanyak mungkin alutsista untuk persiapan perang masa depan. Pemerintah dan rakyat India benar-benar marah terhadap perilaku provokasi tentara China. Hampir seratus pasukan kedua negara mati konyol karena saling adu jotos ala primitif.

HMS Queen Elizabeth dipersiapkan ke LCS
Dengan Hongkong juga. Dengan Taiwan apalagi. Sudah puluhan tahun China menggertak Taiwan. Dan sepanjang semester I tahun 2020 ini China melakukan manuver militer di selat Taiwan. Yang tidak biasa, jet-jet tempur China daratan sudah berani menerobos teritori udara Taiwan. Dan itu dilakukan berulang kali.

Tapi Republik China Taipei tidak kalah gertak. Kecil-kecil cabe rawit. Militer negeri Formosa itu langsung bereaksi dan meluncurkan beberapa peluru kendali maut sebagai isyarat "lu jual gua beli". Barusan kapal induk USS Theodore Roosevelt "berhenti" di selat Taiwan. Membawa pesan kuat untuk China, anda sopan kami segan, anda arogan kami lawan.

Dengan negara-negara ASEAN juga begitu. Vietnam digertak terus menerus, kapal nelayannya ditenggelamkan. Perairan Filipina disisir habis China, kapal perang Filipina mau ditembak. Juga dengan Malaysia, tercatat ada 89 pelanggaran teritori laut dan udara yang dilakukan China terhadap Malaysia.

Dua kapal induk AS berparade di LCS
Perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) kita di laut Natuna Utara sering diterobos oleh kapal nelayan dan Coast Guard China. Dibelakangnya ada back up kapal perang dia. Dan kita melawan. Kita kerahkan kapal perang, juga sejumlah jet tempur dan pesawat pengintai untuk menegaskan kehadiran kita di teritori Natuna. Saat ini seluruh komponen pertahanan kita siaga penuh di Natuna.

Akhirnya arogansi China berbuah pahit. AS, Australia, Jepang, Inggris dan Kanada bersiap membentuk aliansi militer kapasitas gajah. Jepang memesan 105 jet tempur canggih dan stealth F35. Kapal induk helikopter di upgrade utk F35B. Australia mempersiapkan peluru kendali anti kapal jarak jauh. Memesan sejumlah kapal selam canggih dan lain-lain. Semua sedang mempersiapkan dan menimbun senjata sebanyak mungkin. Waduh gawat neh.

Dalam situasi dan kondisi saat ini dan di masa depan, Indonesia harus bisa bermain cantik di konflik Laut China Selatan (LCS). Kita harus mengedepankan permainan cerdik secara militer dan diplomasi. Sedapat mungkin kita tidak terjebak rayuan aliansi militer, tetapi tetap simpati dengan kehadirannya. Karena hanya AS dan sekutunya yang bisa meredam arogansi China di LCS.
Iver Class yang dibeli Indonesia
Patut diingat bahwa sesama negara ASEAN juga saling klaim ZEE LCS. Kita dengan Malaysia belum clear. Kita dengan Vietnam masih dispute. Vietnam dengan Malaysia juga masih berselisih. Bedanya, tumpang tindih klaim sesama negara ASEAN tetap memegang teguh code of conduct. Tapi sekali waktu Vietnam pernah marah sama kita dengan menubrukkan Coast Guardnya ke kapal nelayan mereka yang kita tangkap.

ASEAN harus cerdas menyikapi kehadiran kapal perang negara-negara aliansi di LCS. Termasuk jika harus mampir di Natuna. Di satu sisi mereka datang sebagai payung penyeimbang dan pelindung. Namun di sisi lain bisa saja negara-negara ASEAN ditarik "iuran keamanan". Lihat saja Korsel, Jepang, Jerman pada mengeluh dengan iuran keamanan yang dipatok AS. Asal tahu saja perang Teluk jilid satu dan dua yang membiayai adalah negara-negara Arab yang berkonflik.

Pasukan TNI Siaga penuh di Natuna
LCS adalah pertarungan dan pertaruhan hegemoni masa depan. AS tidak mau hegemoninya dirampas China. Momentum arogansi China adalah nilai plus bagi AS untuk mengambil simpati kepada India dan ASEAN. Sekutu tradisionalnya Inggris dan Australia ikut apa kata babe. Inggris bahkan mengirim kapal induk HMS Queen Elizabeth dan HMS Prince Of Wales secara bergantian ke LCS. Inggris juga telah membatalkan pengggunaan teknologi 5G Huawei.

Indonesia yang perairan ALKI 1 dan 2 nya bakal sering dilewati kapal induk, destroyer, fregat dan kapal selam negara aliansi harus punya marwah. Caranya perkuat AL dan AU. Memilih kapal perang besar semacam Iver Class bagus sekali. Kuantitasnya perlu ditambah. Penambahan jet tempur seperti F16 Viper dan SU35 adalah keniscayaan.

Dalam tataran diplomasi negara-negara ASEAN yang bersengketa dengan China bisa memilih netral atau berpihak proporsional. Brunai misalnya cenderung pasif meski punya klaim, tahu diri. Vietnam boleh ambil sikap berdikari karena dekat dengan Rusia. Malaysia cenderung diam mengalah. Filipina adalah sahabat AS tentu bisa berpihak proporsional dengan aliansi. Nah kita lebih pantas netral saja. Meminjam istilah populer Menlu Adam Malik tempo dulu: Semua bisa diatur.
****
Jagarin Pane / 17 Juli 2020