Wednesday, July 1, 2020

ASEAN Hadapi Tekanan Militer Berkepanjangan


Mulai Ahad kemarin dua kapal induk AS yaitu CVN Nimitz dan CVN Ronald Reagan melakukan latihan perang skala penuh empat dimensi di perairan Spratly barat daya Filipina . Ini bagian dari keteguhan sikap AS untuk melindungi hak-hak maritim dan kebebasan navigasi internasional. Kapal induk yang lain CVN Theodore Roosevelt ditarik sedikit ke atas menjaga Selat Taiwan. Luar biasa dinamika ini.

Dan China tetap show of force. Sebagai jawabannya awal bulan Juli ini armada angkatan lautnya mengadakan latihan militer di perairan Paracel. Persis di depan hidung Vietnam, bersebelahan dengan Spratly. Artinya ada dua kekuatan militer besar sedang berhadapan head to head di Laut China Selatan (LCS). Sementara di selatan LCS, di Natuna sudah bersiaga penuh sejumlah KRI dan Brigade komposit Gardapati Indonesia.
Armada AL China
Sepekan ini tiga pesawat anti kapal selam milik AS sedang menguntit pergerakan kapal selam China mulai dari selat Taiwan sampai LCS. Pertempuran intelijen sedang terjadi. Intelijen AS dikenal sangat akurat memantau dan mensuplai informasi. Ruang kendali manajemen pertempuran diliputi suasana ketegangan. Jangan sampai salah pencet.

ASEAN baru saja mengeluarkan statemen bersama, menolak klaim China terhadap LCS. Diprakarsai Vietnam, pernyataan sikap itu berdasarkan Konvensi PBB tentang hukum laut internasional UNCLOS 1982. Perairan ZEE secara ekonomi dikuasai oleh negara pantai yang ada disekitarnya. Jadi jelas tidak mengakui "juluran lidah naga" yang menjulur dari Hainan sampai Natuna dengan alasan historis.

Hari-hari mendatang dan untuk jangka waktu yang panjang ASEAN menghadapi tekanan militer yang terus menerus di perairan ZEE LCS. Vietnam berada di garis depan dan paling tersiksa dengan pamer otot Paman Mao. Instruksi China jelas, tidak boleh ada pergerakan kapal-kapal di perairan Paracel selama latihan militer China mulai 1 Juli ini. Larangan itu tentu membuat Vietnam bereaksi keras.

AS saat ini sudah mempersiapkan penempatan 3 radar mobile intai strategis berskala luas untuk Indonesia dan Malaysia. Menlu AS Mike Pompeo mengatakan pasukan AS ditarik dari Jerman untuk dipindahkan ke wilayah hot spot Asia Tenggara dan Asia Timur. Sudah ada gelar pasukan AS sebanyak 375.000 prajurit di sepanjang Indo Pasifik.

Kapal Induk AS
Bagaimana ASEAN melangkah ke depan dengan kondisi ini? Diperlukan kesamaan sikap. Pernyataan sikap terbaru ASEAN yang menolak klaim China adalah kemenangan diplomasi. Bahwa ASEAN masih mampu merapatkan barisan meski pun kita meyakini ada tiga negara ASEAN yaitu Laos, Kamboja dan Myanmar yang berada dalam pengaruh China.

Dinamika persinggungan ekonomi internasional yang terkait dengan kepentingan nasional masing-masing negara ASEAN bisa merubah pernyataan sikap bersama. China adalah negara pengekspor terbesar di dunia dan pengimpor terbesar kedua di dunia. Dan sejujurnya China tidak akan terbendung lagi untuk menjadi kekuatan ekonomi nomor wahid mengalahkan AS.

Bagi ASEAN tidak ada gunanya mengambil opsi memusuhi China secara militer, juga secara ekonomi. Karena kepentingan nasional masing-masing. Indonesia, misalnya persinggungan ZEE dengan China sama juga dengan persinggungan ZEE kita dengan Vietnam. Beda halnya dengan Vietnam, Filipina, Brunai dan Malaysia. Seluruh ZEE nya dicaplok China. Hanya menyisakan teritori nasional 12 mil laut dari pantai.

Kita dengan Vietnam masih berunding soal batas ZEE di Anambas. Tapi kita tidak mungkin berunding dengan China soal persinggungan ZEE di utara Natuna. Kalau kita mau berunding itu sama saja kekalahan dan kesalahan diplomasi. Karena klaim China tidak punya dasar hukum internasional.

Atas nama kepentingan nasional itu pula kita tidak perlu hanyut dalam drama LCS yang sudah menahun. Proporsional saja dan tahu diri. Kita dan ASEAN tidak mungkin bisa mengalahkan kekuatan militer dan ekonomi China. Harus ada kekuatan penyeimbang dan AS adalah jawabannya.

Perkuatan militer jelas perlu. Namun kejelian diplomasi dan melihat peluang sangat perlu. Misalnya kalau memang harus ikut aliansi pertahanan bersama AS, mengapa tidak. Tetapi hubungan ekonomi dengan China tetap berlangsung. Biarlah AS bersama Australia, Jepang dan Korsel berada di garis depan LCS, sebagai payung dan bumper. Drama ini masih panjang jalan ceritanya.

Prediksi kita tidak sampai terjadi konflik terbuka namun jalan menuju perang dingin semakin nyata. Sangat dimungkinkan ada penempatan pasukan aliansi, kapal perang dan jet tempur secara permanen di sepanjang teritori demarkasi LCS. Bisa di Filipina, Malaysia, Vietnam dan juga Indonesia. Semua bisa terjadi.
****
Jagarin Pane / 30 Juni 2020