Friday, October 25, 2019

Menguji Prabowo Di Teritori Adrenalin


Ketika ada rumor bahwa jendral bintang tiga Prabowo Subianto akan menjadi Menhan di Kabinet Jokowi jilid dua, kita sangat antusias menyambutnya.  Dan ketika rumor itu menjadi kenyataan, Prabowo jadi Menhan maka kita sudah langsung mengibarkan bendera optimis bahwa proyek MEF (Minimum Essential Force) dan modernisasi militer Indonesia akan berjalan dengan langkah tegap.

Prabowo adalah prajurit tempur sejati dan berani. Pengalamannya di organisasi tentara tidak usah ditanya dengan seabreg prestasi. Silakan tanya Mbah Gugel. Termasuk sukses membebaskan puluhan sandera peneliti Tim Lorentz di Papua tahun 1996. Wilayah teritori Prabowo adalah adrenalin negara, militer. Maka salut untuk Jokowi yang menempatkan bekas rivalnya di Pilpres menduduki posisi strategis, Menteri Pertahanan.

Tank Harimau Pindad, kebanggaan nasional
Kementerian Pertahanan yang tahun depan mendapat kucuran anggaran 131 T, terbesar diantara kementerian lain punya hajat besar yang berkelanjutan yaitu proyek MEF jilid terakhir. MEF jilid I tahun 2010-2014, MEF jilid II tahun 2015-2019 dan yang terakhir MEF jilid III 2020-2024. Harus diakui MEF jilid I dengan nakhoda sipil Purnomo Yusgiantoro sukses dengan pengadaan alutsista skala besar. 

Harus diakui juga pada MEF jilid II saat ini ada ketersendatan program.  Contohnya pengadaan jet tempur Sukhoi SU35 yang prosesnya sepanjang periode MEF II tak juga kunjung selesai.  Termasuk proyek pengadaan kapal perang striking force, ramai terus soal apakah pilih Iver atau PKR.  MEF jilid II kurang terasa gregetnya. Pengadaan 11 jet tempur Sukhoi SU35 sudah disediakan anggarannya jauh-jauh hari. Bahkan sebelum ada ancaman CAATSA dari AS.

Prabowo datang dengan semangat dan derap langkah yang tegas dan berkarakter. Tugas dia adalah membaguskan kembali kinerja Kemenhan dengan manajemen anggaran yang produktif. Tugas dia adalah membereskan iuran proyek kerjasama teknologi pembuatan jet tempur dengan Korea Selatan KFX/IFX. Tunggakan iuran Indonesia di proyek ini semestinya tidak terjadi dan meluas pemberitaannya di media internasional. Termasuk juga sengketa proyek satelit militer dimana Kemenhan dikenakan denda jutaan dollar.

Tank amfibi BT-3F sedang dinanti kedatangannya
Masih banyak pekerjaan besar yang harus diselesaikan di MEF III.  Pangkalan militer di Natuna belum punya payung pertahanan yang kuat.  Lalu ada pembangunan pangkalan militer di Morotai, Saumlaki, Biak dan Merauke yang memerlukan kecepatan koordinasi, komunikasi dan alokasi anggaran.  Belum lagi soal pengadaan jet tempur F16 Viper, helikopter Apache, helikopter Chinook. Syukur-syukur didatangkan pesawat pengebom strategis.

Posisi geostrategis Indonesia mengharuskan negeri ini memperkuat Angkatan Laut dan Udara.  Prabowo tidak usah diajari soal itu. Belum lagi soal postur kekuatan milter di Kalimantan Timur yang akan menjadi ibukota negara. Harus punya pengamanan pertahanan berlapis. Pembentukan Kogabwilhan, pembentukan Kostrad Divisi Tiga, Armada Tiga, Pasmar Tiga, Koopsau Tiga harus segera diisi dengan beragam jenis alutsista canggih. Tidak sekedar merelokasi alutsista jadul dari Jawa.

Kita sedang berlomba dengan waktu untuk menguatkan militer kita. Ini tidak bisa dikelola dengan manajemen pertahanan yang konvensional.  Dibutuhkan figur leader bukan manager. Prabowo diyakini punya kemampuan out of the box, punya inovasi.  Dan punya adrenalin di teritori adrenalin. Terus terang ketika Pilpres kemarin kita tidak memilihnya karena sejatinya wilayah dan wajahnya adalah wilayah militer dan pertahanan negeri, wilayah adrenalin negara.

Modernisasi militer Indonesia memerlukan figur yang kuat dan mampu mengambil keputusan yang tegas. Proyek alutsista skala besar dengan anggaran besar tentu menjadi ruang tarik menarik berbagai kepentingan.  Kemenhan menjadi “madu” yang menjadi daya tarik para “semut” mengerumuninya. Kepemimpinan yang banyak dirubungi semut berbagai kepentingan itu harus mampu melakukan koordinasi, komunikasi cerdas dan mengambil keputusan tegas dan cepat.

Kita percaya sebagaimana harapan Presiden Jokowi bahwa militer Indonesia harus kuat seperti kekuatan ekonomi kita yang ditargetkan masuk 10 besar dua dekade mendatang. Maka datangkanlah dengan segera  berbagai jenis alutsista canggih untuk mengimplementasikan manajemen network centric warfare. Jangan lupa tingkatkan juga kesejahteraan prajuritnya, itu syarat utamanya.
****
Yogya, 24 Oktober 2019
Jagarin Pane