Saturday, December 15, 2018

Dua Jiran Sedang Bersitegang


Selat Johor yang memisahkan dua negara jiran,  Malaysia dan Singapura, hari-hari belakangan ini sedang memperlihatkan cuaca tidak bersahabat. Sebabnya tentu soal batas teritori air dan udara yang saling klaim sehubungan dengan perluasan pelabuhan masing-masing negara. 

Singapura sedang memperluas pelabuhan Tuas melalui reklamasi laut sepanjang 10 km dan akan beroperasi tahun 2020 nanti.  Khawatir tersaingi Malaysia juga bergegas memperluas pelabuhan Johor Baru yang sangat dekat dengan pelabuhan Tuas. Malaysia juga berencana mengambil alih kontrol penerbangan di Johor dari Singapura.

Singapura, negeri mungil paling sejahtera di ASEAN dan punya koleksi alutsista terbaik di kawasan ini kemudian memperlihatkan taring kekuatannya dengan mengerahkan sejumlah kapal perang, jet tempur, helikopter apache dan UAV ke perairan sengketa yang tidak terlalu luas itu. Sementara Malaysia cuek aja melewati perairan yang sedang dipersengketakan itu bahkan menaruh kapal MV Polaris untuk berdiam diri.


Kedua negara juga pernah bersengketa soal pulau Batu Putih (Pedra Branca) yang berada di pertemuan selat Singapura dan Laut Cina Selatan. Secara historis pulau kecil itu ada dalam wilayah kesultanan Johor. Namun ketika diuji di sidang Mahkamah Internasional tahun 2008 diputuskan pulau itu milik Singapura.

Perseteruan antar jiran adalah sesuatu yang lumrah terjadi, sebagaimana dulu ketika Ambalat diributkan antara Malaysia dan Indonesia. Malaysia yang merasa diatas angin karena bisa mendapatkan Sipadan dan Ligitan melalui sidang Mahkamah Internasional tahun 2003 lalu melanjutkan klaim atas Ambalat dengan mengerahkan sejumlah kapal perang.

Waktu itu mereka tidak menunjukkan sikap sebagai sahabat ASEAN dan mengerahkan sejumlah kapal perang ke perairan Ambalat. Jujur saja waktu itu kekuatan udara mereka mengungguli kita yang sedang terpuruk ditambah lagi dengan kehadiran kapal selam barunya yang berpangkalan di Teluk Sepanggar Sabah.

Tetapi waktu itu kita hadapi Malaysia dengan kekuatan militer juga sembari bertekad memperkuat dan memodernisasi militer dalam sebuah kurikulum strategis yang dikenal dengan MEF (Minimum Essential Force).  Dimulai tahun 2010 sampai sekarang program MEF kita telah menghasilkan perkuatan militer yang sudah mengungguli Malaysia.  Bahkan Natuna kita jadikan pangkalan militer besar yang lokasinya sangat strategis tepat berada ditengah Malaysia Semenanjung dan Malaysia Borneo.

Kekuatan militer Singapura jelas mengungguli Malaysia. Apalagi kondisi militer Malaysia saat ini sedang tidak “bahagia” akibat ulah rezim terdahulu yang tidak cakap dalam mengelola pemerintahan. Rasio hutang terhadap PDB negeri melayu itu saat ini berada dikisaran 74%, tentu sangat berat beban yang ditanggung APBN Malaysia.

Pada saat yang bersamaan negara-negara ASEAN lainnya sedang menunjukkan kuantitas belanja alustsista yang terus menerus.  Filipina terus memperkuat alutsista negerinya dengan membeli berbagai peralatan militer. Thailand juga memperkuat otot militernya, tidak ketinggalan Vietnam yang ada di garis depan persengketaan teritori dengan Cina. Indonesia sudah sama-sama kita ketahui belanja terus lho Om. Sementara Malaysia hanya berdiam diri.

Singapura jelas tak tertandingi soal anggaran belanja militernya dan terus memperkuat pagar teritorinya dengan model pre emptive strike. Maka ketika silang sengketa soal perairan di Selat Johor memanas, wajar saja dia unjuk kekuatan  karena memang dia punya kekuatan menyengat yang luar biasa. Soal siapa yang salah dan siapa yang benar tentang kepemilikan teritori itu jadi urusan diplomasi antara keduanya.

Maka pelajarannya yang diambil dari sengketa antar jiran adalah, jangan abaikan kekuatan dan perkuatan militer.  Karena militer adalah bagian dari kekuatan diplomasi sebuah negara. Unjuk kekuatan militer Singapura terhadap Malaysia di Selat Johor bisa dipandang sebagai ledekan dan ejekan untuk jiran utaranya itu.

Program MEF kita yang sedang berlangsung saat ini juga merupakan  langkah strategis untuk menunjukkan kepada jiran bahwa kita jangan dianggap remeh. Kita perkuat militer kita sejalan dengan perkuatan ekonomi karena antara keduanya adalah investasi untuk menuju marwah negeri berdaulat, bergengsi dan berotot.

Tentu kita berharap sengketa antara kedua jiran itu bisa diselesaikan secara baik dan terhormat melalui jalan diplomasi. Antara keduanya saling membutuhkan satu sama lain.  Kedepankan etika ASEAN dan saling menahan diri. Singapura jelas butuh jirannya Malaysia juga sebaliknya Malaysia membutuhkan Singapura dalam banyak hal.
****
Solo, 15 Desember 2018
Jagarin Pane