Thursday, August 16, 2018

Ketika Alutsista Jiran Anjlok


Adalah menteri pertahanan Malaysia Muhammad Sabu yang membuat heboh negeri itu dan negeri-negeri  jirannya ketika dia mengatakan dari 28 jet tempur yang dimiliki Malaysia hanya 4 yang bisa terbang. Pernyataan Mat Sabu, julukannya, disampaikan di Parlemen Malaysia 31 Juli 2018 yang lalu.

Malaysia memperkuat angkatan udaranya mulai tahun 1995 dengan 10 jet tempur Mig29,18 jet tempur Sukhoi MKM, semuanya buatan Rusia dan 8 jet tempur F18 Hornet buatan AS. Pada era yang sama sebenarnya Indonesia juga sedang memperkuat militernya dengan memesan 9 jet tempur F16 yang tidak jadi dibeli Pakistan, 6 kapal selam U206 dari Jerman dan jet tempur Sukhoi dari Rusia. Kecuali pesanan F16 yang dibatalkan Presiden Clinton, krisis ekonomi 1997 menggagalkan semua rencana indah itu.
Seperti lukisan, parade HUT TNI ke 72.
Pernyataan menhan jiran itu ditujukan untuk pesawat made in Rusia, Mig 29 dan Sukhoi MKM yang jumlahnya 28 unit sementara 8 jet tempur F18 Hornet yang dimilikinya tidak ada permasalahan operasional. Terbukti Malaysia mampu mengirimkan 5 jet tempur Hornet ke ajang Pitch Black di Darwin Australia akhir bulan Juli lalu. Indonesia sendiri mengirimkan 8 jet tempur F16 blok 52 Id dan 2 Hercules untuk mengikuti serial latihan teknologi tempur udara Pitch Black di Darwin.

Anjloknya alutsista negeri jiran itu mengingatkan kondisi militer kita pasca krisis keuangan tahun 1997-1998 yang memaksa jatuhnya sebuah rezim. Ironinya ketika militer kita sedang mengalami keterbatasan alutsista berbagai persoalan muncul. Gejolak Timor Timur yang menghebat, Aceh kembali membara dan Maluku berdarah-darah.  Belum lagi ibukota Jakarta yang juga perlu pengawasan ketat.

Ketika semua itu harus kita jalani dengan ketabahan tiba-tiba arogansi militer dan diplomasi Malaysia dipertontonkan dengan mengambil pulau Sipadan dan Ligitan.  Ketika angkatan udara kita berpatroli di Sipadan dengan 4 pesawat OV10 Bronco mereka mengusirnya dengan mengirim jet tempur F5E. Lewat jalur mahkamah internasional Malaysia berhasil menguasai wilayah itu.

Merasa diatas angin militer mereka lalu menerobos masuk Ambalat dengan asumsi karena sudah menguasai pulau Sipadan dan Ligitan maka teritori perbatasan laut juga berubah.  Menurutnya Ambalat milik mereka karena teritori laut Indonesia “harus turun” setelah pulau Nunukan sampai Derawan Kaltara.
Angkatan Udara Indonesia
Semua komponen bangsa ini marah besar kepada jiran yang angkuh itu.  Maka presiden SBY membuat rencana besar dengan membangun militer secara sistematis dan berkelanjutan. Meski dalam pernyataan tegasnya SBY menyatakan bahwa perkuatan militer kita untuk mengantisipasi dinamika kawasan Laut Cina Selatan, tetapi berlaku pepatah sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui.

Hasilnya saat ini bisa kita lihat perolehan berbagai jenis alutsista yang jauh meninggalkan negeri jiran yang sejatinya paling dekat bangunan kulturnya. Kita sudah punya 16 Sukhoi SU27/30, mau nambah lagi dengan 11 SU35.  Kita sudah memiliki 33 jet tempur F16, mau nambah minimal 1 skadron lagi. Kita sudah punya 172 KRI termasuk 5 kapal selam.  Kita juga memperkuat angkatan darat dengan berbagai jenis alutsista seperti Tank Leopard, Marder, Astross, Nexter, KH178/179 dan lain-lain. Capek nyebutinnya satu persatu.

Alutsista negeri jiran sedang terpuruk. Keangkuhan forumer militernya pun ikut anjlok dan “kalah malu”. Sangat berbeda ketika mereka diatas angin. Ampun dah, segala macam ejekan, hinaan dan cercaan diarahkan kepada bangsa besar ini. Arah angin berubah dan kita sudah berada diatas mereka tetapi tidak perlu pula kita tunjukkan “keangkuhan jilid dua”.

Sekedar catatan, esensi pembangunan pangkalan militer skala besar di Natuna sesungguhnya memiliki kemampuan memblokade aliran militer jiran dari Semenanjung ke Sarawak dan Sabah. Ini yang disebut “sambil menyelam ngintip tetangga”. Meski arahnya ditujukan untuk mengantisipasi demam Laut Cina Selatan karena klaim Cina, manfaat lain dari pangkalan militer Natuna adalah peringatan dini untuk jiran agar tidak macam-macam di Ambalat.

Pelajaran untuk jiran adalah jangan merasa hebat dan memandang remeh tetangganya yang bernama Republik Indonesia. Negeri ini adalah negeri pejuang, tahan uji, tahan derita.  Perekatnya adalah nilai kesatuan dan nasionalis patriotik yang sangat kuat.  Indonesia mampu memperlihatkan dinamika kesatuannya sampai di usianya yang ke 73.

Militer Indonesia akan terus diperkuat untuk menunjukkan marwah teritori yang berkualitas tanpa harus merasa hebat. Maka ketika negeri jiran sedang mengalami kesulitan beralutsista tidak perlu juga kita lalu merasa gantian menghina dan mencerca. Yang penting kita bangun terus kekuatan militer kita sehebat mungkin. Selamat ulang tahun kemerdekaan negeri tercinta Indonesia. 

****
Jakarta / 16 Agustus 2018
Jagarin Pane