Thursday, May 3, 2018

Ancaman Cina Bukan Lagi Fiksi


Gelar kekuatan militer Cina di Laut Cina Selatan (LCS) sepanjang minggu kedua bulan April 2018 yang lalu merupakan gelar kekuatan militer terbesar yang pernah dilakukan negeri panda itu. Tidak kurang dari 50 kapal perang striking force, 3 kapal selam dan 1 kapal induk dengan dukungan 80 jet tempur bersama 10 ribu pasukan melakukan unjuk kekuatan di LCS dipimpin langsung oleh Presiden Cina Xi Jinping.

Respon Indonesia saat itu adalah segera mengirim 6 kapal perang ke batas teritori Natuna dengan dukungan 8 jet tempur F16 dari skadron Pekanbaru. Yang tidak biasa adalah sebelum 8 jet tempur F16 itu diterbangkan ke Natuna, flight tempur itu berlatih tempur dulu dengan membombardir pantai Bengkalis selama tiga hari. Ini adalah simulasi untuk menghadapi serangan kapal perang musuh atas sebuah pulau.
Bung Tomo Class ditempatkan di Natuna
Tidak terjadi insiden apa-apa dengan konvoi armada militer Cina termasuk dengan kapal-kapal perang Vietnam, Malayisa, Filipina, AS dan Australia yang ikut memantau dari kejauhan. Dan memang unjuk kekuatan militer Cina bukan untuk menciptakan insiden. Melainkan ingin menunjukkan kehebatan militernya yang sudah membangun pangkalan militer dan peluru kendali anti kapal dan anti serangan udara, berikut penempatan jet tempur di pulau-pulau atol yang tersebar di LCS.

Cina memang sedang menggeliat hebat. Perekonomian negeri semilyar orang itu diprediksi akan menjadi nomor satu dalam beberapa tahun mendatang.  Ini bukan fiksi tetapi prediksi yang bakal terjadi. Cina akan menjadi pemain nomor wahid di dunia mulai tahun 2020.  Sejalan dengan itu perkuatan militer mereka juga semakin “merajalela”.  Klaim negeri itu terhadap seluruh kawasan LCS bakalan tak akan terbantahkan atau terpatahkan oleh siapa pun termasuk si pemilik hegemoni Amerika Serikat.

F16 patroli di Natuna
Boleh jadi Natuna akan menjadi ruang tembak berikutnya meski saat ini dikatakan tidak masuk kawasan yang di klaim.  Tetapi persinggungan ZEE di Laut Natuna Utara dengan klaim Cina adalah fakta bukan fiksi.  Ini yang harus diceritakan kepada anak negeri supaya mereka paham betul suasana pertarungannya. Perairan ZEE Natuna kita bersinggungan dengan Vietnam dan Cina.

Antisipasi terkini yang dilakukan Indonesia adalah dengan menempatkan 4 KRI striking force dari Armada Timur dimutasikan ke Armada Barat dan fokus Natuna.  Ke empat KRI itu adalah KRI Bung Tomo, KRI John Lie, KRI Usman Harun dan KRI Fatahillah. Armada Barat saat ini berkekuatan sekitar 35 KRI berbagai jenis.  Tetapi tentu saja tidak seluruhnya terkonsentrasi ke Natuna. Selat Malaka, Selat Singapura, Selat Sunda, Laut Jawa dan Pantai Barat Sumatera juga perlu dikawal.

Sementara saat ini di Natuna sedang ada  kunjungan inap 6 jet tempur F16 untuk berpatroli rutin secara estafet bergantian dengan Sukhoi. Itulah dampak dari show of force militer Cina yang demikian perkasa. Termasuk kunjungan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto. Dari kacamata militer jika pada saat mereka unjuk kekuatan di LCS dan melakukan serangan kilat ke Natuna maka dalam hitungan jam pulau terdepan Indonesia itu akan jatuh ke tangan mereka.

Oleh sebab itu tidak bisa lagi kita mengatakan bahwa itu adalah hal yang biasa. Itu luar biasa Bung.  Karena yang melakukan itu adalah negara yang haus ekspansi sumber daya alam untuk bisa menghidupi milyaran penduduknya sampai seratus tahun ke depan. Jadi ini bukan soal jangka pendek. Cina harus bisa menguasai sumber daya alam dan sumber energi untuk menghidupi milyaran warganya yang juga tak tertandingi jumlahnya. Tidak peduli itu punya siapa.

Natuna sedang kita perkuat.  Pangkalan militer segala matra sedang dihebatkan. Tetapi lebih dari sekedar itu adalah percepatan isian alutsista yang harus dipenuhi di batas teritori itu. Tidak lagi memakai model konvensional alias sesuai pagu anggaran yang bertahap dan bertele-tele. Percepatan tambahan minimal 3 skadron jet tempur mestinya harus sudah bisa diselesaikan sebelum rezim ini bertanding lagi tahun depan. Demikian juga dengan tambahan kapal-kapal kombatan sekelas fregat dan destroyer serta kapal selam harus bisa dipercepat perolehannya.

Perkuatan militer bukanlah untuk menciptakan konfrontasi tetapi untuk menjaga agar pihak sana tidak meremehkan teritori kita. Kehadiran militer yang kuat di Natuna adalah untuk menjaga marwah teritori yang sudah diakui secara internasional.  Pantas dan sah. Maka sudah selayaknya kita bergegas agar tidak ketinggalan kereta segera memenuhi isian alutsista untuk Natuna.

Gerak cepat, cerdik dan lincah serta cerdas harus jadi pola pikir, pola sikap dan pola tindak Kementerian Pertahanan. Bergegaslah, karena bela negara zaman now adalah memperbanyak isian alutsista canggih dengan teknologi terkini. Tidak bisa tidak itulah yang harus kita dapatkan dan penuhi untuk NKRI tercinta.

****
Jakarta / 3 Mei 2018