Friday, May 18, 2018

Mengembangkan Postur Gagah Di Timur Negeri


Indonesia terus membangun kekuatan militernya baik secara struktur komando maupun penyebaran ragam alutsista. Luasnya wilayah teritori negeri ini mengharuskan komando-komando tempur dan teritorial disebarluaskan untuk memastikan kedaulatan teritori negeri berada dalam genggaman.

Maka setelah bertahun-tahun direncanakan, dalam program kerja 100 hari Panglima TNI, pengembangan struktur komando strategis ketiga TNI mulai diberlakukan.  Hari Jumat tanggal 11 Mei 2018 di Sorong Navy Base Papua Barat, Panglima TNI meresmikan operasional Divisi III Kostrad, Komando Armada III, Pasmar III dan Koopsau III.

Ini program besar yang memerlukan sebaran pasukan dan alutsista yang luar biasa. Yang lebih luar biasa lagi adalah keinginan yang gigih untuk tidak lagi bertumpu pada Java Centris dalam pola pertahanan dan sebaran pasukan serta alutsista TNI. Ini juga bagian dari doktrin pembaharuan berani masuk digebuk. Tidak lagi, masuk dulu baru digebuk. Lha kalau yang masuk Naga mau digebuk pake apa Om.
Menyambut KRI Ardadedali 404 di Surabaya Navy Base
Seperti diketahui selama ini tumpuan kekuatan militer kita ada di pulau Jawa.  Kostrad Divisi I ada di Cilodong Jawa Barat, Divisi II ada di Singosari Malang. Pasmar I ada di Jakarta dan Pasmar II di Surabaya. Angkatan udara sudah menyebarkan sebagian kekuatan alutsistanya di luar Jawa seperti 1 skadron Sukhoi di Makassar, 1 skadron F16, 1 skadron Hawk di Pekanbaru, 1 skadron Hawk dan 1 skadron UAV di Kalbar.

Sudah saatnya kita membaguskan postur pertahanan di timur negeri.  Latihan PPRC Mei ini di 3 lokasi sekaligus di wilayah timur negeri ini adalah bagian dari strategi militer sebagai unjuk kekuatan. Pasukan pemukul reaksi cepat dengan dukungan 16 Hercules serentak melakukan counter attack di Morotai, Timika dan Selaru Maluku Tenggara dalam sebuah simulasi tempur yang terukur.

Wilayah timur negeri ini adalah separuh dari luasnya wilayah NKRI.  Harus diakui sebaran isian alutsista dan rentang geografis komando satuan tempur masih jauh dari kondisi memadai. Contohnya ketika diadakan latihan Armada Jaya beberapa tahun lalu dengan mengambil lokasi pendaratan pasukan di Kaimana Papua, sangat menguras energi dan logistik perjalanan armada puluhan KRI striking force yang ditugaskan.

Panjangnya rute Surabaya ke Papua dalam latihan angkatan laut itu dan resiko “serangan kapal selam musuh” di laut dalam Arafuru, dalam perjalanannya tentu tidak efektif dalam pertempuran modern saat ini. Maka sangat layak jika Sorong dijadikan pangkalan Armada III TNI AL beserta organiknya Pasmar III (setingkat satu divisi pasukan marinir).
Hawk dan LPD kita, bersinergi interoperability
Sementara Biak sudah sangat siap sebagai home base jet tempur TNI AU. Selama ini kedatangan berbagai jenis jet tempur tentara langit kita ke Biak AFB hanya menginap hitungan hari saja lalu kembali ke home base masing-masing. Nah kalau sudah tersedia isian 1 skadron jet tempur di Biak, maka ongkos patroli udara jadi lebih hemat.  Lebih dari itu ada rasa percaya diri soal respon cepat intersep jika ada pesawat asing yang masuk tanpa ijin.

Kita berharap dalam program MEF jilid III (2019-2024) gerak operasional penuh divisi tempur ketiga segala matra TNI sudah dilengkapi dengan berbagai jenis alutsista yang dibutuhkan. TNI AL saat ini sudah memiliki 165-170 KRI, setidaknya  35-40 KRI berbagai jenis bisa dimutasi permanen ke Armada III.  Diharapkan Koopsau III sudah dilengkapi dengan 2 skadron tempur di Biak dan Kupang.  Pasmar III juga sudah dilengkapi dengan berbagai jenis alutsista setara kakaknya Pasmar I dan II.

Artinya pengadaan berbagai jenis alutsista masih banyak yang harus dipenuhi. Misalnya pengadaan 3 skadron jet tempur, 3 kapal jenis PKR, 3 kapal selam, belasan KCR, belasan kapal patroli cepat, 100 tank amfibi, 100 tank Pindad, 100 Panser Anoa dan lain-lain adalah sebuah keniscayaan yang harus dicukupi.  Gerak cepat pengadaan dengan dukungan anggaran yang semakin besar dan terbesar adalah bagian dari sebuah kinerja yang dipantau dengan mata elang.

Natuna sudah hampir selesai pembangunan pangkalan militernya, isian alutsistanya harus dipercepat. Demikian juga dengan wilayah perbatasan lainnya. Pola kerja cerdas dan koordinasi sangat diperlukan untuk memastikan kita tidak ketinggalan kereta dalam membangun kekuatan militer. Kita mengapresiasi keputusan strategis TNI AL dengan menyebar permanen 4-5 KRI ke berbagai Lantamal.  Ini langkah jitu untuk sebuah respon cepat patroli angkatan laut.

Adanya kekuatan baru divisi tempur “ketiga” di timur negeri akan memberikan energi pertahanan yang baru dalam sebuah manajemen pertahanan yang rantai komandonya ada di luar Jawa. Sebuah terobosan besar karena wilayah timur yang penuh dengan energi sumber daya alam yang melimpah harus dijaga ketat. 

Kehadiran tiga matra kekuatan milter yang permanen di timur negeri dalam sebuah komando strategis yang saling mendukung adalah sebuah kewajiban mutlak.  Militer adalah bagian dari nadi NKRI, dan nadi itu adalah eksistensi NKRI.  Jadi jelasnya denyut nadi itu adalah TNI dan NKRI.

****
Jagarin Pane /18 Mei 2018

1 comment:

Joko sembung said...

tidak salah apabila setiap lanal ditempatkan secara permanen 7 unit KRI, dan setiap Lantamal ditempatkan 21 unit KRI, 2l LPD, 8 UNIT HELIKOPTER PENERBAL yang dipersenjatai rudal, diperlengkapi jamming dan anti jamming, infrared, night vision, radar, dilengkapi dispanser flare, 10 unit drone yang dipersenjatai roket, dan flare, 4 unit pesawat intai yang dipersenjatai peluncur roket, diperlengkapi alat jamming dan anti jamming, radar, peluncur torpedo, torpedo, infrared, night vision