Sunday, June 11, 2017

Menanti Alutsista Strategis

Ketika TNI mengerahkan dua kapal selamnya ke perairan yang berbatasan dengan Filipina untuk melakukan blokade pagar betis terhadap gerilyawan Marawi, maka itulah kemampuan maksimal yang dimiliki karena memang hanya punya dua kapal selam. Kapal selam kita hanya dua selama kurang lebih 40 tahun padahal negeri ini dua pertiga adalah perairan.

Sebentar lagi kekuatan kapal selam kita bertambah. Ada dua kapal selam baru yang mau datang dari pabrikannya di Korsel. Kedatangan dua kapal selam baru itu sedikit mengurangi sesak nafas akan kurangnya alutsista pemukul strategis bawah air.  Dua kapal selam jelas tidak punya efek gentar jika yang dihadapi adalah perairan kepulauan negeri ini yang banyak dilintasi kapal-kapal asing termasuk juga kapal selam asing.

Semua kalangan baik pemikir strategis Hankam, Mabes TNI, Akademisi, Pemerhati Pertahanan selama puluhan tahun sepakat bahwa alutsista strategis bawah air kita harus berada di kisaran angka 10-12 kapal selam sebagai ukuran standar untuk mengawal perairan NKRI. Tetapi selama puluhan tahun itu pula angkanya tidak pernah bergerak dari jumlah rakaat sholat rawatib.

KRI 402 Nanggala, jam operasinya tinggi
Selama pemerintahan SBY, delapan tahun berwacana terus agar kita bisa menambah jumlah kapal selam. Cari format sana sini. Kilo sempat digadang-gadang dan mampu membuat sejumlah orang mabuk kepayang karena akan mendapat kapal selam jenis Kilo, jumlahnya tidak tanggung-tanggung 12 biji dan sempat diumumkan Menhan waktu itu.

Akhirnya di tikungan terakhir Changbogo menyalip semuanya termasuk U214. Changbogo dipilih karena pola transfer teknologinya sebagaimana yang diinginkan pemerintahan SBY.  Proyek tiga kapal selam ini, dua diantaranya dibuat di Korsel dan satu di PAL Surabaya.  Dua kapal selam segera tiba dan satu kapal selam lagi sedang dibuat di PAL Surabaya. 

Begitu ketatnya “cara membuat kapal selam” di PAL Surabaya sampai-sampai mengambil fotonya saja tidak diperkenankan dan seluruh karyawan steril dan menjaga rahasia. Kita hormati itu karena ini adalah alutsista strategis teknologi tinggi yang teknologinya harus kita kuasai. Tentu harapannya adalah setelah kita menguasainya maka pembuatan kapal selam selanjutnya istiqomah di PAL. Istiqomah supaya fathonah, konsisten agar ilmunya dapat.

Banyak yang sedang dilakukan pemerintah untuk mengembangkuatkan tentaranya. Kita sedang menanti kedatangan 5 jet tempur F16 blok 52 tahun ini. Tahun berikutnya kita mendapatkan 10 jet tempur Sukhoi SU35. Proyek pengadaan kapal perang jenis Fregat dengan Denmark menemukan jalan terang sementara galangan kapal dalam negeri sedang mengerjakan pembuatan 2 kapal cepat rudal (KCR), 8 kapal patroli cepat, 6 LST (Landing Ship Tank) 1 Landing Plattform Dock (LPD) dan 1 kapal selam.
Latihan PPRC di Natuna
Pembangunan pangkalan militer Natuna sedang giat dilakukan termasuk pembangunan bunker kapal selam, bunker jet tempur, penempatan UAV, radar dan pertambahan pasukan. Berbagai serial latihan tempur dilakukan di Natuna. Sementara Morotai juga akan dibangun menjadi salah satu pangkalan militer setelah Natuna selesai. Dan pangkalan kapal selam di Teluk Palu sudah operasional.

Yang menarik adalah ketika infrastruktur yang dibangun diperlukan, sudah tersedia.  Misalnya pangkalan kapal selam di Teluk Palu dan Bandara Miangas di Sulut.  Dua-duanya baru selesai. Saat-saat seperti sekarang ini ketika TNI melakukan penambahan kekuatan di perbatasan dengan Filipina infrastruktur di dua tempat itu sudah operasional. Sangat membantu banget, Alhamdulillah.

Dinamika punya perbatasan laut yang luas itu bisa dilihat dari beberapa titik panas. Tahun 2005 tiba-tiba saja Ambalat memanas dan membuat kita tersentak. Bagaimana tidak tersentak karena kita baru menyadari bahwa militer kita giginya kurang taring, begitu nyengir diketawain tetangga.  Nah setelah itu barulah dimulai program pembangunan militer secara besar-besaran yang hasilnya bisa kita lihat sekarang.

Ambalat tenang, muncul Natuna. Kali ini si Lidah Naga menggeliat menjulurkan lidahnya untuk menyatakan bahwa lidahnya sampai di perairan Natuna.  Meski si Naga menyatakan tidak mengklaim Natuna tapi secara militer kita mesti siap, maka dibangunlah pangkalan militer segala matra disana.

Nah sekarang selatan Filipina bergolak. Kali ini militan jihad berbaju ISIS mengamuk dan menggegerkan.  Ini bukan persoalan antar negara tetapi militan yang rembesannya bisa saja masuk tanah air. Maka TNI kerahkan pasukan dan sejumlah kapal perang terasuk dua kapal selam miliknya. Dari operasi intelijen militer ini baru terasa pentingnya jumlah alutsista pemukul bawah air diperbanyak secepat mungkin.

Pesan dari semua dinamika itu adalah percepat pengadaan alutsista strategis seperti kapal selam, kapal permukaan, jet tempur dan lain-lain. Karena di kemudian hari bisa saja terjadi ada empat titik panas sekaligus yang harus “dilayani” dengan metode militer.  Ketersediaan alutsista yang mencukupi baik dari sisi kuantitas dan kualitas mutlak ada di segala matra TNI.

Anggaran ditambah dan cermati jika ada yang mencoba mengutil. Dua kasus korupsi besar yang terkuak yang terkait dengan pengadaan alustsista bisa dijadikan muhasabah.  Mumpung kita ada di bulan penuh rahmah dan maghfiroh maka jadikan kasus korupsi itu sebagai madrasah ibrah. Yang jelas datangkanlah alutsista strategis dengan cara-cara yang amanah, istiqomah dan fathonah. Bukankah begitu ikhwah fillah.
****
Jagarin Pane / 11 Juni 2017