Friday, December 8, 2017

Menitip Asa Pada Panglima Baru

TNI berganti Panglima, sebuah keniscayaan bagi organisasi angkatan bersenjata yang dinamis dan berjalan bersama perjalanan eksistensi negara. Sebuah pergantian yang lumrah, biasa-biasa saja, sebuah suksesi yang wajib sukses untuk organisasi pertahanan negara yang berkarakter komando.

Panglima yang baru adalah orang nomor satu di matra tentara langit yang sudah digadang-gadang sejak lama. Sangat dekat dengan orang nomor satu di negeri ini, dan inilah modal dasar memilih kepemimpinan strategis. Basisnya adalah kepercayaan dan integritas. Menjadi hal yang wajar ketika Angkatan Udara mendapat kesempatan untuk mengendalikan komando militer republik ini.
24 jet tempur F16 blok 52 Id sdh mengisi skadron tempur TNI AU
Sesungguhnya dari kacamata geostrategis negeri ini, maka benteng pertahanan negeri kita adalah angkatan laut dan angkatan udara udara. Di dua matra ini luasnya teritori yang harus dikawal adalah harga teritori paling mahal harga “pasarnya”. Mengembangkuatkan angkatan laut dan angkatan udara memerlukan investasi besar karena yang berperan besar di matra laut dan udara adalah kekuatan alutsista yang dimiliki.

Poros Maritim yang menjadi cita-cita pemerintahan now memerlukan payung kuat angkatan udara dan angkatan laut. Makanya sangat wajar kalau kita harus memperkuat dua matra ini secara tegas, jelas dan terang. Kita masih membutuhkan setidaknya 3 skadron tempur diluar 11 jet tempur Sukhoi SU35.  Kita perlu sedikitnya 8 kapal selam untuk menjaga ALKI strategis, sejumlah kapal perang destroyer dan fregat, peluru  kendali SAM jarak menengah untuk obyek vital.

Kepulauan Natuna adalah pertarungan yang sesungguhnya manakala kita bertaruh gengsi berteritori di sebuah kawasan yang demam konfliknya berkepanjangan. Makanya pemerintah bersiap diri memagari Natuna demi gengsi, harkat dan kedaulatan berteritori. Pangkalan besar sedang dibangun di Natuna untuk memastikan perlawanan yang menyengat manakala harus berhadapan dengan negara yang haus klaim teritori.
KRI Martadinata 331, produk kerjasama teknologi
Sesuai Undang-Undang, tentara harus fokus pada pertahanan negara. Modernisasi militer Indonesia yang saat ini sedang berlangsung adalah dalam rangka menyinari fokus itu. Persenjataan yang kuat, modern dan berteknologi serta kesejahteraan prajurit adalah peta jalan yang diyakini mampu membuat TNI benar-benar fokus pada urusan pertahanan NKRI.

Oleh sebab itu PanglimaTNI yang baru diharapkan mampu mengedepankan wajah tentara yang sesungguhnya, tentara profesional sebagai wajah pertahanan ibu pertiwi. Memperkuat angkatan laut dan udara adalah dalam rangka menjabarkan dan mengamankan Poros Maritim. Tidak merasa sebagai pemilik hegemoni tetapi merupakan bagian dari komponen penting dan strategis menjaga eksistensi ber NKRI.

Percepatan modernisasi militer kita adalah keharusan yang menjadi wilayah berwajah koordinasi, komunikasi, konfirmasi dan saling percaya. Irama sinergitas intra matra dan antar matra TNI adalah password utama penilaian publik. Juga dengan Kemhan sebagai pintu utama pengambil kebijakan pertahanan dan alutsista. Lihatlah progran MEF 2 kita, sepanjang perjalanan 3 tahun terakhir, adakah kemajuan besar yang didapat dengan anggaran besar yang sudah disediakan. Proses Sukhoi SU35 adalah cerminnya.
Pangkalan kapal selam TNI AL
Konsistensi pengadaan alutsista dengan kerjasama transfer teknologi wajib diteruskan.  Misalnya lanjutan kerjasama pembuatan kapal selam ke 4 dan ke 5 dengan Korsel.  Kita sudah bangun dengan investasi besar galangan kapal selam di Surabaya.  Kita sudah sekolahkan ratusan insinyur ke Korsel selama 6 tahun. PAL saat ini sedang membangun kapal selam ke 3 Nagapasa Class. Pesannya jangan mudah pindah ke lain hati hanya karena rayuan komisi berwajah dollar.

Demikian juga dengan serial PKR (Perusak Kawal Rudal)produksi bersama PAL dan Damen Schelde Belanda sudah mampu membuat dua kapal perang Martadinata Class. Bisa dilanjutkan lagi dengan pembuatan kapal perang ketiga, keempat dan seterusnya. Ini dalam rangka penguasaan teknologi kapal perang yang sudah didepan mata, jangan sia-siakan itu.  Termasuk juga program jet tempur teknologi tinggi KFX/IFX sebagai langkah strategis yang perlu dikawal terus menerus.

Semua itu memerlukan koordinasi dan komunikasi serta lobby yang terus menerus dengan Kemhan sebagai induk semang birokrasi pertahanan dan alutsista.  Kemhan juga dituntut untuk sigap, cepat dan cerdas dalam mengambil keputusan strategis. Bukan ngurusin yang taktis dan teknis.  Contohnya soal kapal selam Nagapasa yang catuan elektriknya kurang bertenaga.  Kan sudah diselesaikan pada waktu Sea Trial di Korsel. Kok malah diumbar di ruang publikasi, teknis banget itu.

Kita bangga jika militer kita kuat dan bertenaga.  Kuat di postur prajurit dengan kemahiran bela diri dan survival yang spartan. Bertenaga karena dipenuhinya alutsista yang dibutuhkan, alutsista yang modern dan berteknologi. Negara yang kuat di bidang militer sudah pasti akan disegani negara lain. Jadi untuk mengganggu ataupun melecehkan teritori kita akan berpikir ulang jika TNI dan alutsistanya minimal sudah memenuhi MEF jilid tiga.

Asa yang baru kita titipkan pada Marsekal berkumis rapi dan berwajah cerah meski rambut kurang sedikit cepak. Harapan besar ada di komando Panglima TNI yang baru ini.  Memperkuat angkatan laut dan udara adalah prioritas karena benteng kedaulatan teritori yang sesungguhnya ada di dua matra itu. Point pentingnya dia dekat dengan RI-1 dan ketika menjadi Irjen Kemhan mampu membongkar korupsi terbesar pengadaan jet tempur F16 dan Helikopter Apache.
****

Jagarin Pane / 07 Des 2017

2 comments:

Joko sembung said...

Alutsista yang ada masih kurang Bapak Panglima.Kalau boleh dan berkenan, menjaga kedaulatan harus ada kerjasama dari semua matra, pengadaan alutsista condong pada satu matra juga bermasalah, wilayah indonesia terdiri dari belasan ribu kepulauan, dan jutaan kilometer persegi lautan yang secara langsung dan tidak langsung luas ruang wilayah udara yang harus dijaga juga jutaan kilometer, dng keterbatasan operasional dan fasilitas, indonesia setidaknya memiliki radar pasif dan aktif diseluruh penjuru pulau di indonesia, baik radar maritim maupun radar udara, kemudian diperbanyak pesawat tempur sbg biaya operasional ringan misalnya Mig 35, Saab Gripen Ng, F16, atau T50i atau FA 50 dari korsel, diperbanyak juga pesawat tanker, heli angkut berat sampai ringan, heli serbu, heli anti kapal selam, midget yg dipersenjatai rudal jelajah dan torpedo, kapal real fregat dan destroyer, pembangunan kilang minyak dan run away serta taxi way di pulau terluar dan pulau kosong utk mempermudah operasional pengawasan serta penempatan personil juga pendistribusian penduduk ke pulau terluar dan pulau kosong melalui program transmigrasi

Joko sembung said...

Heli selebihnya dipasang wing, disamping kiri dan kanan masing2 dipasang 2 peluncur roket FFAR dan rudal helfire, dipasang infrared dan penglihatan malam serta radar peringatan dan radar, juga dipasang anti jamming juga jammer, kemudian diseluruh penjuru pulau dibangun mess, yang dipersenjatai dengan oerlikon, meriam anti serangan udara yang diperlengkapi alat tracking infra red dan penglihatan malam, serta lampu sorot, meecusuar, pembangunan dermaga, klinik, bunker, kilang, gudang logistik bbm, sembako, dibangun helipad, paling tidak dipulau2 terluar dan pulau yang sebelumnya kosong diadakan 2 helikopter serbu dan 1 heli anti kapal selam serta 3 midget, 2 heli angkut, 3 kapal patroli yg dipersenjatai oerlikon, torpedo, dan peluncur roket serta peluncur drone dan drone yang dipersenjatai