Friday, August 26, 2016

Menjelang Latihan Armada Jaya ke 34

Angkatan Laut Indonesia dalam waktu dekat akan menggelar latihan puncak sinergi kekuatan komando utamanya untuk menguji kesiapan berbagai jenis alutsista yang dimiliki sampai saat ini. Ini adalah bagian dari kurikulum terjadwal yang berlangsung setiap tahun yang mengambil lokasi di berbagai tempat strategis Indonesia. Kali ini lokasinya di tempat yang sudah tidak asing lagi, lokasi tradisional pantura Situbondo Jawa Timur.

Setidaknya ada 35 KRI berbagai jenis yang akan ditampilkan dengan berbagai manuver tempur yang diperagakan. Termasuk uji tembak senjata strategis yang dimiliki berupa peluru kendali anti kapal C705, Exocet berbagai varian dan Torpedo. Mata kuliah tempur yang tak kalah menarik adalah operasi serbu pantai dengan mengerahkan 7000 pasukan marinir berikut dukungan berbagai jenis tank amfibi, MLRS RM Grad, Vampire dan senjata artileri berat.
KRI AJAK 653 akan menembakkan torpedonya di latihan ini
Armada Jaya adalah manuver tempur TNI AL yang bernilai kolosal karena melibatkan sejumlah persenjataan gahar dan mematikan.  Mulai dari simulasi pertempuran antar kapal permukaan dengan penembakan rudal, manuver anti kapal selam, manuver anti serangan udara, penembakan torpedo, dan puncaknya adalah serbuan pasukan marinir ke wilayah daratan dengan bantuan dentuman artileri kapal perang, dilanjut dengan tembakan tank amfibi, artileri, roket multi laras dan roket anti serangan udara.

Latihan Armada Jaya adalah komitmen istiqomah yang mesti dilakukan setiap tahun untuk memastikan kesiapan tempur setiap saat. Apalagi saat ini berbagai kapal perang baru telah mengisi armada angkatan laut, tentu harus diuji dengan sinergitas teknologi pertempuran modern. Lebih penting dari itu adalah ancaman terhadap teritori laut jelas-jelas sudah ada, contohnya Laut Cina Selatan dan Ambalat.  Jadi kesiagaan dan kesiapan TNI AL adalah faktor kunci agar jika terjadi konflik teritori kita tidak dipermalukan oleh militer negara lain.

Saat ini angkatan laut kita sedang berupaya mengembangkan kekuatan armadanya dari dua armada menjadi tiga armada tempur. Demikian juga dengan sejumlah alutsista yang sedang dalam proses pembuatan antara lain 3 kapal selam Changbogo, 2 kapal perang jenis PKR 10514, 2 kapal perang jenis LST, 1 kapal jenis latih layar pengganti Dewaruci, 3 kapal jenis KCR.  Termasuk juga pengadaan 11 helikopter anti kapal selam, 2 kapal penyapu ranjau, panser amfibi, tank amfibi, roket multi laras dan sejumlah peluru kendali.
Artileri anti serangan udara Marinir terbaru, ikut serta

Melihat luasnya teritori laut yang harus diawasi dan diwibawakan maka sudah sepantasnya kekuatan armada dikembangkan berikut infrastruktur pendukung seperti pangkalan utama, gudang arsenal, komunikasi interoperability antar kotama. Tugas berat angkatan laut ada di kesiapan dan kehadiran setiap saat memantau batas teritori. Oleh sebab itu penguatan alutsista dan pasukan marinir adalah syarat utama untuk kesiapan dan kehadiran patroli sepanjang tahun.

Jika terjadi konflik maka sesungguhnya peran TNI AL memegang posisi kunci. Dengan doktrin “berani masuk digebuk” maka organisasi tentara laut ini harus punya kekuatan gebuk di batas teritori. Dinamika Natuna telah memperlihatkan kesiapan ini dan akan terus dikembangkuatkan bersama matra udara dan darat.  Jadi perang yang dimaksud jika memang harus terjadi, adalah pertempuran laut dan pertempuran udara. Jika kedua kekuatan ini sudah dilumpuhkan musuh, maka sangat mudah mengambil kue teritori yang diinginkan lawan.

Dalam pandangan kita lebih seringlah angkatan laut melakukan latihan armadanya di lokasi batas teritori untuk menunjukkan bahwa kita biasa melakukan pertempuran modern skala besar dimanapun.  Kalau di Natuna dan Ambalat kita sudah sering lakukan latihan militer, maka tempat lain seperti Aceh, Papua, NTT, Batam, Bangka Belitung bisa dipilih karena medan tantangannya pasti berbeda. Lokasi tradisional seperti di Situbondo itu biarlah menjadi arena latihan setingkat batalyon  dan latihan bersama angkatan laut negara lain.

Misalnya latihan dilakukan di provinsi Aceh, perjalanan panjang kapal perang dan pasukan marinir akan jadi ujian logistik dan daya tahan yang menentukan termasuk kesiapsiagaan sepanjang perjalanan. Manfaat lain yang tak kalah penting adalah menunjukkan kepada warga lokal bahwa TNI selalu siap menjalankan tugas mempertahankan NKRI dimanapun lokasi hotspotnya.  Kalau Situbondo sih terlalu dekat dengan pangkalan utama Surabaya sehingga “greget tempurnya masih terlalu segar”, alias durasi hari perjalanan tempur terlalu pendek untuk ukuran armada tempur.

Meski bernama latihan tempur tetapi programnya adalah perang sesungguhnya dengan koordinasi antar satuan memakai peluru tajam, peluru kendali beneran, torpedo beneran. Maka nilai keberhasilan latihan itu bisa ditunjukkan pada akurasi tembakan, akurasi komunikasi sandi, kerahasiaan komunikasi interoperability termasuk zero insiden.  Termasuk tidak ada kapal perang dan alutsista jenis lain yang mogok dijalan atau macet persenjataannya.

Suksesnya sebuah latihan tentu akan menambah rasa percaya diri pasukan.  Tak kalah penting adalah memperkuat rasa percaya diri itu dengan alutsista baru yang berkualitas dan berteknologi terkini.  Perang modern adalah mengadu uji kehebatan, keunggulan, kecepatan dan akurasi teknologi terkini. Eksekusi  penghancuran adalah pembuktiannya. Jika alutsista berteknologi terkini  diperoleh militer kita dengan jumlah yang mencukupi ditambah dengan seringnya melakukan latihan militer, ditambah lagi dengan porsi latihan spartan yang menjadi ciri khas kehebatan militer kita, maka sesungguhnya kita telah mewibawakan eksistensi ber NKRI tanpa harus membusungkan dada.
****

Jagarin Pane / 26 Agustus 2016