Saturday, October 8, 2016

Natuna, Menuju Pertahanan Sarang Lebah

Ada dua catatan dalam mengamati gelar unjuk kekuatan angkatan udara Indonesia di Natuna dan Laut Cina Selatan (LCS) tanggal 5-6 Oktober yang lalu.  Pertama lokasi latihan di Natuna tidak direncanakan melainkan perintah langsung Presiden Jokowi hanya sepuluh hari sebelum hari H nya.  Kedua keseriusan pemerintah membangun pangkalan militer trimatra di pulau terluar LCS itu bukan lagi angan-angan.

Latihan Angkasa Yudha (pertempuran udara) tahun ini sebenarnya akan dilakukan di Belitong tetapi ketika hajat itu mendekati hari pertunjukan keluar perintah langsung dari Presiden Jokowi agar lokasi dipindah ke Natuna. Maka hanya dalam hitungan hari alutsista-alutsista mahal TNI AU harus di relokasi ke titik tumpu Natuna. Nilai tambah dari relokasi mendadak ini adalah semakin mendekati situasi yang sebenarnya utamanya jika ada kondisi emergency di Natuna.

Maka kita pun bisa menyaksikan kehebatan kombinasi 48 jet tempur Indonesia yang dikerahkan pada latihan itu membombardir sasaran di laut, melakukan pertempuran udara, menangkis serangan udara dan penerjunan pasukan pemukul Paskhas. Prosesi unjuk kekuatan tentara langit Indonesia itu disaksikan Presiden Jokowi dan sejumlah menteri dan disiarluaskan oleh sejumlah media internasional termasuk Al Jazeera.

Presiden Jokowi di Natuna
Dalam kacamata intelijen militer sangat dimungkinkan latihan tentara langit Indonesia dipantau serius oleh militer Cina, termasuk mengerahkan kapal selam dan UAV. Juga konvoi kapal perang lima negara FPDA (Five Power Defence Arrangements)yang sedang memulai latihan perang laut di LCS. Mereka adalah Malaysia, Singapura, Australia, Selandia Baru dan Inggris selama dua minggu ke depan menguji komitmen persekutuan militer mereka utamanya terhadap konflik LCS.

Natuna sedang dipersiapkan menuju pangkalan militer swalayan yang menggigit. Tiga matra TNI sedang membangun pangkalan milter terintegrasi.  Pembangunan batalyon AD, Marinir, Paskhas dilakukan serentak bersama pembangunan bunker berkapasitas 5 jet tempur dan bunker kapal selam.  Tidak hanya itu, Natuna juga sedang mempersiapkan kehadiran alutsista baru berupa peluru kendali jarak sedang, tambahan radar weibel, UAV, MLRS, helikopter serbu.  Proyek militer strategis ini berpacu dengan waktu dan diharapkan rampung tahun 2018.

Tetapi bukan berarti semuanya menunggu tahun 2018. Saat ini saja landasan pacu 2.500 m sudah jadi berikut sarana pendukung. Termasuk penempatan satuan-satuan militer dan sejumlah kapal perang. Latihan militer TNI AU bisa berlangsung spektakuler karena sarana vital yang sudah operasional. Dukungan dari Hang Nadim, Supadio, Halim dan Rusmin Nuryadin tentu berperan besar dalam operasi militer skala besar yang dilakukan angkatan udara kita.

Indonesia begitu serius mempersiapkan payung Natuna. Kabupaten vital berpenduduk 110 ribu jiwa itu dengan sejumlah kekayaaan alam yang melimpah di sekitarnya harus dipagari dengan kekuatan militer berkarakter sarang lebah. Ancaman terhadap teritori Natuna dan ZEE nya tidak main-main, sudah di depan mata.  Karena itu kita tidak mau kecolongan ruang teritori. Apalagi jika menilai karakter negeri pengklaim LCS yang haus sumber daya alam.
Suasana pemboman di pantai Natuna
Hari ini memang tidak ada klaim terhadap pulau Natuna dan jajaran pulau kecil di sekitarnya tetapi ZEE kita di utara Natuna dikatakan tumpang tindih dengan “pemilik” nine dash line.  Bisa jadi besok berubah menjadi ten dash line dengan memasukkan Natuna kedalamnya. Maka dalam pandangan kita sangat tepat waktu jika pemerintah memperkuat militer di Natuna dengan membangun pangkalan militer tri matra sekuat-kuatnya.

Indonesia sedang dalam proses memperkuat tentaranya dengan mendatangkan alutsista berbagai jenis dari luar negeri. Alutsista yang sedang dalam proses pembelian misalnya jet tempur Sukhoi SU 35.  Alutsista model kerjasama produksi yang sedang dibuat antara lain kapal perang jenis PKR 10514, kapal selam Changbogo. Alutsista buatan sendiri misalnya,  panser Anoa, panser Badak, KPC 40m, KCR 60m, LST, LPD.

Dengan komitmen dan konsistensi yang kuat maka dalam tiga tahun ke depan diniscayakan kita bisa buat sendiri tank dan kapal perang light fregat. Lima tahun ke depan kita bisa buat kapal selam dan sepuluh tahun ke depan kita bisa buat jet tempur sendiri. Ini bukan lagi angan-angan tetapi sudah didepan mata. Jadi industri pertahanan strategis sudah kita kuasai dan pemenuhan alutsista dapat dipenuhi oleh industri pertahanan kita sendiri.

Mempersiapkan Natuna sebagai pangkalan militer sarang lebah tidak lain adalah untuk menjaga kehormatan dan kewibawaan teritori NKRI. Lebah itu kalau sarangnya tidak diganggu dia tidak akan mengganggu dan akan terus memproduksi sumber daya madunya. Tapi manakala dia diganggu tentu akan berjibaku habis-habisan meski sarangnya habis dibakar. 

Natuna pun begitu karena dia milik sah NKRI kita siapkan sumber daya madunya berupa produksi sumber daya alam untuk kemakmuran dan kesejahteraan bangsa ini. Tapi manakala ada negara lain yang menganggu apalagi ingin mencaploknya maka sengatan lebah militer Natuna akan berperan lebih awal dan menyengat kuat sebelum bala bantuan dari penjuru negeri berdatangan. Ini sesuai doktrin baru militer kita, berani masuk digebuk. Mikir !
****
Jagarin Pane / 08 Oktober 2016

11 comments:

Bruzena said...

NKRI harga mati๐Ÿ˜‰๐Ÿ˜ƒ

Bruzena said...

NKRI harga mati๐Ÿ˜‰๐Ÿ˜ƒ

Oechop_shofiar said...

Harusnya alutsista yang baru dibeli, sebagian digelar di Pulau Natuna dan sekitarnya .... jangan semua ditempat pada satuan di pulau jawa .... (alutsista yang sudah senior dialihkan ke luar jaea)

Unknown said...

jadi yang junior di taruh di p jawa..?

Ayoeng said...

Lebih ditakuti lagi kalo di Natuna dipasang rudal Yakhon, Brahmos & S-club

Ketua suku said...

Katanya pertahanqn sarang lebah poros maritim dunia faktanya di atas kertas doang ...pertahanan sarang lebah butuh dana besar dan harus ada niat kemauan politek kuat dari sang peminpin .

Unknown said...

Dana sudah ada.empat pulau terluar sudah di kerjakan semua.2018 rampung semua

Unknown said...

Mantaappp...!!!! Itu baru Indonesia Raya

Anonymous said...

Sulawesi..papua..kalimantan..sumatra..harus tempatkan ulusista yg merata...jangan di pulau jawa aj.....dah terjadi beberan perang..baru kewalahan...

Anonymous said...

Sulawesi..papua..kalimantan..sumatra..harus tempatkan ulusista yg merata...jangan di pulau jawa aj.....dah terjadi beberan perang..baru kewalahan...

MICHELL EKO HARDIAN (M E H) said...

Doktrin Pertahanan Harus dirubah bukan menunggu masuk baru di gebuk...kita harus ke Blue Water Navi......pertahanan di luar pulau sehingga daratan Indonesia tidak menjadi sasaran empuk, kita hurs sudah cegah itu di lautan bebas, sehingga memerlukan Natuna juga harus dipersiakan menjadi Pangkalan Rudal Jarak Menengah dan jauh, yang mampu menjangkau hingga spartly island Pangkalan Tiongkok, bila perlu hingga jarak 600 - 1000 KM jauh diluar ZEE Indonesia ( ambil Alih Teknologi dari Rusia ;), demikian pula Untuk Kapal Perang kita dengan Pulau-Pulau terluar belum perlu Kapal Induk, namun TNI AL sudah harus memiliki kapal Perusak dan Cruiser yang mampu bertempur mandiri dalam menghadapi serangan permukaan, udara, bawah air dan serangan Rudal, selain Kapal Perusak minimal TNI Gunakan Kapal perang "Korvet kelas berat dan Fregat, saja, untuk kelas Korvet biasa berikan saja untuk Bakamla ( Coast Guard : Penjaga Pantai ) supaya penjaga pantai kita lebih kuat, Kapal Selam juga mesti dikembangkan untuk bisa menembakkan Rudal Jarak Sedang dan Jauh dari bawah laut, tidak hanya torpedo seperri sekarang ini. Cakra class dan Changbhogo Class ( yang lebih cocok untuk misi pengintaian dan patroli saja ) untuk missi tempur yang lebih pas Kilo class, sehingga kita memiliki daya gentar yang kuat......dan Pulau-pulau kita tidak menjadi arena pertempuran karena bisa di cegah di laut lepas....Pertahanan Udara sudah cukup baik dengan F16 Viper dan Shukoi SU 35 cuman Perisai Udara seperti Patriot atau S-300 / 400 perlu untuk memayungi wilayah teritorial kita dari serangan Rudal jarak jauh ataupun pesawat tempur siluman. Daya Jangkau Radar Militer juga mesti sudah mampu mendeteksi semua kekuatan asing jauh sebelum memasuki ZEE dan teritorial Indonesia bisa dengan Teknologi Satelit, memaksimalkan atau memperkuat fungsi Satelit yang sudah dimiliki Indonesia, maupun. Untuk Alutsista kita jangan takut untuk meniru dan mengkloning teknologi Barat ataupun Rusia.....persoalan dampak adalah resiko, namun kemandirian harus yang utama ( contoh China, yang tidak takut untuk mencuri atau meniru teknologi asing dengan segala resikonya ) sekarang mereka sudah mandiri Alutsista meskipun ada yang kloningan yang disempurnakan..........ini dapat terwujud jika kita mau, kita punya Sumber Daya yang melimpah, Punya Ahli yang di akui dunia Ayo kita membangun dengan kekuatan sendiri....Merdeka