Sunday, February 2, 2014

Menggelar Kekuatan Pagar Teritori



Gelar kekuatan angkatan laut Indonesia kembali diperlihatkan dengan menggelar gugus tempur laut bersandi operasi Benteng Hiu 14, mulai bulan Februari 2014 di perbatasan laut Indonesia Malaysia di Kalimantan Utara.  Perairan yang menjadi salah satu hotspot NKRI ini memang harus terus dikawal ketat agar gangguan dan provokasi dari negeri jiran bisa dieliminasi sekaligus menunjukkan kekuatan harkat diri untuk tidak bermain api di kawasan kaya sumber daya mineral itu, Ambalat.  Gelar Benteng Hiu dipimpin oleh KRI jenis fregat Oswald Siahaan yang membawa rudal maut Yakhont. Anak buahnya terdiri dari KRI korvet anti kapal selam Lambung Mangkurat, kapal cepat rudal KRI Badik, kapal buru ranjau KRI Pulau Raas dan kapal patroli cepat KRI Badau dan KRI Salawaku. Kapal berjenis KAL, UAV dan kapal nelayan juga ikut bergabung sebagai satuan intelijen.

Sebenarnya ada dua gelar kekuatan di dua hotspot berbeda yang saat ini digelar. Yang satu lagi di kawasan laut Timor dan laut Arafuru. Di laut seberang Darwin itu TNI AL menggelar kekuatan armada laut untuk memastikan tidak ada keculasan negeri selatan untuk mencerobohi perairan teritori Indonesia.  Di luar dua gelar gugus tempur laut itu sebenarnya ada belasan KRI yang berpatroli di Natuna, selat Malaka, selat Singapura, selatan Jawa dan selat Sunda.  Itu adalah bagian dari tugas harian TNI AL untuk menjaga nilai negara kepulauan. Kemudian dalam sebulan ke depan Mabes TNI AL juga harus mempersiapkan 12-15 KRI untuk latihan gabungan angkatan laut bersama 16 negara lain di Natuna dan laut Cina Selatan.

KRI Oswald Siahaan sedang menembakkan rudal Yakhont
Itu semua bisa dilakukan karena angkatan laut Indonesia memiliki armada kapal perang yang memadai untuk melakukan penjagaan dan patroli.  Ada sekitar 160 KRI berbagai jenis yang dioperasikan.  TNI AL tahun ini akan mendapatkan belasan kapal perang baru, diantaranya 3 kapal perang light fregat Bung Tomo Class yang dibeli dari Inggris. Kapal ini sebenarnya pesanan dari Brunai tetapi tidak jadi diambil.  Jadi dibilang beli bekas juga tidak karena kapalnya masih baru, kapal baru tapi harganya harga kapal bekas.  Disamping 3 kapal tadi, ada juga pesanan 3 kapal perang jenis KCR (kapal cepat rudal) 60 m buatan PT PAL yang selesai seluruhnya tahun ini.  Kemudian penyerahan 3 KCR 40 m, 2 kapal perang jenis BCM (Bantu Cair Minyak) dan 3 kapal perang jenis LST (Landing Ship Tank) buatan galangan kapal swasta dalam negeri.

Peningkatan kuantitas dan kualitas KRI memang diperlukan, apalagi kekuatan armada RI akan disesuaikan dengan pembentukan Komando Gabungan Wilayah Pertahanan yang dikenal dengan istilah Kogabwilhan. Sebagai negara kepulauan tentu pagar terluar Indonesia didominasi oleh perairan dan sangat wajar pula bila pagar laut ini diperkuat.  Ini juga bagian dari perubahan strategi “masuk dulu baru digebuk” menjadi “berani masuk digebuk”. Untuk angkatan laut, agar bisa masuk kategori “berani masuk digebuk” dicapai dengan penambahan kuantitas dan kualitas armada KRI dan persenjataannya.

Menyikapi kondisi kawasan yang dinamis dan menjurus pada kondisi tak terduga sebagaimana provokasi Australia di laut Selatan dan ambisi penguasaan laut Cina Selatan oleh negeri semilyar ummat, maka perkuatan daya gebuk angkatan laut Indonesia mutlak harus dipenuhi. Oleh karena itu sangat diperlukan kepemilikan kapal perang permukaan laut berkualifikasi fregat dan destroyer dan kapal selam berkualifikasi srigala.  Sejalan dengan itu sebaran pangkalan utama untuk menampung dan menjaga alutsista kapal perang diperlukan.  Menjaga kapal perang di pangkalan dari sabotase bawah laut dan serangan udara merupakan keharusan.  Jangan sampai punya banyak pangkalan tetapi telanjang tanpa perlindungan.
Jet tempur Sukhoi memayungi Jakarta
Pemikir strategis di Kemhan, Mabes dan TNI AL tentu sudah punya rancang bangun kekuatan armada angkatan laut lima sampai sepuluh tahun ke depan.  Sebagai negara kepulauan maka sudah seyogyanya angkatan laut dan angkatan udara diperkuat karena merupakan pagar pengaman garis depan. Perkuatan angkatan laut dan udara seharusnya merupakan prioritas karena kekuatan matra ini adalah indikator untuk menunjukkan nilai dan martabat teritori sebuah negara kepulauan.  Adalah wajar jika dalam lima tahun ke depan kita sudah harus memiliki tambahan armada laut dengan 2-3 destroyer dan 5-6 fregat serta 6-8  kapal selam srigala. 

Tambahan kekuatan angkatan laut ini juga seirama dengan tambahan skuadron tempur angkatan udara, misalnya dengan penambahan 2 skuadron Sukhoi Family.  Apalagi jika diperkuat dengan pesawat peringatan dini.  Ini secara kebutuhan dasar bukan hal yang muluk karena payung perlindungan untuk negara besar ini memang harus begitu.  Tujuannya tentu bukan untuk mengajak perang tetapi untuk menjaga nilai dan martabat teritori.  Bahwa ke depan ini memang akan terjadi sesuatu yang tak terduga berupa ancaman serius bagi kedaulatan NKRI.  Maka muulai sekarang memang harus berbenah secara lebih intens, lebih fokus dan lebih revolusioner alias lebih cepat lebih baik.

Perkuatan alutsista di MEF II diharapkan akan memberikan angin kesegaran bagi pengawal republik. Sekaligus mengurangi bahkan meniadakan omongan pelecehaan orang luar utamanya tetangga selatan yang selalu menganggap armada kapal perang Indonesia kalah kelas.  Sekarang memang masih kalah kelas tetapi kita meyakini dalam lima tahun ke depan sudah mendekati kesetaraan.  Tetangga selatan memang karakternya begitu.  Tetapi jika kita tetap teguh dalam program perkuatan alutsista utamanya dengan kesediaan membeli sejumlah destroyer, fregat, kapal selam srigala dan jet tempur mutakhir maka secara perlahan omongan pelecehan itu akan berkurang. 

Tetapi jangan lupa karakter orang atau negara yang suka melecehkan itu sebenarnya untuk menutupi kekurangan yang ada pada dirinya. Misalnya kekhawatiran eksistensinya terhadap ancaman dari utara. Tong kosong nyaring bunyinya kata peribahasa.  Dalam bahasa preman orang yang berkarakter suka melecehkan dan anggap enteng seperti ini perlu sekali waktu digebuk dengan bogem mentah supaya cangkemnya mingkem. Pengawal republik paham dengan hukum ini tapi tak perlu berlaku seperti preman itu. Permintaannya hanya satu: perkuat dulu dengan sejumlah alutsista gahar berteknologi, kemudian perhatikan apa yang akan terjadi, niscaya mereka akan tahu diri.
****
Jagvane / 02 Feb 2014