Sunday, June 23, 2013

Pesan Untuk Singapura



“Serangan udara” berupa asap dari sejumlah tempat di Riau membuat negeri kecil nan makmur di sebelah Batam, Singapura meradang dan mengomel. Namun omelannya kali ini dibalas telak oleh pemilik asli negeri jamrud khatulistiwa, Indonesia. Betapa tidak, seperti yang diungkap Menko Kesejahteraan Agung Laksono, Singapura seperti anak kecil, gampang merengek hanya soal asap, padahal untuk area yang lebih luas Riau juga diselimuti asap termasuk Batam.  Juga Malaysia, namun negeri melayu itu “tabah” menghadapi serangan asap dari tetangganya Sumatera.

Bahkan secara lugas Menlu Marty menyatakan Indonesia tak akan meminta maaf secara formal kepada Singapura soal asap. Pernyataan diplomatik ini menegaskan kepada kita bahwa RI tidak ingin (lagi) berada dalam posisi defensif dalam soal pecundang kesalahan. Harus jelas dulu duduk perkaranya baru lontarkan pernyataan karena sesungguhnya perusahaan yang terlibat pembakaran hutan di Singapura justru bermarkas di negeri singa itu. Kan lebih baik menyerukan kerjasama untuk mengatasi pembakaran hutan daripada mengeluh, mengomel lalu melontarkan kecaman.

 

Salah satu prediksi itu
Dalam kacamata kita, Singapura selalu merasa memiliki kasta lebih dibanding dengan dua jirannya padahal dalam hubungan multilateral yang bernama saling ketergantungan, sesungguhnya negeri itu sangat tergantung kepada Malaysia dan Indonesia.  Tak usahlah kita sebut substansinya.  Petinggi pemerintahan negeri itu selayaknya mulai menata pola gaul dan tata cangkem karena perubahan dan kemajuan ekonomi kesejahteraan ke depan untuk kedua jirannya Malaysia dan Indonesia akan mempengaruhi sikap dan cara pandang mereka terhadap Singapura.

Yang tak terbantahkan dan sekaligus merupakan takdir sejarah Singapura  adalah kepemilikan teritori yang kecil dibanding dua rumah di sebelahnya yang berkelimpahan sumber daya alam.  Selain itu perjalanan bertetangga ke depan ini khususnya pada dua negara disebelahnya, masing-masing telah menuju ke arah kemajuan ekonomi kesejahteraan yang signifikan.  Malaysia sudah berada dalam lingkaran komunitas negara berkemampuan ekonomi sejahtera.  Indonesia sudah menampakkan kemajuan ekonomi yang luar biasa selama 9 tahun terakhir ini.  PDB RI terbesar di ASEAN dan nomor 16 di dunia.

Sejalan dengan itu, tentu untuk menjaga nilai kewibawaan diplomatik, pembangunan kekuatan militer untuk menjaga sumber daya alam dan harga diri teritorial sedang digiatkan secara luar biasa di Indonesia.  Posisi perkuatan ini (nantinya) adalah ukuran untuk menjaga ritme tahu diri dan ngaca diri agar siapa pun itu dalam ukuran tata gaul regional, dalam hubungan pertetanggaan satu RT terutama,  bisa mengendalikan cangkem dan bahasa tubuh untuk tidak meremehkan tetangganya.

Ketersinggungan hubungan bertetangga dengan Singapura dalam bingkai grass root di bumi pertiwi ini sudah menjadi “hapal luar kepala” di setiap benak rakyat Indonesia.  Misalnya terhadap keengganan dia melakukan perjanjian ekstradisi terutama untuk pelaku korupsi di Indonesia.  Sehingga muncul kesan bahwa negeri penampung koruptor itu tidak menghargai Indonesia, alias menyepelekan.  Yang lebih menggemaskan adalah cara dia mendikte RI dengan cara meminta zona militer untuk latihan di Natuna selama berbulan-bulan dan itu menggabungkannnya dengan perjanjian ekstradisi.  Syukurlah itu tidak terjadi.

Pesan kita untuk Singapura adalah untuk tidak lagi merasa sebagai orang penting di lingkungan.  Perjalanan ke depan ini terutama untuk dua jirannya Malaysia dan Indonesia sangat memungkinkan untuk tidak lagi menganggap Singapura sebagai faktor utama melainkan hanya sebagai salah satu faktor. Paham maksud kulo njihh ? Maksudnya kemajuan dalam hubungan ekonomi internasional RI dan Malaysia bisa memastikan untuk tidak lagi melihat negeri unyil itu sebagai segala-galanya.  Prediksi berbagai  lembaga pemeringkat ekonomi dunia mengarahkan telunjuknya bahwa RI merupakan salah satu kandidat untuk maju sebagai negara ekonomi sejahtera dan kekuatan 7-8 besar dunia dua puluh tahun mendatang.

Bisa dibayangkan dua puluh tahun mendatang, dengan populasi lebih dari 400 juta, sumber daya alam dan geografi yang luas, rakyatnya sudah makin sejahtera dan tentu kekuatan militernya setara dengan keunggulan kekuatan ekonominya.  Gak usah dibayangkan jauh-jauh dah, tahun 2020 nanti kekuatan ekonomi dan militer RI sudah bertunas mekar dan ranum (ini kalimat doa untuk kita bangsa besar ini, semoga dikabulkan Allah SWT).  Mestinya Singapura mampu membaca suasana kebatinan ini.

Pukulan diplomatik yang dilakukan dua menteri Indonesia sekaligus, soal serbuan asap itu sangat tepat dan mewakili suara mayoritas rakyat.  Itu adalah bahasa tubuh ketidaksukaan yang pantas dilakukan terhadap keangkuhan cangkem yang dilantunkan Singapura.  Yang perlu diingat adalah Singapura itu hari ini dan ke depannya tergantung dengan dua tetangganya, karena dia adalah negara jasa. Musuh terbesar negara jasa adalah kepanikan.  Sangat pantas kiranya Singapura mulai menata cangkemnya sekaligus berlaku adil dalam hubungan sebab akibat bertetangga.

*****
Jagvane / 23 Juni 2013