Friday, January 18, 2013

Esensi Beralutsista


Postur negara yang ideal sesungguhnya mirip dengan postur jasmani manusia yang kekar, kuat dan berpenampilan menarik.  Punya olah pikir, olah daya, olah rasa dan sekaligus tolak bala.  Kemampuan tolak bala ini dalam konsep postur manusia adalah kemampuan melawan segala macam ancaman yang datang dari dalam tubuh itu sendiri berupa penyakit maupun orang-orang yang mengajak gelut oleh suatu sebab.  Negara juga tak jauh beda, untuk mempertahankan eksitensinya, mengamankan jalan hidupnya dan memberdayakan sumber daya yang ada di dalamnya diperlukan organisasi militer untuk mengawal dan mempertahankannya. Organisasi militer merupakan satu kesatuan yang utuh dengan nadi negara dalam membangun eksistensi termasuk membangun kesejahteraan.

Esensi beralutsista adalah memahami kebutuhan salah satu organ tubuh itu, tangan dan kaki, untuk mampu menjalankan fungsinya sebagai anggota gerak yang diandalkan jika suatu saat diperlukan melindungi organ tubuh yang lain.  Militer dan alutsista adalah instrumen yang tak dapat dipisahkan.  Jadi sangat lucu jika militer kuat secara postur fisik orangnya, jago bela diri, tahan uji di hutan tetapi alutsistanya masih sekelas S60 (maksudnya sekelas tahun 60an). Makanya mendandani militer kita merupakan kewajiban mutlak seirama dengan kemajuan ekonomi yang telah kita dapatkan saat ini.  Hanya orang-orang yang sableng saja yang mengatakan tidak perlu kita memiliki militer yang kuat.  Atau mereka yang memang punya tujuan hendak membonsai militer karena memang dibayar untuk itu atau karena punya kebencian yang mendalam.

Diantara semua argumen yang disuarakan pihak sableng itu untuk tidak menganggap penting mempersenjatai tentara dengan alutsista modern karena  sepanjang perjalanan bangsa ini relatif tidak ada ancaman terhadap eksistensi bangsa.  Tidak ada perang terbuka dengan negara tetangga.  Ini beda dengan India dan Pakistan yang sudah lebih dari sekali terlibat perang terbuka.  Perang terbuka tahun 1971 akhirnya melahirkan negara Bangladesh yang sebelumnya bernama Pakistan Timur.  Merasa dipermalukan India, Pakistan memperkuat militer dan persenjataannya termasuk senjata nuklir.  India juga tak mau kalah dengan membangun militernya secara besar-besaran termasuk kekuatan nuklirnya.

Adalah sebuah kekeliruan jika kita mengabaikan pembangunan kekuatan militer oleh sebab yang disebut tadi, tidak ada ancaman.  Ada atau tidak ada ancaman  perjalanan bangsa ini mesti dikawal dengan kekuatan militer yang memadai karena militer itu senyawa dengan perjalanan eksitensi bangsa.  Militer itu organ tubuh negara, bagian yang tak terpisahkan ketika bangsa ini membangun kesejahteraan dan ketahanan ekonominya. Seirama dengan itu memperkuat militer dengan alutsista modern adalah kesetaraan yang mesti dikedepankan tanpa bermaksud mentang-mentang.

Maka dengan kelapangan cara pandang, selayaknya kita terus menerus mempersiapkan kekuatan militer dengan memberinya gizi yang setara dengan kemajuan ekonomi yang didapat.  Tidak terbantahkan memang, perjalanan pertumbuhan ekonomi selama 9 tahun terakhir cukup membungakan hati sehingga pada akhirnya kita bisa membangun kekuatan militer setelah sekian lama puasa alutsista.  Jangan lupa perjalanan pemerintahan SBY selama 9 tahun ini prioritas tamanya adalah pembangunan ekonomi.  Artinya selama 6 tahun pertama belum ada yang signifikan dalam belanja alutsista kita, ya se adanya saja.  Baru 3 tahun terakhir ini belanja alutsista dijalankan dengan argo penuh untuk mempercepat modernisasi alutsista TNI.

Tahun 2014 nanti ketika SBY mengakhiri perjalanan pemerintahnya dengan 2 kali masa jabatan, pada saat itu sudah banyak aluistsista yang berdatangan.  Meski begitu untuk ukuran kekuatan ideal, belanja alutsista sampai tahun 2014 belumlah masuk kategori gahar.  Kedatangan berbagai jenis alutsista baru itu hanya untuk menutupi kekurangan alutsista yang sangat bersahaja dan kurang gizi.  So sampai tahun 2014 sejatinya kita baru sampai pada tahap memulihkan “kesehatan gizi” alutsista, kita baru sembuh, saudaraku.

Itulah sebabnya cerita pengadaan alutsista di periode berikutnya tahun 2015-2019 dengan figur kepemimpinan yang baru adalah kunci menuju kekuatan kesetaraan dengan negara sekitarnya. Oleh sebab itu perlu selalu dikumandangkan cara pandang pemerintahan eksiting sekarang ini untuk disambung dengan kebijakan yang sama dan sebangun dengan next government.  Meneruskan program penguatan alutsista TNI.  Jangan sampai ketika gizi alutsista sudah sampai pada taraf kesehatan gizi lantas dibiarkan lagi karena menganggap sudah cukup.  Teknologi apapun dalam ruang kekinian termasuk teknologi alutsista merupakan “makhluk ciptaan” yang berusia pendek. Hari ini kita membeli atau memproduksi satu jenis alutsista dengan teknologi terkini, lima tahun lagi sudah ada edisi tercanggihnya.  Nah itulah salah satu argumen mengapa kita harus terus memperbaharui alutsista.

Bangsa ini akan terus menapaki jalan kehidupannya, melintas dalam pembaharuan waktu dan upaya mensejahterakan sumber daya manusianya.  Kita akan terus menjalani ruang waktu ini bersama konektivitas dan hubungan antar bangsa yang dinamis dan simbiosis.  Peran militer adalah untuk mengawal dan menjaga kewibawaan hubungan yang dinamis itu utamanya memelihara kewibawaan bernegara dari rangsangan pihak luar yang hendak bersitegang.  Negara yang punya militer kuat, tentu dengan kemajuan ekonomi yang signifikan, memberikan nilai tambah dalam spirit nasionalisme. Spirit kebangsaan itu sudah ada dalam naluri anak bangsa.  Kebanggaan itu akan semakin sempurna manakala kita punya kekuatan militer dengan alutsista yang canggih.  Itulah sejatinya esensi beralutsista.
*******
Jagvane/ 17 Januari 2013